Han membuang bungkus nasinya. Kemudian kembali duduk di depan Rey.
"Oke sekarang saya akan cerita. Saya ini cuma laki-laki biasa yang sedang berusaha mengambil hati bidadari di hadapan saya."
"Gausah modus."
"Saya serius. Waktu terakhir kali kita ketemu, saya belum ada kerja. Saya mikir, mana mungkin seorang Dokter mau sama pengangguran. Meski kerja saya sekarang cuma tukang ojek, itu cuma sebagai batu loncatan aja. Siapa tau nanti bisa jadi direktur." Katanya sambil tertawa kecil.
"Kenapa gak minta tolong sama saya? Di kantor Papi pasti ada lowongan."
"Kalau saya kerja sama Pak Wirawan Malik, yang ada saya di kasih Ultimatum untuk gak deketin putrinya yang cantik."
"Kamu kenal sama Papi?"
"Semua orang juga kenal kali." Han kemudian bicara lagi.
"Apa lagi yang ingin Bu Dokter tau tentang saya?"
Rey menggeleng. Ia tidak tau harus bertanya apa. Rey ingin Han sendiri yang bercerita secara detail tanpa harus di tanya. Toh dia memang belum jelas asal usulnya.
"Bu Dokter gak mau langganan ojek sama saya? Kalau naik ojek, bisa ngindarin macet waktu sore."
"Tarifnya berapa?" Tanya Rey berseloroh.
"Gratisss." Jawab Han bersemangat.
"Saya gak mau kalo gratis."
"Udah dong, saya cuma pengen jemput. Bukan nyari customer. Sama Bu Dokter apa emang harus debat dulu ya?"
"Kok kamu ngotot?"
"Saya gak ngotot cuma heran."
"Kenapa?"
"Orang cantik itu suka bikin pusing."
******
Malam itu, kedua kakak Reyna berkumpul. Raline Membawa serta suami dan anaknya. Sedang Rachel hanya sendiri sebab suaminya masih di luar negeri. Ia juga belum di karuniai anak. Memang sudah menjadi agenda dalam keluarga ini untuk berkumpul di akhir bulan.
"Mami... Mulai besok Rey pulang naik Ojek aja ya?" Kata Rey di tengah semua orang sedang sibuk makan.
"Kok naik Ojek sih? Mobil kamu kenapa?" Tanya Mami keheranan.
"Mobil Rey gak papa. Rey pengen naik motor. Dari dulu kan gak pernah. Ya itung-itung ngindarin macet Jakarta kalau sore."
"Gak usah sok merakyat deh Rey. Udah enak kamu di kasih fasilitas sama orangtua." Kata Raline nimbrung.
Rey melihat kakak tertuanya. Perempuan ini paling sentimen untuk segala hal yang di lakukannya. Rey diam saja, wajahnya masih memperhatikan keputusan sang Mami.
"Nanti kamu dekil loh. Apa kata orang ntar?" Mami Eli melihat anaknya dari atas sampai bawah.
"Enggak kok Mami, lagian Rey pengen ngelihat jalanan tanpa terhalang kaca Riben."
"Biarin aja Mi, entar kalo mukanya udah breakout kena polusi baru deh kapok." Raline kini lebih sentimen.
"Kakak kenapa sih? Suka banget ngurusin hidup aku."
"Kakak yang harusnya nanya sama kamu, Biar apa sih begitu? Biar jadi pusat perhatiaan karna kamu cantik?"
"Udah-udah, kenapa jadi pada ribut sih. Kamu Raline udah juga punya anak, masih aja usil sama adik kamu." Mami Eli melerai.
"Yauda boleh, tapi kamu jangan pura-pura lupa ya." Mami mengizinkan Rey. Tapi dengan syarat.
"Lupa apa Mam?"
"Sabtu malam kita pergi ke acara nikahan Kakaknya Bagas. Jadi kamu harus balik lebih cepat."
"Gimana bisa balik cepat Mi, kalo akhir-akhir ini banyak banget pasien yang rawat inap. Malah Rey harus sering lembur."
"Mami gak mau tau. Lagian kamu kerja jadi Dokter umum gaji nya juga gk seberapa. Tapi mati-matian di sana. Kaya orangtua kamu gak bisa kasih uang." Kali ini Mami Eli yang nyerocos tidak jelas.
"Ini bukan soal uang Mam..."
"Alah udah, pokoknya besok kamu pulang lebih cepat. Bilang juga sama Bagas supaya jemput kamu. Atau Mami nanti yang suruh."
"Ini daging kenapa sih alot banget? Bi Narsi gak bisa apa ya masak steak?"
Kata Raline yang sibuk sendiri sejak tadi.
"Apanya yang alot? Mami ngerasa ini empuk banget malah."
"Mungkin Kak Raline aja yang gak bisa pake pisau sama garpu." Rey meledeknya.
"Gak usah sok ngeledek ya." Raline kembali melotot.
Sedangkan peserta makan malam lainnya hanya jadi penonton debat malam itu. Tiba-tiba Pak Wirawan pulang dengan pakaian habis dari lapangan golf. Jam 8 malam baru pulang. Ngapain lagi kalau bukan nongki-nongki.
"Aduhh, pada makan tapi gak ngajakin Papi." Kata Pak Wirawan sambil berjalan mendekati istri dan anak-anaknya.
"Eh.. cucu Eyang juga ada di sini."
Kedua cucunya berhambur ke arahnya. Memeluk dan mencium kakek tua mereka.
"Makanya gak usah sibuk ke lapangan Golf terus. Paling kerjanya genit sama Caddy Golf yang masih muda. Gak ingat umur. Liat dong udah punya cucu. Gak malu apa sama uban."
"Mami cemburu? Ekhemm ada yang cemburu."
KAMU SEDANG MEMBACA
To Rey (The Letter Of Love)
RomantiekReyna Diandra Malik, Dokter cantik dan ramah. Putri seorang pemilik korporasi sekaligus konglomerat Ibukota. Jatuh cinta pada Reyhan Tirta Mudi, lelaki tampan yang sedang berkutat dengan masalah keluarga. Cinta mereka berhadapan dengan penolakan hin...