❄️Bagian 3❄️

2.4K 334 31
                                    


Gelap, hanya gelap yang terlihat. Aku merasa tubuhku ringan seakan sedang melayang di udara. Apa yang terjadi padaku? Ah, sekarang aku ingat, aku tersedot ke dalam pusaran itu. Apa mungkin aku sudah mati? Jika benar, Anna pasti merasa sangat sedih. Pernikahannya dengan Kristoff sudah sangat dekat dan aku sendiri malah sudah mati.

Maaf Anna, aku benar-benar mengacaukan segalanya. Aku ..., seorang kakak yang buruk. Apa aku akan bertemu Papa dan Mama. Apa yang harus kukatakan di hadapan mereka berdua. Tapi aneh, ada sesuatu yang menekan wajahku. Apa orang mati masih bisa merasakan sentuhan? Terasa kasar dan lembut di waktu yang bersamaan.

Apa itu sentuhan Mama? Hm, seingatku Mama memiliki kulit yang lembut walau dia sering membantu para pelayan istana. Sekarang, aku merasakan hangat dan sejuk. Aku penasaran siapa yang menyentuh wajahku. Perlahan, kukumpulkan tenaga dan mulai membuka mata. Kulihat langit biru yang cerah dengan awan putih bersih di atas sana. Dan sepasang telinga berbulu abu-abu?

~•o0o•~

Sang Ratu Salju nampak terbaring di atas rerumputan. Gaun putihnya terlihat sangat kontras dengan hijaunya rumput. Wajahnya sangat damai ketika angin padang rumput dan cahaya mentari menerpa kulitnya. Ia sangat terlelap dalam pingsannya. Hingga seekor kelinci  abu-abu datang mengusiknya.

Hidung merah mudanya mengendus telinga Elsa. Membuat si empunya menggeliat.
Tidak sampai di situ.
Si kelinci lalu beranjak ke wajah mantan Ratu Arendelle itu. Ia lalu menekan-nekan pipi mulus Elsa dengan kaki depannya yang mungil. Membuat si wanita muda perlahan terbangun.

Iris sebiru es itu terbuka. Elsa memandang langit biru nan kokoh di atasnya.
Sesaat Elsa tersenyum, alisnya bertaut kala melihat sepasang telinga panjang berbulu abu-abu menghalangi pandangannya.
Elsa melirik dari ekor matanya.

Bola bulu itu masih diam memandangi Elsa, dengan hidungnya yang tidak berhenti bergerak gerak. Membuat Elsa terkekeh geli melihatnya.

"Hai kelinci kecil," sapanya lembut sembari duduk dari tidurnya.

Sesaat, mata bulat itu memandangi sang Ratu Salju. Sebelum ia beralih ke tanah tempat Elsa terbaring tadi. Kaki mungilnya menggali tanah dengan cepat hingga terlihat sebuah lobak kecil. Si kelinci lalu menggigitnya dan menariknya dari lubang yang ia gali. Ia lalu melompat meninggalkan Elsa yang memperhatikan gerak geriknya sedari tadi.

Elsa beranjak berdiri. Ia merapikan rambutnya dan gaunnya yang sedikit berantakan. Elsa mengedarkan netra birunya ke sekeliling. Hanya ada padang rumput yang terhampar luas bak permadani hijau yang di bentangkan. Hingga akhirnya, Elsa menemukan pemukiman warga yang tak jauh dari tempatnya berdiri.

"Sebuah pemukiman mungkin aku bisa meminta bantuan di sana." Monolognya.

Elsa tersenyum dan mulai berjalan. Ia melangkahkan kaki jenjangnya di atas jalan setapak yang terbuat dari tanah.

Walau tempat ini terasa tidak asing, ini bukan wilayah Kerajaan Corona. Dan permata ini kenapa ia membawaku ke sini? Sebelumnya aku tidak merasakan sihir apapun di dalam permata ini.

Elsa menyusuri jalan setapak itu. Sambil memegangi kalung yang melingkari lehernya. Matanya memang tertuju lurus ke depan. Tetapi pikirannya sudah bercabang kemana-mana karena memikirkan kejadian yang menimpanya. Hingga ia tak sadar sebuah gerobak berhenti tak jauh di depannya.

Seorang pria paruh baya turun dari gerobaknya. Ia melambaikan tangannya sambil memanggil, "Nona." membuat atensi Elsa teralih. Pria dengan penutup kepala serta jubah hijau yang terlampir di bahunya mendekat dengan berlari kecil ke arah Elsa. Elsa hanya diam memperhatikan pria yang baru ia temui itu.

"Nona, apa anda ingin pergi ke kota?" tanya pria itu dengan senyum ramah.

"Ya," jawab Elsa ragu.

"Kalau begitu nona bisa ikut dengan gerobak sederhana saya," tawarnya sambil menunjuk gerobaknya.

Snow Queen And Wings Of Freedom [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang