Lagi dan lagi, Olive mendapati pandangan Pandu tidak fokus dan terlihat kurang tidur. Rupanya kejadian kemarin masih membuat suasana hati Pandu tak menentu. Olive bukannya tidak tahu menahu soal kejadian di sekolah kemarin, kabar burung begitu cepat sehingga walaupun ia tidak berada TKP, Ia bisa dengan sangat mudah mengetahui gosip tersebut. Awalnya ia tak mengira itu betulan sampai ia lihat penampakan sepupunya itu hari ini, tampak murung dan melamun. Sudah bisa dipastikan kalau gosip itu benar adanya.
"Menurut laporan dari si Dimas, di sekolah kita ada satu orang lagi yang terlibat langsung dengan circle-nya Caesar."
"Ada buktinya?"
"Belum kuat buktinya, baru praduga. Lebih lanjut dia akan terus mengawasi si orang ini."
"Bagus lah, setidaknya ada progres. Udah dua minggu lebih ini kita diem di tempat.
"Gimana tanggapan lo Pan?" Malik bertanya sambil melihat-lihat berkas yang telah ia terima dari beberapa kaki tangan mereka. Tak kunjung mendapat balasan dari Pandu, ia mengangkat wajahnya dan mendapati cowok itu duduk terdiam dengan pandangan entah kemana.
Ia melirik pada Gery dan Olive yang sama-sama mengangkat bahu tidak tahu apapun mengenai Pandu yang terdiam membeku.
Olive mendesah pendek, ia bangkit berdiri dan membereskan berkas-berkas itu termasuk merampas berkas yang masih Malik pegang. Dengan berat hati ia memutuskan untuk mengakhiri rapat dadakan mereka sore itu.
"Thanks guys, minggu pagi kita diskusi lagi." Katanya, membiarkan kedua teman Pandu pulang tanpa sempat bertukar sapa dengan Pandu.
"Oke, mau bahas sesuatu Kak?" Olive berbalik, ajaibnya Pandu mulai bergerak dari diamnya. Kepala lelaki itu tertoleh pada kehadiran Olive di ambang pintu kamarnya.
"Lo gak pulang juga?" Tanyanya dengan nada kelewat tenang, membuat kerut di dahi Olive tercetak jelas.
"I need you to talk, what's wrong with you Kak?"
"Gue lagi gak mau bahas Liv."
"Tentang Sekar?"
"Liv..."
"Oke, oke"
Nada lelah itu membuat Olive menyerah, kedua tangannya terangkat seperti pencuri yang sedang ditodong pistol. Tanpa kata Olive berbalik, membuka pintu kamar Pandu dan memutuskan untuk pulang juga ke rumahnya.
Menyisakan Pandu seorang diri, cowok itu menghembuskan nafasnya kasar. Ia menyandarkan kepalanya di sofa, menengadah menatap langit kamarnya lalu sedetik kemudian ia mengusap wajahnya dengan gusar.
"Salah banget ya gue?"
^^^^^
"Mau kemana Kar?" Tanya Ibu Puri heran saat melihat gadis itu keluar dari kamarnya dengan setelan jaket kebesaran dan celana training.
"Indomaret."
"Katanya kamu sakit? Udah mendingan emang?"
Sekar kelabakan, ia segera membungkus kepalanya dengan topi yang sengaja ia bawa agar menyamarkan wajah sembabnya. Ya, Sekar bilang ia tidak enak badan dan meminta ijin pada Ibu Puri untuk tidak masuk sekolah hari ini. Padahal yang terjadi adalah ia menangis semalaman, sebisa mungkin agar seantero panti tidak tau bahwa ia menangis jadi ia membuat alasan untuk istirahat agar tidak diganggu.
Tapi hingga sore, matanya masih agak sembab walau tidak separah saat ia bangun pagi tadi.
"Udah Bu, ini mau...beli vitamin."
"Yakin kuat? Kamu bisa suruh Adam buat beli ke apotek saja biar lebih murah."
"Gak perlu Bu! Biar Sekar aja sekalian mau beli pembalut. Sekar pergi dulu!" Sekar dengan tergesa berjalan ke luar rumah tatkala Ibu Puri bergerak mendekatinya, jangan sampai Ibu tau kalau dia menangis semalaman.
Sekar sendiri memang tidak bohong untuk ke Indomaret, karena nyatanya ia memang membutuhkan pembalut dan keperluan mandinya yang sudah mulai habis. Kalau vitamin, ya hanya untuk alasan kuat saja bahwa ia sungguh tidak enak badan.
Ia memilih berjalan kaki, ada sih sepedanya Aline yang nganggur tidak dipakai pemiliknya. Tapi Sekar sedang ingin jalan-jalan santai sambil menikmati udara sore hari yang sejuk setelah seharian terasa gerah terlebih ia mengurung dirinya terus di dalam kamar.
Sepanjang jalan ia merenungi kejadian kemarin. Rasanya memalukan sampai-sampai ingin rasanya ia pindah sekolah. Ujian kenaikan kelas sebentar lagi akan dimulai, tapi hari demi hari pikirannya terasa penuh saja oleh kasus ini. Ia tidak akan lari, ia hanya butuh sendiri dulu. Menenangkan pikiran.
Setelah beberapa menit akhirnya Sekar sampai di minimarket itu. Karena terdapat mesin ATM, pengunjung jadi terasa lebih ramai. Mereka mengantri panjang mungkin karena ini awal bulan, mereka yang bekerja pasti sedang melakukan transaksi untuk menarik tunai atas upah bulanan. Sekar melirik sekilas dan memilih untuk pergi ke rak pembalut, tujuan awal.
Ketika sedang sibuk memilih, ia kembali menoleh pada barisan itu. Jika tak salah lihat, ia baru saja mengenali seseorang yang sedang mengantri tersebut. Benar saja, disana ada Lybra.
Kakak Leo itu tampak sibuk dengan ponselnya dan sesekali mengajak seorang lelaki asing di sampingnya untuk berbicara. Tanpa ragu, Sekar menghampirinya dan menepuk bahu gadis itu sampai membuatnya terlonjak kaget.
"Eh Sekar?" Katanya masih dengan wajah yang diliputi terkejut, lantas ia menyerahkan kartu ATM pada lelaki asing itu, menyuruhnya untuk berganti ambil posisi antrian.
Sekar sempat tertegun melihatnya.
Kenapa kartu ATM sepenting itu bisa Kak Lybra bagi pada orang lain, batinnya.
Sekilas sempat ia lirik lelaki itu, yang entah kenapa sebisa mungkin menjauhi tatapan dari Sekar. Lybra kemudian menariknya menjauh dan membawanya keluar lalu duduk di bangku yang memang sudah tersedia di teras indomaret.
"Apa kabar lo?" Tanya Lybra tanpa basa-basi, gelagat cewek itu nampak tidak biasa bagi Sekar. Ia terkadang menggaruk lehernya dan sesekali melirik temannya di antrian.
"Baik Kak, lagi ambil duit?" Ujar Sekar kemudian.
"Iya nih."
Sekar mengangguk-angguk saja meski masih agak bingung pada sosok lelaki itu siapa sampai-sampai bisa memegang barang penting milik Lybra.
"Eh gimana Leo?"
"Hmm masih kayak biasa.."
"Gue perasaan jarang liat lo di sekolah."
"Ah, masa sih Kak. Sekarang kan aku terkenal banget di sekolah."
Lybra membelalak kaget, membuat Sekar kembali bertanya dalam hati. Memangnya Lybra selama ini ngapain aja sampai tidak tau dirinya kini jadi target bully teman-temannya di sekolah.
"Kok bisa?"
"Bisa lah Kak pokoknya hehe..."
"Eh lo mau belanja ya? Gue malah seret lo kesini lagi."
"Santai, temu kangen dulu sama Kak Lybra."
Suasana terasa canggung, entah karena apa sampai-sampai Lybra mengeluarkan vape-nya dan menghisapnya tanpa ragu di depan Sekar.
Kembali Sekar bertanya, sejak kapan Lybra suka nge-vape?
Mereka masih sempat berbasa-basi hingga cowok asing itu selesai bertransaksi. Lybra kemudian pamit undur diri dan menghampiri cowok itu yang hanya bisa Sekar perhatikan dari samping. Ia pun kembali masuk ke dalam untuk melanjutkan rencana belanja bulanannya.
Tapi ada sesuatu yang ganjil, tiba-tiba saja bahunya ditabrak oleh seseorang. Membuat belanjaannya jatuh dan terpaksa ia kembali merapihkannya. Ia mendongak untuk melihat orang itu namun, orang berbaju hitam dan bertopi hitam itu sudah melangkah tergesa keluar dari indomaret.
Sekar mendesah pendek lalu kembali memasukan belanjaannya pada keranjang tangan. Tapi, ada segulung kertas kecil yang mencolok perhatiannya. Warna kuning dan bukan seperti struk belanjaan atau semacamnya.
Ia memungut kertas itu lalu membukanya, disana tertulis..
Jangan ikut campur, kalau masih mau selamat.
^^^^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Criminal (#EG Series 3)
Teen FictionPandu terjebak dalam sebuah kasus yang tak pernah ia kira sebelumnya, hanya karena suatu hari saat ia akan pulang dari sekolah, ia dan kawan-kawannya menyelamatkan Sekar dari kerumunan tawuran antar pelajar. Awalnya hanya karena menolong Sekar namun...