•HIM• 11 : Another Him

529 98 18
                                    

     •╌╌╌╼⃘۪۪❁⃘̸۪۪⃗╾╌╌╌𝐇𝐚𝐩𝐩𝐲 𝐑𝐞𝐚𝐝𝐢𝐧𝐠╌╌╌╼⃘۪۪❁⃘̸۪۪⃗╾╌╌╌•

Seperti sudah menjadi rutinitasnya, hari ini Sera dan Himam pergi belajar di perpustakaan kota. Mengingat ini adalah hari libur maka mereka akan memiliki waktu belajar yang sedikit lebih lama.

Cekrek!

Suara tangkapan kamera terdengar dari handphone Sera di saat Himam tengah terpaku mengoreksi jawaban soal milik Sera, gadis itu terkekeh pelan sembari mengetikkan sesuatu di atas layar handphonenya.

Himam pun sudah melihat penampilan rambut Sera yang baru dan tentu saja membuatnya kebingungan karena ini adalah pertama kalinya gadis itu membuat poni, padahal sebelumnya Sera sangat tak menyukai apabila rambut depannya itu dibuat lebih pendek.

Himam menangkap sesuatu berwarna cokelat dari balik poni Sera, tubuhnya sedikit tercondong seraya memicingkan mata kemudian tangannya bergerak menyibak rambut gadis itu. Tentu saja itu membuat Sera cukup terkejut dengan gerakannya yang tiba-tiba.

"Kenapa diplaster?" tanya Himam.

"Enggak apa-apa."

"Kenapa diplaster, Sera?" ulang Himam.

"Kemaren ..." Sera menggantungkan kalimatnya sendiri. "Kemaren gue jatoh terus ini berdarah kena meja."

Kedua alis Himam hampir bertaut diiringi ibu jari tangannya yang mengusap lembut plaster tersebut. "Tapi enggak apa-apa, 'kan?"

Kepala Sera bergerak sedikit menjauhi tangan Himam kemudian ia tertawa kecil. "Iya, enggak apa-apa."

"Kenapa enggak cerita ke gue?"

"Eung ... Enggak apa-apa, lagian gue juga kok yang enggak hati-hati."

Himam memperhatikan plaster cokelat di dahi Sera yang kini sudah tertutup kembali oleh beberapa helai rambut depannya.

"Himam, gue beli minum dulu, ya," ujar Sera.

"Biar gue aja."

Sera menggeleng cepat, "enggak usah. Lo lanjut koreksi jawaban gue aja, oke?"

Himam mengangguk pelan seraya tersenyum tipis kemudian Sera langsung beranjak dari duduknya untuk membeli minum sementara Himam kembali mengoreksi jawaban Sera namun, selang beberapa detik handphone milik Sera berdering.

Himam kembali mencondongkan badannya melihat siapa yang menelepon kemudian matanya membelalak usai membaca nama yang tertera di sana.

Helmi.

Himam menaikkan posisi kacamatanya yang sedikit turun kemudian mengambil handphone Sera, dibacanya lagi nama tersebut berkali-kali berharap ia telah salah membaca tetapi tetap saja yang kembali ia baca hanyalah 'Helmi'.

"Halo Sera, foto yang lo kirim barusan lucu banget hahaha."

"You know, bangs is not too bad for you."

"Oh iya, nanti malem gue ke rumah ya, plaster lo harus diganti."

Semua itu diucapkan oleh Helmi dari sebrang sana sedangkan Himam hanya diam mendengarkan. Matanya pun kembali mendelik usai mendengar suara dari orang tersebut, terlebih lagi suara tawanya.

Tidak lama setelah panggilan ia tutup, Sera kembali dengan dua buah minuman di tangannya.

"Nih, gue beliin juga buat lo," ujarnya seraya menaruh kaleng minuman di meja Himam.

Himam tak menjawab perkataan gadis itu bahkan hanya untuk mengucapkan terima kasih. Suara yang baru saja ia dengar dari kontak bernama Helmi kembali menggema di telinganya kemudian benaknya menjadi bertanya-tanya, siapa pemuda yang berbicara begitu akrab dengan Sera seperti tadi selain dirinya?

•••

Malam harinya Helmi benar-benar datang mengunjungi Sera seperti apa yang ia ucapkan di telepon beberapa jam yang lalu, mereka bertemu di luar rumah Sera.

Helmi menyelipkan poni Sera dan meminta gadis itu untuk sedikit mendongak agar memudahkan dirinya meneteskan obat merah. Sera langsung meringis begitu merasakan cairan obat itu mengenai luka gores di dahinya.

"Tahan, ya," kata Helmi kemudian meniup pelan dahinya sebelum memakaikan plaster.

"Nah, udah beres," ujar Helmi seraya tersenyum.

"Makasih, ya."

"Jangan bilang makasih terus, dong."

Sera tertawa kecil kemudian tangan Helmi bergerak untuk mengambil ikat rambut dari pergelangan tangan si gadis lalu menggigitnya sementara tubuhnya semakin mendekati Sera.

Kedua tangan Helmi terangkat merapihkan seluruh rambut Sera ke belakang kemudian mengikatnya menjadi satu, setelahnya ia merapihkan rambut depan gadis itu sebagai sentuhan akhir dari tindakannya.

Helmi mengulas senyuman di wajahnya kemudian berkata, "cantik."

Tentu saja tindakan serta perkataannya yang singkat itu sukses membuat jantung Sera berdetak dengan cepat dan perasaanya kembali menjadi tak karuan kala Helmi berada di dekatnya. Bagai merasa senang, gugup, dan antusias dalam satu waktu.

Gadis itu merasa pemuda di hadapannya itu benar-benar telah mengambil hatinya.

Sementara di ujung jalan sudah ada Himam yang sudah berdiri sejak tadi memperhatikan kedua anak manusia di depan rumah Sera. Bahkan kini dirinya masih terkejut ketika mengetahui siapa pemuda yang bernama Helmi itu.

Dugaan yang sempat ia tepis ternyata itu adalah sebuah kebenarannya.

Dari ujung sana Himam memperhatikan bagaimana Helmi berbicara dan tertawa, ternyata semua itu masih sama. Tanpa ada niat, satu bulir air mata jatuh dari ujung matanya tetapi dengan cepat Himam segera menyekanya lalu pergi dari sana.

•••

Kini Himam tengah melamun di depan meja belajar, pikirannya sibuk mengulang kejadian yang baru saja dilihat kemudian tangannya bergerak untuk menelepon seseorang.

Berkali-kali jari telunjuknya ia ketukan di atas meja dengan pelan seraya telinga kanannya mendengarkan suara sambungan telepon.

"Halo Ayah," ucapnya cepat begitu seseorang yang ditelepon menjawab panggilannya.

"Iya nak, kenapa?"

"Ayah, Himam mau tanya sesuatu."

"Iya, tanya aja."

"Kapan terakhir kali ayah ketemu sama Helmi?"

Himam mendengar suara helaan napas dari sebrang sana setelah bibirnya selesai menyebut nama Helmi. "Kenapa kamu nanyain dia? Udahlah, itu enggak penting."

"Tolong jawab, Ayah."

"Udah lama banget nak, sejak kamu masuk SMA dan setelah kejadian itu."

Himam mengangguk-angguk pelan sebelum berbicara, "oh ... ok, Ayah."

"Kenapa tiba-tiba kamu nanyain dia?"

"Enggak apa-apa. Ya udah, Himam tutup dulu, ya."

Setelah mengakhiri sambungan telepon dengan sang Ayah, Himam membuka laci meja belajarnya dan mengambil sebuah bingkai foto dari sana.

Dilihatnya kembali foto itu. Foto yang di ambil ketika kelulusan Sekolah Dasar bersama saudaranya, saat itu semuanya masih berjalan dengan baik-baik saja.

Kedua bola mata Himam kembali memanas seakan air matanya akan kembali mengalir dari sana.

"Udah lama banget kita enggak ketemu ya, kak," monolognya.

-to be continued...

He Is Me | Heeseung ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang