•HIM• 6 : He Saves Her

697 113 8
                                    

•╌╌╌╼⃘۪۪❁⃘̸۪۪⃗╾╌╌╌𝐇𝐚𝐩𝐩𝐲 𝐑𝐞𝐚𝐝𝐢𝐧𝐠╌╌╌╼⃘۪۪❁⃘̸۪۪⃗╾╌╌╌•

Lagi-lagi Sera harus dihadapkan dengan buku tebal dan buku jurnal berisi rangkuman materi yang bahkan belum ia selesaikan akibat kejadian dua hari yang lalu. Hari ini, ujiannya akan dilaksanakan tetapi masih sedikit sekali materi yang dapat masuk ke dalam otaknya.

Jauh dari kata tenang, kini di dalam diri Sera hanya ada kekhawatiran perihal ujian yang akan berlangsung beberapa menit lagi. Kejadian yang terjadi pada Sera akhir-akhir ini membuatnya menjadi goyah dan tak fokus dengan ujiannya, padahal gadis itu jauh sekali dari kata 'tidak siap' bila hendak menghadapi ujian.

Himam yang duduk di samping meja Sera tergerak mencondongkan tubuhnya mendekati Sera. "Udah dipelajarin semua, 'kan?" tanyanya.

Bola mata Sera yang sedaritadi hanya fokus membaca ratusan kata pada buku tebal di tangannya menjadi bergulir melirik Himam, ia teguk salivanya sebentar lalu mengangguk pelan atau terkesan seperti ragu. Ya ... ia sendiri pun ragu karena hanya membaca dengan sekilas lantaran kini ia tak punya banyak waktu lagi.

Sera beralih untuk melihat jam di layar handphonenya, sepuluh menit lagi ujian akan dimulai. Di dalam hatinya, Sera banyak-banyak merapalkan doa agar materi yang hanya dibaca sekilas dapat dengan jelas ia ingat nantinya.

Ting!

Notifikasi pesan dari handphone Sera berbunyi kemudian ia kembali menekan tombol kunci layar dan melihat dari siapa pesan itu berasal, sontak kedua alisnya sedikit terangkat begitu membaca nama Helmi di sana.

Helmi
|hari ini ujian, kan?|
|semangat ya, pasti bisa kok!|

Seketika Sera mengulas senyum hangat di wajahnya kemudian dengan cepat ia membalas pesan singkat itu.

|makasih ya, Helmi|


Tepat setelah ia menjawab pesan singkat Helmi, Dosen masuk ke dalam kelas seraya membawa map di tangannya.

Begitu selesai mengoper kertas ujian, Sera beralih melihat soal-soal yang ada di kertas tersebut. Ada beberapa yang sudah ia pelajari dan ada beberapa juga materi yang tak dapat masuk ke dalam otaknya.

"Sera," panggil Himam setengah berbisik. "Semangat ya, pasti bisa kok!"

Sera langsung tersenyum setelah mendengar kata-kata yang dilontarkan oleh Himam, mengingatkannya pada pesan singkat yang Helmi kirim. Kata-katanya begitu sama persis hingga ia merasa bahwa kini Helmi sendiri lah yang tengah menyemangatinya secara langsung namun, dalam penampilan yang berbeda.

•••


Sera meringkuk menenggelamkan kepala di atas kedua lututnya, bahunya bergetar akibat menahan suara tangis yang sedaritadi ingin sekali dikeluarkan. Sementara di depannya ada kertas hasil ujian dengan banyak coretan tinta merah serta angka besar di ujung sebelah kiri yang menunjukkan nilai yang ia dapat.

Di tengah-tengah isak tangisnya, Sera kembali mengingat saran Himam sebelumnya.

"Lo harus ngambil remidial!"

"Himam, lo tau remidial dimulai tiga hari lagi sedangkan materinya bakal lebih banyak daripada ujian hari ini."

"Ya terus? Apapun itu, lo harus ngambil remidial. Tenang aja, gue bakal bantu lo belajar, kok. Sera, gimana kalau ayah lo sampe tau nilai ujian lo merah?"

Dengan cepat Sera mendongakkan kepala kemudian menghela nafasnya kasar.

Sera sangat bingung dengan apa yang akan dilakukan, haruskah ia mengambil remidial seperti saran Himam atau tidak?

Sera menyeka bekas air mata di pipinya itu lalu mengambil buku jurnalnya, hendak menuliskan sisa materi yang sekiranya akan diujikan untuk remidial tetapi baru saja gadis itu menulis satu paragraf, sesuatu yang tak ingin ia dengar lagi justru kembali terdengar.

Keadaannya bahkan sama persis dengan dua hari yang lalu ketika ia juga tengah menulis materi di buku jurnalnya.

Bolpoin di tangannya itu ia taruh di atas meja lantas menyandarkan punggung pada sandaran kursi, sementara kedua telinganya dapat dengan jelas menangkap suara keras dari Ayahnya.

Tidak bisakah ia belajar dengan tenang walaupun itu hanya untuk sehari saja, pikir Sera.

Serasa suara mengganggu itu tak kunjung berhenti dan justru semakin keras, Sera menutup kedua telinga menggunakan tangan dan kembali menahan isak tangisnya lalu terbesit di pikiran untuk menelepon Himam.

Sera sedikit menghela napas setelah mendengar suara sambungan telepon begitu ia menekan kontak Himam.

"Himam," ucap Sera cepat

"Kenapa, Ra?"

"Mereka berantem lagi," ujar Sera sedikit bergetar.

"Sera, tenang. Lo di kamar aja dengerin lagu atau belajar, ya?"

"Enggak bisa, Himam. Gue pengen keluar rumah."

"Sera, sekarang udah malem. Udah lo di kamar aja, ya? Kalau lo enggak mau belajar, ngobrol aja sama gue."

Telinga sebelah kanannya memang dapat mendengar suara Himam namun, telinganya yang lain masih tetap bisa mendengar suara yang tidak ingin ia dengar dan itu membuat kepalanya pusing bagai hendak meledak.

"Himam, nanti gue telepon lagi, ya."

Setelahnya, sambungan telepon diakhiri sepihak oleh Sera. Kini ia bingung dengan apa yang akan dilakukan lalu dengan masih menatap layar handphone yang menunjukkan deretan kontak, matanya menangkap sebuah nama namun awalnya ibu jarinya sedikit ragu untuk menekan tombol panggil pada kontak itu.

"Halo, Sera?"

"Helmi."

"Kenapa? Suara lo kenapa gitu?"

Sera menarik napasnya panjang sebelum ia menjawab, "orang tua gue berantem lagi."

"Mereka berantem di ruang tengah?"

"Enggak, kayaknya di kamar. Gue mau keluar rumah."

"Ya udah, tunggu ya gue jemput. Lo keluar aja sekarang."

"Tapi Helmi..."

"Kenapa, Ra?"

"Enggak apa-apa? Takutnya lo lagi sibuk."

"Gue enggak sibuk, kok."

"Helmi... cepet sampe, ya."

"Iya, udah jangan nangis ya, Ra. Gue ke sana sekarang."

Setelah sambungan telepon dengan Helmi berakhir, Sera bergegas keluar kamar dan menuruni tangga dengan langkah yang dibuat sepelan mungkin agar kedua orang tuanya yang tengah bersitegang itu tak mengetahui bahwa kini putri semata wayangnya tengah menyelinap untuk pergi.

Sera dengan cepat menghirup udara malam yang langsung menyapanya begitu menginjakkan kaki ke luar rumah. Saat ini udara malam yang dingin terasa lebih baik daripada kehangatan di dalam rumah, pikir Sera.

Sera memilih untuk berjalan sedikit menjauhi rumahnya namun, begitu ia baru ke luar ada seseorang yang memanggilnya dari arah yang berbeda hingga membuatnya harus menoleh ke belakang.

Sera sontak menghela napasnya lega begitu melihat pemuda dengan kaus putih yang dipadukan kemeja hitam panjang berlari mendekatinya.

"Sera, lo eng-"

Kalimat Helmi dipotong oleh keterkejutan dirinya sendiri begitu Sera tiba-tiba memeluknya. Sekaan mengerti apa yang tengah Sera rasakan, kedua tangan Helmi terangkat untuk membalas pelukan gadis itu, merengkuhnya dengan erat dan sesekali mengusap kepalanya pelan mencoba menenangkannya.

Sera sendiri bahkan melakukannya dengan tiba-tiba tanpa ada niat hendak memeluk Helmi sebelumnya. Entah mengapa begitu melihat Helmi, sesuatu nan berat yang sedaritadi menumpu pada kedua bahunya seketika lenyap begitu saja.

Ditambah lagi aroma parfum milik Helmi yang langsung menyeruak indera penciuman Sera semakin membuat gadis itu tenggelam dalam rengkuhan sang pemuda.

Helmi, membuatnya bisa bernafas lega malam ini.

-to be continued...

He Is Me | Heeseung ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang