•HIM• 9 : His Enemy

552 96 6
                                    

•╌╌╌╼⃘۪۪❁⃘̸۪۪⃗╾╌╌╌𝐇𝐚𝐩𝐩𝐲 𝐑𝐞𝐚𝐝𝐢𝐧𝐠╌╌╌╼⃘۪۪❁⃘̸۪۪⃗╾╌╌╌•

Jari telunjuk Sera perlahan mengompres bagian lengan atas atas sebelah kiri Helmi, wajah pemuda itu memang terhindar dari goresan luka tetapi lengannya sempat terkena pukulan kayu hingga menyebabkan memar.

Saat ini teman-teman Helmi juga berada di markas dan tengah mengobati luka mereka masing-masing.

"Maaf, ya," ucap Helmi.

Kedua netra Sera yang sedaritadi hanya fokus pada kain biru yang berisi es batu itu perlahan melirik Helmi yang kini tengah menoleh ke arahnya.

"Udah bikin lo khawatir," lanjutnya.

Sera mengangguk pelan. "Enggak apa-apa," jawabnya kemudian kembali fokus pada kegiatannya.

"Kak Sera," panggil Juan lalu yang dipanggilnya itu segera menoleh. "Kak Sera, enggak usah khawatir, kita baik-baik aja, kok."


Setelah mendengar ucapan Juan, salah satu teman Helmi yang bernama Riki menyenggol lengan Juan sembari mengerutkan kedua alisnya. Juan sontak menoleh pada Riki yang duduk di sebelahnya, alisnya pun terangkat meminta jawaban dari tindakan pemuda tersebut sementara Riki menatap Juan gemas lalu menunjuk Helmi dengan sebelah alisnya.


"Oh!" Juan berseru lantas menoleh kembali pada Sera. "Maksud gue bang Helmi baik-baik aja jadi, kak Sera jangan khawatir," lanjutnya terkekeh.

Sera dan Helmi hanya tertawa menanggapi Juan yang wajahnya tampak kikuk.

Juan lalu mendekat pada Riki seraya berbisik, "bilang, dong! 'Kan gue jadi malu salah ngomong kayak tadi."

•••


"Eh! Eh! Curang!" Juan berseru tak terima.

"Sini Juan," ujar Azka kemudian menepuk kening yang lebih muda dengan jari hingga membuatnya mengaduh kesakitan.

"Bang, 'kan kartu gue empat kenapa jadi lo yang menang?!" sewot Juan.

"Emang gini aturannya, kalah mah kalah aja."

Berakhir dengan Juan yang mendramatisir keadaan dengan memegangi dahinya sembari cemberut, sementara Sera dan yang lainnya hanya tertawa melihatnya.

Saat ini mereka sedang berada di kafe yang selalu Helmi kunjungi, mereka memilih tempat di bagian atas agar bisa melakukan permainan. Tempatnya begitu nyaman karena mereka duduk di bawah dengan beralaskan karpet berbulu nan lembut.

"Udah, ayo main lagi," ajak Helmi.

Ketika Helmi sedang sibuk menyusun kartu di tangannya ada suara ribut-ribut dari lantai bawah yang membuat mereka menjadi terdiam dan memfokuskan pendengaran mereka.

"Helmi, keluar lo anjing!"

Sera membelalak bukan main lalu dirinya serta semua teman-teman Helmi kini beralih menatap si yang paling tua. Sementara Helmi hanya terdiam dengan raut wajahnya yang kesal kemudian ia melempar kartu di tangannya ke meja dan pergi turun menghampiri seseorang yang telah memakinya.

Sera pun menjadi kelimpungan kala semua teman Helmi berdiri dan beranjak mengikuti jejak Helmi.

"Eh, Sera lo disini aja," cegah Azka begitu melihat Sera hendak bangun dari duduknya.

Di lantai bawah Helmi memakai sepatunya dengan asal kemudian berjalan mendekati seseorang yang tengah berkacak pinggang di depan pintu masuk, ialah Raja, musuh bebuyutannya.

"Lo belum kapok juga, ya," ujar Helmi.

"Asal lo tau ya urusan kita belum kelar."

"Terus?"

Bugh!

Semua teman Helmi yang baru menuruni tangga langsung membulatkan mata bersamaan begitu melihat Raja memberi sebuah bogeman secara tiba-tiba kepada pemuda itu.

"Woy! Lo kalo mau ribut tau tempat dong!" sungut Azka setengah berlari menghampiri keduanya.

Helmi masih sedikit meringis seraya memegangi rahangnya yang tiba-tiba memanas, kemudian bola matanya melirik tajam ke arah Raja yang menyeringai melihatnya terhuyung akibat pukulannya. Raja beralih mengambil gelas di atas meja yang berada di dekatnya kemudian menimang-nimangnya seraya menatap Azka.

Sementara itu di lantai atas Sera merasa cemas serta penasaran dengan apa yang terjadi di bawah lantas ia turun dengan tergesa-gesa tanpa memakai sepatu.

Prang!

"Akh!"

Gelas yang Raja pegang dengan niat untuk melemparnya ke arah Azka justru melesat membentur tembok namun, yang lebih disayangkan lagi saat itu juga Sera sedang lewat.

Setelah mendengar teriakan seorang gadis, Helmi menoleh cepat ke belakang dan mendapati Sera tengah tertunduk seraya memegangi dahinya.

"Sera!" Helmi menghampiri Sera dengan wajahnya yang khawatir.

Helmi mengangkat dagu Sera, membuatnya mendongak tetapi Helmi justru mendelik kala atensinya langsung tertuju pada darah di dahi gadis yang tengah meringis itu akibat terpantul pecahan kaca. Sebelah tangannya mengepal disertai giginya yang mulai menggeretak.

"Helmi, gue enggak apa—"

Belum selesai Sera berbicara tiba-tiba Raja menyeletuk, "Wow, ada pelindungnya. Cupu banget lo bawa-bawa cewek. Eh, tapi itu cewek lo yang keberapa, Mi?"

Semua kalimat itu terucap jelas dari mulut Raja yang terdengar seperti ejekan. Sera yang terkejut mendengarnya langsung melirik Helmi sementara pemuda itu benar-benar sudah tak tahan lagi dengan musuhnya hingga ia berjalan ke arah Raja.

"Ngomong apa lo tadi?!" murka Helmi seraya menarik lingkar baju Raja.

"Gue enggak akan ngulang apa yang gue omongin tadi karena gue yakin lo pasti denger," tegas Raja. "Sekarang gue mau nanya, deh..."

Ucapan Raja dibuat menggantung oleh dirinya sendiri kemudian ia melirik pada Sera. "Lo udah ngapain aja sama dia?"

-to be continued...

He Is Me | Heeseung ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang