DUA PULUH EMPAT

18 19 3
                                    

Holaaa kaliann!!

Gila bgt tau ga wkwkk
Gue lolos SBMPTN coyyy
Tapi di pilihan kedua 💔
Cuma ya udahlah gpp hhee.

Apa kabar kalian?
Gue kembali dn gue bakal nerusin Tentang Mantan sampe tamat.

Follow Instagram gue yaww
@rsnamelinda
@risnamelinda_

Jangan lupa vote 🌟dan komen 💬

HAPPY READING
.
.
.

Mustahil bersembunyi dari Adit seperti ini secara terus-menerus. Cepat atau lambat keberadaan Dita akan segera diketahui.

Pagi itu hujan turun. Derasss sekali. Rania mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum akhirnya benar-benar kembali ke alam sadar. Belum sampai bangkit dari sana, ia terlebih dahulu menolehkan arah pandangnya ke arah jendela.

"Hujan ternyata" sebut Rania lalu memaksa diri untuk tidak malas-malasan dan bangkit dari lelapnya.

Gadis itu pergi melangkah mengarah ke lemari pakaian. Biar dikata di luar sana hujan, itu bukanlah tantangan berat untuk segera mandi bagi Rania. Dia membuka pintu lemari lalu mengambil pakaian dari dalam sana.

Semua yang terjadi baik-baik saja, tidak ada yang aneh. Semua aman, damai, dan tentram. Tak lama setelah itu sosok Rania sudah menghilangkan lenyap di balik kamar mandi.

Bergeser alur pada Dita dan Arka. Kali ini Dita tidak kebo. Dia sudah bangun sejak pukul lima subuh tadi. Entahlah apa sebabnya ia bangun secepat itu, yang jelas, kini Dita dan Arka tengah beberes untuk segera pindah ke rumah asalnya.

"Lo ribet, bang!" gerutu Dita tertuju pada Arka yang tengah mengisolasi kardus berisi barang-barang.

"Kenapa mesti dibawa semua sih ini barang-barangnya? Kayak mau pindahan aja tau nggak!" lagi dan lagi Dita mengoceh.

Arka mengehentikan kegiatan mengisolasi kardus. Dia memutar bola matanya dengan begitu malas. Lalu tak lama setelah itu menghela nafas dan menjawab semua pertanyaan tidak penting dari adiknya, "Apartemen ini mau gue jual- dan lo nggak usah banyak cincong deh. Diem aja bisa kan?"

"Iyaa. Tapi kenapa dijual sih?! Disewa kan bisa" ungkap Dita dengan memberikan sebuah saran.

"Gue nggak butuh apartemen ini lagi. Jadi gue jual"

"Ohh" kata Dita kemudian tidak ada lagi percakapan antara keduanya.

Jam dinding terus berputar. Keadaan yang tadinya masih hujan deras kini juga tidak berubah menjadi pagi yang sangat mencekam. Dinginnya udara pun tidak membuat gerak gesit dari ketiga saudara itu membeku. Mereka bersama-sama menyelesaikan apa yang seharusnya dikerjakan.

Rania kali ini sibuk mengoper barang-barang pada Dita, lalu nantinya Dita akan memasukkan barang tersebut ke dalam kardus, dan nantinya akan ditutup rapat oleh Arka dengan isolasi bening tak berwarna.

Benar saja, Rania sedari tadi naik-turun tangga mengambil barang-barang dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Jika ditanya capek atau tidak, tentu Rania akan berteriak IYA. Namun pasalnya kedua kakaknya itu tidak ingin berganti tempat, sehingga mau tidak mau ya Rania harus melakukan semua itu.

Kasian banget sih lo, Rannn

"Bang" panggil Dita.

"CK, apa lagiii??"

Rania ngos-ngosan. Dia kemudian duduk di sebelah Dita.

"Gantian dongg" ucap Rania tidak membiarkan Dita mengeluarkan argumennya.

Sesekali Rania menyeka keringatnya yang bercucuran. Gadis itu benar-benar lelah sepertinya.

"Tau lo bangg! Gantian sana. Lo dari tadi cuma nyolatip itu doanggg enak banget coba. Kasian banget Rania tuhh" Dita mengambil alih. Ia mencari posisi aman agar bukan dirinya yang akan bergantian dengan Rania.

"Ya emang" simpul Arka masa bodoh tidak ingin berganti posisi.

.

Berlatar tempat di kediaman Hez. Seluruh anggota keluarga berkumpul, tidak seluruh sebenarnya. Hanya Rama dan Mika.

"Mau sampai kapan ada jarak antara kita dan anak-anak? Lupain soal kerjaan-"

Rama yang tengah menyuap sesendok nasi putih ke mulutnya spontan enggan untuk melanjutkannya.

"Ya nggak bisalah, Mi. Perusahaan kita udah mereka kerja sama dengan mereka, dan-" Rama mengantungkan perkataannya. "-apapun risikonya harus kita lalui"

"Termasuk dengan mengorbankan mimpi-mimpi Dita?! Iya?! Dita masih anak-anak, Pi. Dia juga punya hak buat nentuin masa depannya. Kita sebagai orang tua sepatutnya memberi dukungan dan dorongan agar dia maju, bukan malah memaksa dia untuk bertunangan" rilih suara dan emosi Mika sudah mulai tidak terkondisikan.

Wanita itu sudah mulai muak atas apa yang telah terjadi. Mika tahu sedari awal ia sudah salah, dan dia seharusnya bisa melindungi anaknya, bukan malah ikut-ikutan terjerumus mendukung hal yang tidak mendidik seperti itu.

"Terserah kamu lah" Rama pergi. Dia juga tidak menyelesaikan sarapannya.

Citra Mika sebagai seorang ibu sungguh sedang tidak baik-baik saja. Ia bingung harus apa. Dadanya kian hari semakin sesak tiap kali mengingat begitu tulusnya Arka melindungi adiknya.

Mika memejamkan matanya hingga akhirnya seluncuran air mata mengalir di wajahnya.

Perasaan yang bercampur aduk sudah sangat sulit untuk diungkapkan. Pedih, sedih, kecewa, marah, dan bahkan kerinduan hadir menjadi satu di dalam keheningannya. Mika benar-benar marah atas apa yang telah terjadi, tetapi ia harus apa? Dia sendiri saja bingung sebenarnya guna dirinya sebagai apa.


Sengaja ga gue buat panjang paragrafnya.
Gue lagi males mikir😅

Sekian dari gue
BYEEE!

Komen sama vote nya jgn lupaa.
Dah gaesss

TENTANG MANTANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang