•HIM• 2 : What Happened with Her?

1.2K 169 3
                                    

     •╌╌╌╼⃘۪۪❁⃘̸۪۪⃗╾╌╌╌𝐇𝐚𝐩𝐩𝐲 𝐑𝐞𝐚𝐝𝐢𝐧𝐠╌╌╌╼⃘۪۪❁⃘̸۪۪⃗╾╌╌╌•

"Eh, lo kenapa?"

Sera masih belum menjawabnya, keterkejutan dalam diri itu belum pudar dan kini atensinya tertuju pada luka di tulang hidung pemuda itu, membuat Sera mengernyit melihat warna darah yang ia rasa belum lama keluar dari sana.

Perlahan bibir Sera terbuka, "hidung lo."

Pemuda itu mengangkat sebelah alis heran kemudian menyentuh hidungnya. "Oh ini, enggak apa-apa, kok," ucapnya.

"Tapi itu darahnya kenapa enggak dibersihin?"

"Enggak usah, nanti juga kering sendiri," katanya santai seraya tersenyum.

Sera menggeleng kemudian menarik tangan pemuda itu dan membawanya ke bawah lampu jalan.

Sera meraba saku hoodienya namun, sesuatu yang tengah dicari itu tak ada di dalam sana. Tanpa pikir panjang ia menepuk ujung bagian tangan sweaternya kemudian mendekati pemuda itu dan membersihkan lukanya.

Tatapannya begitu fokus pada goresan tersebut, sesekali ia juga melirik ke arah pemuda itu dan mendapati dirinya tengah meringis hingga alisnya menukik.

"Sakit, ya? Maaf," ucap Sera pelan.

Sontak kedua bola mata pemuda itu langsung melirik ke arah Sera yang jarak wajahnya tak jauh darinya. Ia setiap inci dari wajah Sera lalu tanpa disengaja semburat senyum kecil muncul di bibirnya.

"Maaf ya, gue enggak bawa tisu," ujar Sera begitu selesai membersihkan darahnya.

Masih dengan senyuman kecilnya pemuda itu menjawab, "enggak apa-apa. Makasih, ya."

Sera mengangguk pelan sementara senyuman di wajah pemuda itu langsung hilang begitu melihat warna merah muda di pipi si gadis.

"Pipi lo kenapa?"

Sontak Sera membelalak lalu dengan cepat ia menutupi bekas tamparan itu dengan rambutnya. "Enggak apa-apa."

Pemuda itu menggeleng, "lo abis di tampar, 'kan?"

"E-enggak, bukan apa-apa."

"Ayah lo atau Ibu lo?" tanya pemuda itu lagi dan langsung mendapat gelengan cepat dari Sera.

"Gue jadi inget, di tempat yang sama Ayah gue pernah nampar gue," ujar si pemuda seraya memegangi pipi kanannya. "Beliau marah karena gue enggak bisa jadi sebaik anaknya yang lain, beliau ninggalin gue gitu aja sedangkan anaknya yang lain dibangga-banggain."

Sera menatap pemuda itu dengan serius. Ya ... meskipun ini terlalu tiba-tiba untuk mendengar sebuah cerita seperti itu dari orang yang tak ia kenal sama sekali namun, Sera merasa cukup iba dengan cerita singkatnya.

"Aduh!" Pemuda itu berseru kemudian terkekeh, "kenapa gue jadi curhat."

Kedua ujung bibir Sera sontak terangkat membentuk lengkung senyum kala pemuda itu tertawa.

"Oh iya, di deket sini ada kafe dan gue mau ke sana, lo mau ikut enggak?" tawar pemuda itu.

Sera terdiam sejenak kemudian menggeleng sebagai jawabannya.

"Oke, tapi kalau lo berubah pikiran gue ada di sana, ya," ujarnya seraya tersenyum.

Setelahnya pemuda itu segera pergi meninggalkan Sera sendirian sementara gadis itu masih memperhatikan punggungnya yang semakin menjauh, hilang bersamaan dengan penerangan jalan yang juga lumayan redup.

Tiba-tiba saja terbayang dipikiran Sera bagaimana pemuda itu tersenyum padanya beberapa saat yang lalu dan tanpa disuruh oleh si pemilik, jantung Sera langsung berdebar begitu mengingatnya.

•••


Tangan Sera mendorong pintu kafe kemudian dengan cepat matanya menyusuri tiap sudut kafe bernuansa sederhana dengan lantai yang menggunakan vinyl serta dindingnya yang dicat putih bersih.

Di sisi lain, perhatian salah satu pemuda langsung terarah kepada Sera. "Cewek itu keliatannya kayak lagi nyari orang, deh," celetuknya.

Sontak semua yang tengah duduk bersamanya beralih menatap ke arah gadis yang masih celingukan di ambang pintu. Pemuda dengan luka di hidung yang ditolong Sera beberapa waktu lalu langsung tersenyum kemudian beranjak dari duduknya.

"Eh bang, mau kemana?"

"Nyamperin cewek itu," jawabnya.

Langkah kaki pemuda itu menjauh dari tempat teman-temannya duduk dan mendekati Sera.

"Hai!" sapanya.

Sera langsung menoleh ke sumber suara lalu kedua ujung bibirnya terangkat begitu mengetahui siapa yang baru saja menyapanya.

"Hai."

"Ayo, sini," ajak pemuda itu seraya menarik tangan Sera, membawanya ke tempat duduk di depan meja kasir.

"Mau kopi?" tanyanya.

Sera tidak segera menjawab. Entah energi apa yang dimiliki pemuda itu hingga membuat Sera bak terhipnotis tiap melihat wajahnya. Tetapi ia masih dalam keadaan sadar dan menjadi terperanjat kala pemuda itu menyentuh punggung tangannya.

Pemuda itu tertawa kecil melihat Sera memalingkan wajah dengan gelagapan.

"Kenapa ngeliatinnya sampe gitu banget, sih?!" batin Sera.

"Mau kopi?" ulangnya.

Sera menggaruk kepalanya yang tak gatal. "I-iya."

"Bang, kayak biasa dua, ya," katanya kepada barista di sana. Pemuda itu seperti sudah mengenal baik dengan barista tersebut melihat dari si barista hanya mengacungkan jempol setelah ia memesan.

"Jadi, apa yang ngebuat lo berubah pikiran?" tanyanya.

"Lo."

Pemuda itu mendelik kecil begitu mendengar jawaban yang dilontarkan oleh Sera, ia mengangkat alisnya seakan meminta jawaban atas perkataan tersebut.

"Eh!" Lagi-lagi Sera tersentak dan sadar apa yang sudah ia lakukan.

"Eu... maksud gue tawaran lo ngajak ke kafe ini menarik juga dan gue juga masih betah di luar rumah. Jadi ya udah, ke sini aja," jelas Sera diiringi senyum kikuknya.

Pemuda itu langsung tersenyum seraya mengangguk-anggukkan kepalanya. "Oh, itu alasannya."

"Sera, lo gila, sumpah!" batin gadis itu lagi.

-to be continued...

He Is Me | Heeseung ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang