Bunga Mawar

34 8 0
                                    

Rey menikmati langit mendung siang itu. Hari seharusnya sudah terik. Tapi matahari ternyata enggan muncul dari peraduan. Semilir angin dan rasa dingin yang begitu Rey suka. Tapi di satu sisi, ia jadi sedikit mengantuk. Pukul 12 siang. Ini adalah jam istirahat. Rey hanya membawa sepotong roti untuk ia makan. Dan memakannya di taman rumah sakit. Duduk di sebuah kursi tanpa meja.
Tiba-tiba Bagas datang dan duduk di samping Rey.

"Makan apa? Kok gak bagi-bagi?" Celutuknya melihat Rey yang makan sambil melamun. Rey sama sekali tidak menghiraukan lelaki di sampingnya.

"Kalau makan itu, jangan melamun. Nanti tersedak."

Rey kemudian tersadar.

"Oh Mas Bagas. Aku gak melamun, cuma lagi nikmatin makan aja." Rey menunjukkan roti yang sudah ia makan separuh.

"Kok enggak makan di kantin? Kan bisa bareng kita."

"Di sini suasananya nyaman." Rey tersenyum sambil menghirup udara dingin itu.

"Hai Bu Dokter cantik." Ternyata Han datang entah darimana.

"Hai." Rey membalas dengan agak kaget. Sudah seminggu mereka tidak bertemu. Dan baru semalam ia teringat anak ini. Ternyata sekarang datang lagi.

"Sana pindah." Han menyuruh Bagas bangkit.

"Kamu siapa? Seenaknya nyuruh saya pindah?"

"Udah-udah kita duduk bertiga aja ya." Rey berusaha melerai.

"Ah gak mau. Apaan itu. Dia harusnya ngalah, kan sudah ngobrol dengan kamu. Sekarang giliran saya."

Bagas masih dengan wajah pahit. Ia tidak kenal laki-laki itu. Tapi Rey, seperti sangat mengenalnya.

"Udah gak papa Rey, Mas ngalah. Nanti Mas tunggu di atas ya. Ada yang mau di bahas." Tiba-tiba saja Bagas ingin bicara.

Rey mengangguk. Sedangkan Han, merasa seperti sudah menang.

"Kamu kenapa sih?" Rey bertanya dengan kening mengkerut.

"Kenapa apanya?"

"Ya itu, kenapa harus begitu?"

"Saya mau pdkt sama kamu, dia mau gangguin."

Rey hanya geleng-geleng. Tidak tau harus bilang apa.

"Ini buat kamu." Han memberikan sekuntum mawar merah.

"Kenapa kamu kasih saya bunga mawar?"

"Karena semua perempuan suka bunga mawar." Han cengar-cengir.

"Makasih." Rey tersenyum

"Kamu suka?" Han bertanya dengan nada bersemangat.

"Suka."

"Berarti saya benar, semua perempuan suka bunga mawar." Han semakin merasa bangga.

"Iya suka, tapi kok masih ada durinya?" Rey sedikit manyun saat ia memandangi batang mawar dengan duri besar-besar dan tajam.

"Itu dari halaman rumah saya... Hehehe." Han jadi sedikit malu-malu. Kelihatan kalau dia tidak modal.

Sesaat mereka sama-sama terdiam. Dan kali ini, Rey yang mulai bicara.

"Saya pikir tipikal cowo playboy seperti kamu cuma iseng sama perawan tua seperti saya."

"Perawan tua? Emangnya umur kamu berapa?"

"Dua puluh lima."

"Ah itu mah bukan perawan tua. Kalau umur kamu 60, baru bisa di bilang begitu."

Rey hanya tersenyum. Ada benarnya kata Han. Mungkin Mami saja yang terlalu ngebet dia menikah.

"Berarti Bu Dokter lebih tua setahun dari saya."

"Oh ya?"

"Iya... Tapi kalau nanti kita nikah. Kamu harus panggil saya Abang, Mas, Aa' atau Akang juga boleh."

"Geer banget. Siapa yang mau nikah sama kamu."

"Ntar juga mau." Han kembali menggodanya.

"Kenapa kamu ke sini?"

"Karena saya tau kamu kangen sama saya."

"Siapa bilang?"

"Feeling saya bilang begitu."

"Ada-ada aja."

"Saya udah dapat nomor telpon kamu. Tapi belum sempat nelpon, enggak ada pulsa." Han bicara terus terang. Entahlah. Rey sendiri lucu mendengarnya.

"Jadi kamu ke sini minta saya isikan kamu pulsa, begitu?"

"Bukan... Saya ke sini justru ingin mengobati rasa rindu saya ke kamu."

"Gombal."

"Serius... Ini kejujuran dari lubuk hati saya."

"Saya heran."

"Heran kenapa?" Han antusias bertanya.

"Kenapa kamu terus deketin saya?"

"Karena saya suka sama kamu. Masa gitu aja gak tau."

"Tapi kamu gak pernah bilang."

"Ya masa baru kenal dua Minggu udah bilang suka. Kamu pasti gak mau."

"Kalau bertahun-tahun juga saya belum tentu mau."

"Seenggaknya kamu bisa lihat kegigihan saya berjuang." Han mendekatkan wajahnya pada Rey, seakan-akan ia bicara serius.

"Saya gak percaya sama kamu."

"Nanti juga bakal percaya."

Han kemudian melanjutkan kalimatnya.

"Yang tadi saingan saya?"

"Itu Mas Bagas. Anaknya teman Papi. Mereka selalu jodohin kita."

"Saya sama dia, lebih ganteng siapa?"

"Enggak ada."

"Kok gak ada sih?"

"Kalau saya suka baru saya bilang ganteng."

"Jadi saya harus buat kamu suka sama saya dulu, baru bisa ngaku kalau saya ini ganteng?"

Rey mengangguk sambil tersenyum.

"Oke... Catat tanggal hari ini. Akan saya buat kamu suka dua atau tiga bulan lagi."

Pagi readers semua😍 Han semakin gigih nih buat deketin Rey. Gimana ya kisah mereka selanjutnya?Support terus Author dengan kasih vote dan komentar di setiap Bab nya🤗Thankyou All❤️

To Rey (The Letter Of Love)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang