Terlalu!

25 8 4
                                    

"Yahh... Bocor." Kata Rey saat mengecek ban mobilnya. Matanya kemudian memencar ke sekeliling. Ingin meminta tumpangan. Tapi ia kemudian melihat Siska berjalan beriring dengan Bagas. Seperti mengobrol akrab sekali. Rey menyembunyikan tubuhnya di balik mobil. Sedikit mengintip ke arah mereka. Dan ternyata, Siska ikut pergi dengan Bagas. Kemana? Begitu dorongan ingin tau Rey bergemuruh. Tapi apa pedulinya. Toh dia sudah mengaku tidak suka.

Ahh... Lagi-lagi Rey menyesali tindakannya yang buru-buru bersikap acuh. Ia belum pernah merasakan di jauhi Bagas selama ini. Tapi melihatnya berjalan dengan Siska, Rey sedikit cemburu. Mungkin saja ia memang di bodohi oleh sosok yang kemarin iseng mengganggunya. Mengajaknya bicara. Tapi kini menghilang lagi. Datang dan pergi hanya untuk mengganggunya.

"Jadi aku pulang sama siapa? Rey bertanya pada dirinya sendiri. Ia tidak enak kalau harus minta tolong dengan yang lain.

Rey menyetop sebuah taksi di antara keramaian. Jam segini memang puncak macet Jakarta.

"Kemana Mbak?"

" Jl. Tanjung, Menteng Pak. Tapi kita mampir ke minimarket dulu ya."

"Baik Mbak."

******

Rey berjalan memasuki pekarangan rumah dengan wajah kusut. Bertepatan dengan sang Ayah. Pulang tanpa mobil, dan terlambat dari biasanya.

"Rey? Kamu kok baru pulang?"

"Mobil Rey bocor, Rey tinggal di Rumah Sakit."

"Oh gitu, yaudah nanti Papi suruh Usman buat ngurus itu. Tapi kenapa, kok wajah anak Papi cemberut?" Pak Rahman mengintrogasi Rey.

"I'm Okay Pi."

"Apa karena Bagas?"

"Enggak Papi. Udah ya, Rey mau bersih-bersih dulu."
Rey kemudian bergegas masuk dan naik ke kamar. Menghempaskan tas dan Jas putih di tangannya. Ia benar-benar kesal.

Saat keluar dari Minimarket, Rey melihat sosok yang di tunggu selama ini. Itu Reyhan. Tapi bersama seorang perempuan. Tidak seperti Kakak Adik. Ia bahkan melingkarkan tangannya di pinggang Han saat mereka berboncengan pergi. Mesra sekali, sangat erat. Rey benci melihatnya, ia cemburu. Dalam satu waktu gadis itu sudah cemburu pada dua laki-laki sekaligus.

"Boleh masuk?"

"Boleh." Rey masih menatap ke arah jendela kamarnya.

"Rey?"

Gadis itu kemudian membalikkan badan.

"Kak Rachel? Kapan datang?" Rey kemudian menghambur ke arah sang kakak. Memeluknya seperti sudah lama tidak bertemu. Kakak yang paling dekat dengannya. Tempat curhat dan berbagi keluh kesah.

"Udah dari siang. Kamu sih baru pulang sekarang. Kamu gimana kabarnya? Sehat kan?"

"Alhamdulillah sehat."

"Tapi kok mukanya bete gitu?"

"Ah enggak kok." Rey melihat wajahnya di cermin.

"Apa jangan-jangan karena Bagas?" Rachel menggodanya.

"Ihh bukan. Kakak sama Papi sama aja."

"Ya siapa tau, Bagas bikin kamu sakit hati. Atau ada perlakuan dia yang gak pantas."

"Mas Bagas itu justru terlalu baik Kak. Dari Rey koas  di Rumah Sakit Husada, sampai akhirnya dapat izin praktek di sana, dia selalu ada buat Rey. Tapi tadi..."

"Nah berarti bener kan ini soal Bagas?"

"Dengerin dulu dong Kak."

"Iya-iya yaudah cerita lagi."

"Tadi itu Mas Bagas pulang bareng teman Rey. Mereka tampak dekat, Rey ragu mengatakannya, tapi ada sedikit rasa cemburu."

"Berarti kamu suka sama Bagas."

"Masa iya Rey suka dengan dua laki-laki sekaligus?"

"Maksudnya?"

"Kurang lebih dua bulan yang lalu, Rey kenal sama satu cowok. Kita cuma beberapa kali ketemu. Tapi Rey seneng kalau ada dia. Terus ternyata dia pergi sama perempuan lain. Mesra banget."

"Ahh paling itu cuma rasa sepi aja.",

"Rasa sepi gimana?"

"Selama ini, kamu jadi pusat perhatian mereka. Sampai akhirnya mereka menjauh dan punya pasangan. Kamu jadi kesepian, makanya cemburu."

"Masa sih Kak?"

"Maybe... Bisa iya bisa enggak. Udah sana mandi, bau tau." Rachel mendorong Rey, menyuruh anak itu mandi.

"Iya bawel."

******

Rey menggantung jasnya di lengan.  Menenteng sebuah tas hitam berukuran sedang. Saat keluar, ia melihat Han duduk di waiting room. Tapi ia berusaha tidak peduli. Tidak ingin lagi berurusan dengan laki-laki iseng itu.

"Bu Dokter, apa kabar?" Kata Han saat melihat Rey lewat. Ia segera bangkit berusaha mendekat. Tapi Rey tidak meresponnya.

"Hai Rey? Kok diam aja?" Ia berusaha mengikuti langkah Rey.

"Jawab dong."

"Apa?!"

"Kok jutek?"

"Suka-suka saya."

Han berusaha mengikuti Rey meski gadis itu diam saja.

"Makan yuk?"

"Gak."

"Ayo dong sekali aja."

"Saya gak mau." Rey kemudian masuk ke mobilnya. Han minggir. Memandang gadis itu berlalu dengan sikapnya yang berbeda.

"Kenapa sih?" Han mengerutkan keningnya. Tertanya-tanya pada situasi yang tidak ia mengerti.

***********

Pagi semuanya😍 gimana cerita hari ini? Bantu author dengan kasih vote dan komentar ya🤗

To Rey (The Letter Of Love)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang