Captain America

20 7 2
                                    

Jalanan Menteng ramai sedikit macet. Langit pun kian beranjak gelap. Rey pulang bersama Pak Rusli, supirnya. Matanya memandang ke jalanan. Pikirannya sering berputar tentang Han. Laki-laki itu memang mengganggu perasaannya. Rey belum bisa memastikan. Tapi ia seperti membuka hati pada lelaki tidak jelas itu. Entah mengapa, yang penuh teka-teki seperti Han justru memikat hati. Sedangkan lelaki nyaris sempurna seperti Bagas, terlewat oleh matanya.

"Pak berhenti!" Perintah Rey saat matanya melihat ke arah sebrang jalan.

"Kenapa Non?"

"Saya mau ke situ sebentar."

Rey segera turun. Seorang laki-laki dengan topi berwarna hitam. Duduk di atas motor Matic. Siapa lagi kalau bukan Han.

"Hannn." Kata Rey lirih sambil mendekat pada lelaki yang duduk sambil menunduk ngantuk. Ia tersadar seketika mendengar suara lembut menyapa gendang telinganya.

"Bu Dokter?" Han bangkit dari tempatnya duduk. Matanya dan Rey saling berpandangan.

"Kamu kemana aja?" Rey bertanya dengan raut begitu penasaran.

"S-saya sibuk ngojek." Han seperti serba salah. Baru sebentar tidak bertemu, kenapa tiba-tiba canggung?

"Saya telpon kamu, tapi kenapa nomornya gak aktif?"

"Saya kecopetan."

"Di mana?"

"Di bengkel."

"Kok bisa?"

"Saya juga gak tau, copetnya handal."

Entah kenapa sikap Han kali ini berbeda. Sedikit kaku dan terkesan dingin. Laki-laki yang biasanya berkata seenaknya dan begitu percaya diri, seketika menjadi pukang. Membuat Rey yang selama ini tidak banyak bertanya, menjadi mati kutu.

"Yaudah kalau gitu saya pulang ya."
Rey sebenarnya hanya mengancam. Berharap Han menghentikan langkahnya seperti biasa.

"Iya Rey."

Whatt?!! Kok iya sih? Cegah dong. Rey ingin kamu menahannya pergi.
Perlahan gadis itu melangkahkan kakinya. Siapa tau Han berubah pikiran dan mencegahnya. Tapi hingga ia berbalik lagi, Laki-laki itu hanya melemparkan senyum tak berdosa. Rey jadi gemas sekaligus kesal. Ia kemudian masuk ke mobil, wajahnya sedikit cemberut.

Tiba-tiba entah bagaimana Han mengetuk kaca mobilnya.

"Ada apa?" Rey berubah ketus.

"Ikut saya yuk? penting."

"Tadi katanya iya, sekarang saya mau pulang kamu malah nyuruh saya ikut kamu." Cerocosnya kesal.

"Maaf, yaudah kamu pulang bareng saya ya."

Rey berpikir sejenak. Ia kemudian mengangguk dengan sedikit cemberut. Han berubah semangat.

"Pak, saya pulang sama dia. Kalo Mami sama Papi tanya, bilang saya ketemu teman lama, ya. Jangan bilang ketemu sama cowok."

"Baik Non."

"Makasih Pak." Kata Rey sembari menutup pintu mobil.

Keduanya kini saling berhadapan di pinggir jalan.

"Naik motor gak papa kan?" Han tersenyum genit.

Rey menggangguk sambil mengulum senyum manisnya. Ia tidak dapat menutupi rasa senang bisa pulang bersama laki-laki menyebalkan tapi juga bikin kangen.

"Bu Dokter mau gak makan di pinggir jalan sama saya?"

"Makan apa?"

"Makan Mie ayam bakso. Mau?"

Rey berpikir sejenak. Dia lebih suka Mie rebus. Tapi kalau Mie ayam nya enak, bisa di bawain buat Mami.

"Boleh deh."

Motor Matic Han kemudian berhenti di warung Mie Ayam Rasa Cinta. Memang seperti itu yang tertulis di Spanduk. Sesuai dengan dua orang tadi yang sedang di mabuk asmara.

"Pak, Mie ayam bakso dua."

"Siap." Sesaat penjual itu melihat kembali ke arah mereka.

"Ehh, sini dulu." Katanya sambil melambaikan tangan.

"Kenapa Pak?"

"Ini bukan lagi Inspeksi kan?" Penjual  itu sedikit berbisik sambil menunjuk ke arah Rey.

"Oh ya enggak, itu calon pacar saya. Aman." Han mengaku dengan PD nya.

"Oh kirain. Yaudah balik lagi duduk."

"Ada apa?" Rey kini jadi penasaran.

"Kata si Bapak, kamu mau sidak."

Rey berpikir sejenak, kemudian berkata.

"Saya emang mau sidak." Kemudian membuang wajahnya ke arah lain.

"Sidak apa?"

"Sidak Kamu."

"Saya kenapa?"

"Masa kamu gak ingat? Saya seminggu ini nungguin kamu jemput saya. Tapi sampai hari ini juga kamu gak dateng."

"Hari pertama saya datang, tapi Kamu udah pulang sama Captain America."

"Captain Amerika? Siapa?"

"Yang selalu ngekor sama kamu, muka nya blasteran."

Di detik berikutnya Rey terkekeh.

"Dokter Bagas itu." Rey masih menahan tawanya.

"Ya mukanya kan mirip Chris Evans."

"Kamu cemburu saya pulang sama dia?"

"Saya cemburu, tapi juga minder."

"Kenapa?"

To Rey (The Letter Of Love)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang