"Kalau kamu dan aku jadi kita, semoga itu bukan cuma impianku saja. Tapi kita berdua"
***********
Dua tiga hari, Minggu dan waktu yang terus berlalu. Kini perasaan Rey tidak lagi abu-abu. Ternyata laki-laki absurd itu sudah menaklukan hatinya. Tapi Rey tidak pernah mengaku secara terang-terangan. Ataupun bahasa isyarat yang bersifat diplomatis. Hanya sikap dan suara lembutnya yang membuat Han menjadi yakin. Ia sendiri tidak berharap pengakuan itu keluar dari mulut Rey. Han sengaja mengulur waktu lebih lama. Berusaha membuat gadis itu percaya. Bahwa dia tidak bercanda. Dia serius, lebih dari sekedar laki-laki iseng tiga bulan lalu.
Sedangkan di sudut lain, Bagas satu orang yang masih terus memantau. Dan Siska, sosok yang masih menunggu. Tidak ada kemajuan dari usaha yang Siska luncurkan selama berminggu-minggu. Yang ada hanyalah sikap dingin dan acuh. Meski sering menumpang pulang dengan Bagas, Siska tidak pernah mendapatkan perhatiannya, apalagi hatinya. Tapi ada hal yang berbeda dari sebelumnya. Siska yang biasa terbuka dan dengan leluasa bercerita, kini menjaga jarak dengan Rey. Jangankan untuk mengobrol, sekedar bertegur sapa juga tidak lagi. Rey menyadari itu, sejak dia dan Bagas pulang bersama dan pergi ke acara pernikahan Mbak Chaca.
"Saya gak ngerti kenapa dia begitu." Rey curhat saat Han datang di waktu jam makan siang.
"Dia cemburu." Kata Han sambil memakan jagung rebus.
"Cemburu kenapa?"
"Karna si Bagas itu, suka sama Kamu."
"Suka? Gak mungkin Han."
"Ya mungkinlah, Saya laki-laki Rey. Pasti paham dengan gelagatnya."
"Tapi dia gak deketin saya kaya kamu."
"Karakternya kan beda. Dia jaim, gak gentle kaya saya."
"Masa?" Kata Rey dengan nada meledek sambil tersenyum.
"Loh, jadi selama ini apa?" Han melotot.
"Belum ada apa-apanya kalau belum ketemu Papi."
"Saya mau, cuma lagi tunggu waktu yang tepat aja." Han kemudian mengangkat kaki kanannya dan merangkul kursi taman.
"Alasan." Rey mematahkan alibi nya
"Kalau saya ketemu Papi kamu, saya langsung minta izin buat nikahin."
"Kalau saya gak mau?" Rey mengancam.
"Makanya sekarang saya berusaha supaya nanti kamu mau."
Rey tersenyum. Tidak ada yang instan memang. Apalagi untuk mereka yang baru saling kenal.
"Tapi Rey..." Laki-laki itu menggantung kalimatnya.
"Hmm.. kenapa?"
"Pilihlah produk lokal, buang produk luar."
"Maksud kamu?"
"Ya kamu pilih saya, jangan pilih Bagas. Dia kan impor." Han tertawa bangga. Membuat Rey ikut tertawa bersamanya.
*******
Sebelum pulang, Rey sengaja menunggu Siska turun. Ingin bicara sepatah dua sekedar meluruskan apa yang bengkok. Tapi ketika Rey melemparkan senyum, Siska justru tidak menggubris. Ia terus saja berjalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
To Rey (The Letter Of Love)
RomanceReyna Diandra Malik, Dokter cantik dan ramah. Putri seorang pemilik korporasi sekaligus konglomerat Ibukota. Jatuh cinta pada Reyhan Tirta Mudi, lelaki tampan yang sedang berkutat dengan masalah keluarga. Cinta mereka berhadapan dengan penolakan hin...