•HIM• 16 : He is Angry

522 90 1
                                    

     •╌╌╌╼⃘۪۪❁⃘̸۪۪⃗╾╌╌╌𝐇𝐚𝐩𝐩𝐲 𝐑𝐞𝐚𝐝𝐢𝐧𝐠╌╌╌╼⃘۪۪❁⃘̸۪۪⃗╾╌╌╌•

"Kamu tau Himam, perbuatan kamu yang kemarin sangat tidak terpuji," ujar pria paruh baya di hadapan Himam itu.

Himam terduduk di sebuah kursi di ruangan yang cukup besar, di hadapannya ada Dekan Fakultas tengah menatapnya disertai amplop putih di genggamannya. Himam pun mengangguk-angguk pelan menyetujui apa yang dikatakannya.

"Kamu saya berhentikan sementara dari kampus dan ini suratnya."

Usai diberi peringatan oleh Dekan, Himam keluar gedung kampus seraya menghela napasnya berat. Amplop tersebut ia buka dan ia lihat baik-baik tulisan apa yang tertera di sana, tubuhnya lantas dihempaskan ke dinding dengan kasar disertai tangannya meremas kertas tersebut sebelum membuangnya asal.

Kini atensi Himam beralih pada seorang gadis yang tengah terburu-buru menuju gerbang kampus, dengan sigap ia berlari mengejarnya.

"Sera!" panggil Himam.

Mendengar namanya dipanggil, Sera menghentikan langkahnya untuk menoleh ke sumber suara kemudian ia mengembuskan napas malas kala melihat Himam menghampirinya.

Himam mengulas senyuman begitu sudah berada di hadapan Sera namun, gadis di hadapannya itu tak menunjukan ekspresi apapun di wajahnya. "Ayo, hari ini kita harus belajar, 'kan?"

Sera menggeleng pelan. "Mulai sekarang kita enggak perlu belajar bareng lagi."

Himam terkejut bukan main begitu mendengarnya. "K-kenapa?"

Sera memalingkan wajahnya kemudian kembali menghelas napasnya bagai sudah muak. "Lo bukan lagi Himam yang gue kenal, mungkin nanti cara belajar lo juga berubah."

"Gue enggak ngerti lo ngomong apa, Ra?"

"Gue juga enggak ngerti kenapa lo tiba-tiba berubah. Apa yang lo dapetin dengan ngerubah penampilan dan berantem kayak gitu?" Sera diam sejenak. "Lo udah ngambil jalan yang salah, Mam."

"It's because of you," ucap Himam pelan.

"Karena gue? Kalau gitu jauhin gue."

Himam segera menggeleng cepat. "Gimana bisa gue jauhin lo?"

"Kenapa enggak bisa? Kalau gue penyebab lo jadi ngerugiin diri sendiri kayak gini, lebih baik jauhin gue."

"Sera, kita udah bareng-bareng terus selama lima tahun dan gue enggak bisa jauh dari lo. Gue juga ngebatuin lo belajar—"

"Oke," potong Sera cepat.

"Kalau gitu kita akhiri aja semuanya. Gue berterima kasih banyak sama lo karena selama ini udah bantuin gue belajar sampe gue bisa jadi yang terbaik di sekolah maupun di kampus dan ..."

Kalimat Sera terhenti karena ia menundukkan kepala seraya tangannya mengepal untuk menguatkan diri kemudian bahunya mulai gemetar di saat ia kembali menaikan pandangan untuk menatap Himam. "Mungkin ucapan terima kasih aja enggak akan cukup buat ngebayar apa yang selama ini udah lo lakuin buat—"

"Iya," potong Himam. "Lo bener."

Kemudian kedua kaki Himam melangkah pelan mendekati Sera, melihat tubuh pemuda itu semakin mendekat padanya sontak gadis itu pun bergerak mundur.

"Ucapan terima kasih aja enggak cukup. Be my girlfriend and that's enough."

Sera menatap tajam ke arah Himam begitu mendengar permintaannya namun, sepersekian detik kemudian matanya berubah menjadi membulat begitu seseorang mendorong Himam dengan tiba-tiba.

"Ngomong apa lo barusan?!" tanya Helmi.

Himam yang masih sedikit terkejut karena tubuhnya terhuyung akibat dorongan dari Helmi tersebut, hanya menatap kakak laki-lakinya itu dengan tajam sementara Helmi berjalan mendekatinya seraya menatapnya tak kalah tajam.

"Jauhin pacar gue atau lo berurusan sama gue," ujar Helmi dengan penuh penekanan.

Himam langsung mengerutkan kedua alisnya tak percaya setelah mendengar ucapan Helmi. Himam pikir itu pasti bohong, itu pasti hanya tipuan Helmi agar mencegahnya untuk mendekati Sera kemudian ia mendorong bahu Helmi kasar agar menyingkir dari hadapannya.

Kedua kakinya membawanya kembali mendekati Sera dan meraih tangan gadis itu seraya berkata, "ayo, Sera."

Namun Sera segera menepis tangannya hingga membuat Himam menatapnya dengan tatapan penuh tanya, sementara gadis itu mengalihkan pandangannya pada Helmi kemudian menghampirinya.

"Ayo Helmi, kita pergi aja dari sini," ajak Sera seraya menggenggam tangan Helmi.

Helmi mengangguk kemudian berjalan melewati Himam yang masih menatap keduanya dengan bingung bercampur tak percaya dan kesal. Dilemparkannya tatapan sinis kepada Himam sebelum ia dan Sera benar-benar pergi dari sana.

Himam menatap punggung keduanya dengan marah, kedua tangannya mengepal kuat lalu tangan kanannya dengan kasar membanting tas yang sedaritadi bertengger di bahunya di atas jalanan beraspal.

Kedua kakinya berjalan simpang siur, napasnya menjadi seperti terengah-engah akibat menahan amarah. Himam tak bisa menerima kenyataan bahwa Sera, gadis yang ia sukai sejak tiga tahun ke belakang kini lepas dari genggamannya dan pergi pada kakak laki-lakinya sendiri.

Dengan perasaan marah yang semakin menggebu-gebu Himam menendang pematang di sisi jalan untuk melampiaskan kemarahannya.


-to be continued...

He Is Me | Heeseung ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang