Kucing-kucing Taman

28 10 0
                                    

"Halo Sis, ada apa?" Rey mengangkat telpon dari salah seorang rekan sejawat dokter.

"Lo mau enggak gantiin shift gue ntar malem?"

"Aku akhir-akhir ini capek banget, jadi gak bisa begadang. Kamu kan tau."

"Duh... Jadi gimana ya. Lo punya referensi yang bisa ngebantu gue gak?"

"Kak Dito mungkin bisa. Coba aja."

"Lo yakin?"

"Tanya dulu. Kalo gak bisa ya cari yang lain sampe ketemu yang bisa."

"Iss Lo mah gitu."

"Yaudah sorry ya, aku gak bisa bantu."

"Iya gapapa, dah dulu ya Rey."

"Okey." Rey menutup telpon dari temannya itu. Ia parkirkan mobilnya di sebuah mini market. Mencari sesuatu yang menjadi tujuannya setiap ujung Minggu.

Kaki nya berjalan menuju stelling makanan kucing. Ia ambil satu bungkus besar Whiskas Dry Food. Kemudian segera ia bayar ke kasir.

Rey kembali masuk ke mobilnya. Memacu mobil dengan kecepatan sedang. Hingga akhirnya berhenti di sebuah taman asri nan terawat. Di sana banyak sekali kucing liar. Rey selalu ke sana untuk memberi makan kucing-kucing itu.

Di rumah, Mami adalah orang yang paling menolak kehadiran mamalia ini. Karena alergi terhadap bulu kucing. Ia melarang keras siapapun membawa apalagi memeliharanya. Tak terkecuali jenis apapun itu.

Tapi ada seseorang yang tak asing. Rambut dan punggung yang sama. Sibuk menggendong kucing-kucing yang selalu Rey beri makan. Gadis itu akhirnya terdorong untuk mendekat. Sekedar memastikan benarkah dugaannya. Ternyata suara kaki Rey terdengar jelas. Ia berbalik dan akhirnya mata mereka saling bertemu.

"Oh Bu Dokter." Ternyata itu adalah Han. Ia tersenyum lebar saat tau bahwa sang pujaan hati ada di depannya.

"Bu Dokter ikutin saya?" Han lagi-lagi besar PD.

"Gausah geer, saya emang biasa ke sini."

"Ahh.. Bu Dokter gak mau ngaku."

"Berhenti panggil saya Ibu, saya bukan Ibu kamu." Rey lelah mendengar kata-kata "ibu" yang selalu di sandangkan pada dirinya.

"Udah ahh berantemnya. Sini duduk."

Han menarik lengan Rey, menyuruhnya untuk duduk.

"Lepasin, jangan sok akrab."

"Hehehe... Peace, damai-damai."

Rey duduk di samping Han. Alisnya masih naik sebelah.

"Sekarang jelasin sama saya, kenapa Dokter cantik ada di sini."

"Emang ini tempat punya kamu sehingga saya harus punya izin untuk masuk?"

"Ya enggak. Tapi coba tanya mereka." Han menunjuk ke arah kucing-kucing yang mengelilingi kaki nya. Dan melanjutkan kalimatnya

"Mereka ngijinin gak Bu Dokter ke sini."

"Ya kamu mikir dong, masa saya nanya sama mereka." Rey meminta kelogisan Han dalam bicara.

Han kemudian membenarkan posisinya. Membuat Rey seakan-akan berhadapan dengannya. Ia memandang Rey lekat-lekat.

"Coba gunakan insting... Hewan tidak menggunakan otaknya. Tapi mereka punya naluri kasih sayang. Mereka enggak perlu logika untuk merasa kan?"

"Ya apa hubungannya?"

"Enggak ada sih." Han tersenyum simpul. Tapi kali ini Rey ikut tersenyum.

"Setelah sekian purnama akhirnya saya bisa lihat senyum kamu."

Rey kemudian membuka bungkusan yang ia bawa tadi. Lima ekor kucing liar itu mendekat padanya. Memakan pemberian Rey dengan lahap. Selesai makan, Rey mengelus-elus mereka. Kucing-kucing itu justru menggesekkan kepala mereka pada Rey.

"Ini yang kamu maksud naluri kasih sayang?"

Han kemudian menggangguk.

"Kamu selalu ke sini?"

"Hanya sekali seminggu." Jawab Rey singkat.

"Ternyata bener ya." Han memutus kalimatnya. Membuat Rey ingin mendengar lanjutannya.

"Kalau jodoh, pasti ketemu lagi."

"Siapa?"

"Kita." Han menjawab dengan yakin.

Tapi Rey justru beralih dari sana.

"Ehh mau kemana?"

"Pulang, males lihat kamu."

"Kok begitu? Sini dulu dong ngobrol." Kata Han sambil mengikuti langkah Rey.

"Apalagi yang mau di bahas? Oh ya berarti saya sudah tepati janji. Kita tidak perlu bertemu lagi kan?"

"Saya malah ingin ketemu terus biar jodoh beneran."

Tapi Rey tidak menghentikan langkahnya.

"Yaudah kalau gitu minta nomor telpon dong." Teriak Han saat Rey berjalan agak jauh.

Rey membalikkan tubuhnya kemudian tersenyum.

"Usaha." Katanya menantang.

Han ikut tersenyum saat mendengar ucapan Rey. Kalau usaha itu bisa meluluhkan hati Rey, ia pasti melakukannya.

Rey masuk ke mobil. Masih dengan wajah tersipu. Ia sendiri berharap bisa bertemu kembali dengan Han. Meski mulutnya bilang tidak, tapi hatinya kini berharap.

Hay guys😍 Happy reading. Semoga kalian suka ya.🤗salam dari author

To Rey (The Letter Of Love)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang