TUJUH

67 24 11
                                    

-Selamat Membaca-
.
.

Sungguh ini bukanlah kemauan dari Dita. Bagaimana bisa dirinya menggunakan yang katanya baju main, jelas-jelas baju yang ia gunakan sekarang malahan dress panjang lengkap dengan jilbab dan kaus kaki.

 Bagaimana bisa dirinya menggunakan yang katanya baju main, jelas-jelas baju yang ia gunakan sekarang malahan dress panjang lengkap dengan jilbab dan kaus kaki

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Plus minus kayak gitulah)

"Lo apaan sih nyuruh gue make baju kayak ginii?!"

Emosi Dita kian detik kian meningkat. Bak banteng berhadapan dengan kain berwarna merah, Dita terus aja mengamuk tak tentu rudu.

Rania mencekal lengan Dita saat ingin menghancurkan maha karyanya. Gadis itu terus meyakinkan kakaknya bahwa sedang tidak terjadi apa-apa di bawah sana. Lagi pula apa salahnya jika Dita mengenakan baju itu sesekali.

Dita berdecak gemas dengan semua alasan adiknya. Inilah itulah, hehh sudah terlalu banyak gadis itu berbicara hingga membuat Dita terpaksa pasrah.

"Ya udah, ayo turun"

Rania tersenyum lebar, saking lebarnya, sepuluh gigi putih berseri berjejer menampakkan keindahannya. "Silahkan, tuan putri"

Gila kali ya hujan-hujan begini disuruh menggunakan dress. Mana gatal lagi. Belum soal jilbab yang bergeser ke sembarang arah.

"Ck. Lo kenapa sih doyan banget bikin diri gue ribet?!"

"Ya, biar lo anggun"

Dita menyonyorkan mulutnya maju lantas mengikuti apa yang barusan Rania katakan, "Nyenyenye. Yi biir li inggin! BASI!"

"RANIAA! DITAA! CEPETAN KE SINI!"

"IYA, MAMIIII!" balas Rania dengan berteriak.

Benar dugaan Dita. Sepertinya gadis yang berada di sampingnya ini sedang melakukan aksi.

Dita menatap remeh gadis itu. Ia berkecak di pinggang lantas berdecak, "Ckckck. Lo pasti sekongkol kan dengan, Mami?!" tuduh Dita tanpa melakukan interogasi terlebih dahulu.

Tanpa perlu menjawab pertanyaan tak berharga itu, Rania menarik paksa pergelangan tangan kakaknya. Jika cara halus tidak bisa membawa Dita turun, maka terpaksa harus menggunakan cara yang kasar.

Kamar Dita terletak di lantai dua. Suara hentakan kaki keduanya pun mulai terdengar dari lantai dasar. Segera Mika berpindah tempat untuk menyambut diri Dita dari tangga paling ujung.

Raut wajah bahagia terlukis di sana. Wanita empat puluh lima tahun itu menyambut Dita layaknya seorang putri kerajaan. Wanita itu menggapai tangan Dita, lalu menggandengnya dan berakhir dengan penolakan.

Sepasang suami-isteri tersenyum manis ketika melihat Dita datang menghampiri mereka. Gadis itu menyalimi keduanya, meski sejatinya berbagai kalimat pengusiran sudah Dita ucapkan di dalam benaknya.

TENTANG MANTANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang