#17 Arkana

3.1K 293 24
                                    

ARKANA

Rasa pening tiba-tiba mengerogoti kepala ana. Wanita itu beberapa kali berusaha untuk mengerjapkan matanya seraya menepuk-nepuk kepala sakit.

“ jangan di pukul” arka mengambil tangan ana, masuk ke dalam dekapan.

“arka kita dimana?” ana mengerjapkan mata beberapa kali untuk mencapai kesadaran.

“di rumah gue”

Setelah mendengar kejadian ana pingsan di gudang, arka buru-buru meninggalkan acara festival. Bahkan medali kemenangan juara umum saja belum sempat dia ambil karena terlalu khawatir. Beberapa guru berusaha untuk menegur arka kembali ke podium, namun apadaya arka yang tak peduli malah menatap satu per satu guru itu tajam.

“makan dulu ya na” arka mengambil bubur yang baru saja di sediakan oleh maidnya tadi.

“ga bisa mulut ana perih” memang luka di sekitar bibir ana belum sembuh semua, apalagi aksi anarkis yang dilakukan sekelompok wanita itu masih tercetak jelas. Melihat ana meringis, membuat lengan arka mengepal kuat ke dalam saku celana.

“pelan-pelan aja makannya... sini gue suapin” arka mengambil alih sendok yang berada di tangan ana, lengannya dengan sigap menyuapkan bubur ke dalam mulut ana.

“arkha maafhvhin ahnhna” ucap ana sedih sambil mengunyah makanan “ghvarah-ghwarah anwhah festhivwal arkhva khveh ghangguh”

“ana telen dulu makanannya”
Ana berusaha menelan makanan susah payah, melihat itu buru-buru pria disampingnya memberikan air minum.

“ta-tapi a-ana.. hikss an-ana....” isakan kecil keluar dari bibir munglinya beberapa kali, menahan rasa sesak didada. Entah mengapa mengingat kejadian di gudang tadi membuat tangisnya makin menjadi.

Arka naik ke atas ranjang, mengambil kepala ana untuk bersender di bahu kekarnya. Bibir pria itu beberapa kali mengecup pucuk rambut ana sayang “shhh.. ada gue”

Lengan ana melingkar ke sekeliling pinggang arka, seolah disanalah tempat ternyaman. Ana tidak tau bagaimana hidupnya jika tidak ada arka. Sebut saja dia ketergantungan. Karena kedua orang tuanya yang sangat sibuk menjadikan dirinya sedikit merasa haus perhatian.

Bukan hanya ana, aldo dan arka juga merasakan hal yang sama. Hanya saja sisi sensitif perempuan lebih dominan apalagi dimasa remaja seperti ini.

“arka... mana kelingkingnya” rengek ana dengan nada yang memelas.

“buat apa na?”

“sini dulu iihhhh...”

Arka mengalah, dia berhenti mengusap perut ana dan mengeluarkan tangannya dari balik baju merah muda itu.

“arka janji jangan pernah pergi dari ana ya? Apapun yang terjadi? kalaupun arka udah nemuin cinta sejati arka.. arka harus tetap inget sama ana” ana menautkan kelingking kecil bersamaan dengan kelingking pria disampingnya.

Arka diam tidak menjawab. Dia malah kembali mengelus surai rambut ana, mengecup beberapa kali kedua mata ana yang masih sembab.

“tidur” perintah arka mutlak.

Cepat-cepat ana memejamkan mata, melingkarkan kembali lengannya ke sekeliling pinggang arka.

Melihat ana yang seperti ini malah mengingatkan arka pada ana kecilnya dulu. Ana yang sangat aktif, polos, menggemaskan dan suka makanan manis dengan pipi gembul.

Flashback on

Saat orang tua arka yaitu keluarga utama memutuskan untuk berkunjung ke rumah sahabatnya. Arka kecil datang menggunakan tuxedo lengkap dengan dasi kupu-kupu demi memenuhi undangan keluarga purnomo atas kesuksesannya mengembangkan bisnis restaurant.

MAGNETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang