Keesokan harinya, Han datang lagi. Lebih cepat dari jam biasa Rey datang. Berdiri dan sesekali berjalan mondar-mandir. Menunggu mobil Rey nangkring di parkiran. Ternyata yang di tunggu akhirnya datang. Gadis berambut sebahu di ikat setengah dengan poni menyamping. Entahlah, setiap hari dia memang terlihat sangat cantik. Han buru-buru mendekatinya.
"Rey... Ketemu lagi kita."
"Minggir saya mau lewat. Saya sibuk, jangan ganggu."
"Saya juga sibuk ngojek, tapi ke sini dulu buat bujuk kamu."
"Ngojek?" Rey bertanya dengan nada heran. Lelaki itu mengangguk.
Rey berpikir sejenak. Berarti yang kemarin bersama Han adalah customernya. Kalau benar, Rey tidak punya alasan untuk kesal. Apalagi cemburu, toh mereka juga tidak ada hubungan.
"Kenapa? Malu dekat sama tukang ojek?"
"Gausah su'udzon."
"Yaudah biar gak su'udzon, nanti saya datang lagi."
Rey diam saja, mengerutkan keningnya.
"Kalau diam artinya Yes. Oke nanti saya datang lagi."
Lelaki dengan baju kemeja kotak-kotak berlalu dari hadapannya. Menyalakan starter motor dan hambus dalam waktu sekejap.
******
"Kalau dari keluhan yang di sebutkan, bisa jadi Anak Ibu terinfeksi Virus Demam Dengeu. Maka kita perlu memastikan dengan Tes Lab NS1 karena gejala masih berlangsung dalam kurun waktu tiga sampai lima hari. Saya sarankan untuk rawat inap. Soalnya anak Ibu sempat mengalami Kejang dan di sertai gejala komorbid."
Ponsel Rey berbunyi, ia langsung melihatnya. Nomor tidak di kenal. Rey langsung tekan reject.
"Bahaya gak Dok?"
"Bisa bahaya, makanya saya sarankan di rawat inap. Anak ibu juga sepertinya mengalami dehidrasi."
"Baik Dok, kalau gitu saya urus administrasinya dulu."
"Silahkan Bu."
Rey kemudian mendekat ke arah anak yang tergolek lemas di kasur Rumah Sakit.
"Sus... Tolong pasang Infusnya."
"Baik Dok."
"Kita pasang infus dulu ya Adik."
"Sakit gak Dok?"
"Sakit sedikit kok."
Kini ponselnya menerima sebuah pesan. Nomor yang sama dengan yang menelpon tadi.
"Hai... Ini Reyhan. Aku tunggu di kantin ya."
Han memang sudah gila. Berusaha mendekati dokter dengan jam terbang tinggi. Entah magnet apa yang membuat Rey menerima ajakan lelaki satu itu. Ia sendiri sebenarnya sudah malas, tapi tetap saja turun menemui Han. Ya, dia gengsi tapi mau.
Han melambaikan tangan. Rey kemudian mendekat. Alisnya naik sebelah, memang sudah sering begitu.
"Ayo duduk."
Rey kemudian duduk tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Membiarkan laki-laki Super aktif itu berkata apa saja.
"Saya bawa Nasi Padang nih. Saya juga beli air mineral."
"Di sini gak boleh pinjem sendok kalau beli makanan di luar." Kata Rey menjelaskan.
"Aduh Rey, mana ada orang makan Nasi Padang pake sendok. Gak nikmat."
Han kemudian melanjutkan kata-katanya."Udah ayo makan. Eh jangan lupa cuci tangan Bu Dokter." Kata nya mengingatkan.
Ketika membuka bungkusan nasinya, Rey terkejut.
"Banyak banget. Mana habis saya."
"Saya lupa kalau Bu Dokter orangnya gak suka makan."
"Yaudah saya makan setengahnya, setengah lagi saya kasih buat kamu, sini." Kata Rey sambil menarik bungkus Nasi Padang milik Han yang sudah di makan sedikit.
"Ehh tunggu Bu Dokter. Saya emang rakus. Tapi kalau makan Nasi Padang ukuran Jumbo terus di tambah lagi, perut saya meledak."
Rey tersenyum. Si bodoh Han ternyata orang yang spontan. Mana ada laki-laki pdkt bawain Nasi Padang dengan porsi Bapak-bapak kelaparan. Tapi itu kelebihannya.
"Bu Dokter kenapa marah sama saya?" Han bertanya di sela-sela makan siang mereka.
"Gak papa, lagi pengen aja." Jawab Rey seenaknya.
"Pasti ada apa-apa. Tapi yaudah kalau gak di kasih tau."
Mereka kemudian sama-sama terdiam. Rey sedikit curi-curi pandang dengan laki-laki di hadapannya itu. Kalau di lihat-lihat, Han memang tampan. Hidung mancung, alis tebal, dan tubuh proporsional. Semakin di pandang semakin manis. Sepintas jika di lihat, Han itu seperti laki-laki baik tanpa dosa. Meski berbanding terbalik dengan kenyataannya. Di sela-sela momen curi-curi pandang, Rey tertangkap basah. Han justru mengedipkan mata padanya.
"Gak sopan!"
"Bu dokter juga gak sopan ngeliatin saya diam-diam." Han mulai menggodanya.
"Geer, itu nasi kamu sampai ke pipi."
Han kemudian meraba wajahnya. Ternyata benar, memang ada nasi. Ia kemudian tersenyum sampai gigi dan nasi di mulutnya terlihat.
"Kamu itu sebenarnya siapa sih? Saya gak ngerti kenapa kamu datang, pergi, hilang datang lagi."
"Berarti Bu Dokter kangen kan sama saya? Buktinya nungguin saya datang lagi."
"Saya gak nungguin, tapi kamu datang sendiri."
"Iya juga ya." Kata Han sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Tunggu saya siap makan deh, baru di jelasin."
"Keburu abis jam istirahat saya."
"Ini udah mau habis." Han tiba-tiba mempercepat makannya. Agar bisa bercerita dengan gadis yang banyak di perbincangkan orang-orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
To Rey (The Letter Of Love)
Любовные романыReyna Diandra Malik, Dokter cantik dan ramah. Putri seorang pemilik korporasi sekaligus konglomerat Ibukota. Jatuh cinta pada Reyhan Tirta Mudi, lelaki tampan yang sedang berkutat dengan masalah keluarga. Cinta mereka berhadapan dengan penolakan hin...