Reyna Diandra Malik

48 11 0
                                    


"Tok...tok..tok." terdengar pintu di ketuk perlahan. Diikuti suara seorang perempuan paruh baya.

"Non... Sudah di tunggu tuan dan nyonya di bawah."

"Iya Bi, ini udah siap kok."

Gadis itu kemudian menarik sebuah jas putih kebanggaan. Identitasnya sebagai dokter. Di sana terselip sebuah Nametag bertuliskan Reyna Diandra Malik. Menilik tentang siapa Reyna, mungkin semua orang akan fokus pada kata "sempurna" yang selalu melekat pada dirinya.

Reyna Diandra Malik. Panggilannya Rey. Putri bungsu dari tiga bersaudara. Menjadi yang paling istimewa di antara Siblings nya. Paras cantik, dan kepribadiannya baik. Tutur kata nya lembut tapi tidak manja. Usia baru dua puluh lima tahun. Gadis langganan prestasi dan pernah mengikuti program akselerasi semasa SMA. Lulusan Universitas nomor satu di kota Depok. Tipikal gadis sempurna dengan segala privilege nya. Kini sudah memiliki izin kerja di General Hospital. Belum menikah, juga tidak memiliki pacar. Banyak yang mendekat, tapi semua di tolak.

"Kok lama banget turunnya?" Kata Mami ketika Reyna masih berada di satu anak tangga lagi. Namanya Elita Noera. Panggilannya Jeng Eli, Ratu sosialita dengan kebiasaan ngerumpi. Hobi traveling keliling Eropa. Ikut arisan super Lux. Dan, suka makan mie ayam.

"Agak telat bangun Mom." Reyna mengambil posisi duduk di samping Mami nya.

"Kenapa sih enggak buka praktek di rumah aja?" Celutuk Mami Eli

"Enggak seru dong, lagian kalo buka praktek pribadi malah lebih capek." Kata Reyna sambil melahap sandwhich.

"Kalo enggak praktek di sana, enggak bisa di dekatkan sama Bagas dong Mi."
Nah ini adalah Pak Putra. Lengkapnya Wirawan Putra Malik. Pengusaha meubel dan pemilik restoran dengan sepuluh cabang di seluruh Indonesia. Punya banyak kolega dan relasi. Memilik selera tinggi terhadap estetika. Memberi tuntutan sempurna kepada tiga putrinya. Tapi genit dengan pemandu golf Alias Caddy Golf.

Rey buru-buru menghabiskan sarapan tanpa menggubris kedua orangtuanya lagi. Berusaha memanfaatkan setiap detik waktu yang terus berjalan.

"Rey berangkat ya, dah Mami Papi."

Gadis itu bergegas menuju basement. Tempat di mana mobil-mobil sport keluarga berjejer. Tapi Reyna sendiri hanya memiliki Avanza Veloz. Tidak mungkin kan dokter 25 tahun naik alphard? Hanya akan jadi bahan gunjingan nanti.

Mobil ia pacu dengan kecepatan sedang. Butuh waktu sekitar dua puluh menit untuk sampai. Setelah parkir, Rey kemudian berjalan melewati lorong rumah sakit. Tiba-tiba seorang laki-laki menghampirinya.

"Reyna."

Spontan Rey membalikkan badan dan menghentikan langkahnya. Ia mengenal sosok itu. Ya, Bagas. Ia memanggilnya Mas Bagas.

"Eh Mas, ada apa?"

"Enggak papa Rey, mau barengan aja. Boleh kan?"

Rey mengangguk santai. Ia sama sekali tidak masalah apalagi terganggu. Sudah ia anggap seperti kakak sendiri meski orangtua mereka selalu berusaha menjodohkan.

"Udah sarapan?" Bagas mulai mengajaknya bicara.

"Udah Mas."

"Tapi belum kenyang kan?"

"Kok tau?"

"Itu memang kebiasaan kamu."

Rey tersenyum. Apa sudah selama itu mereka dekat? Sampai hal-hal kecil tentang Reyna ia ingat.

"Emangnya Mas mau ajak aku sarapan?"

"Rencananya sih gitu, emang Rey mau?"

"Nemenin aja deh. Kalau makan, udah enggak selera."

"Yaudah enggak papa, makasih ya."

Mereka duduk di kursi panjang. Mengobrol dan membahas berbagai masalah dari sudut pandang masing-masing. Saling tukar pikiran untuk memenuhi rasa haus akan pengetahuan.

To Rey (The Letter Of Love)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang