TUJUH BELAS

18 13 0
                                    

Jangan lupa move on gaess!!
xixixixi

Keheningan tercipta di dalam ruangan UKS. Akhirnya Alden bisa duduk dengan tenang setelah Dita siuman. Mulutnya sama sekali tak banyak bicara seperti Adit yang mungkin sering mengoceh dan tengil.

Dita masih terbaring di atas brankar, posisi tubuhnya sengaja ia putar berbalik dari Alden. Di hadapan orang-orang, ia terlihat tidak sehat. Tetapi di hadapannya sendiri, ia bukan sakit fisik, melainkan sakit pada jiwa, batin, dan hati. Begitu sakit rasanya ketika mengatakan kata putus pada seseorang yang telah membuatnya mengenal dan percaya cinta lagi.

Tanpa disadari, segulir air mata tumpah membasahi sarung bantal. Dita menangis dalam kebisuan.

"Maafin gue ya, Dit. Gue juga nggak ngerti kenapa gue bisa kayak tadi. Maafin gue, Dit"

Suara tarikan ingus terdengar oleh Alden. Cowok itu bangkit dari duduknya, dia mendekat pada Dita. "Lo kenapa nangis? Ada yang sakit, ya? Mendingan kita ke rumah sakit deh. Oke?" Dita tidak menjawab suara itu. Malahan, seorang Yuditha Alvarena semakin nangis menjadi-jadi. Entah apa yang sedang mengguncang hatinya, Dita semakin hanyut di dalam kesedihan.

Suasana mulai membuat Alden penasaran. Dia membantu Dita untuk duduk, dan kemudian Dita tersandar diperlukannya.

Deg

Belum pernah ada cewek yang menangis didekapannya selain mantan. Bulu kuduk Alden tiba-tiba merinding karena merindukan semua itu. Sudah lama ia tak sedekat ini pada seseorang. Alden membeku di situasi tersebut.

"Adittt maafiinnn guee, hiks, maafiin gueee--" suara parau itu membuat Alden spontan iri.

"Guee jahat ya, Ditt? Hiks, maafiin guee, hiks--"

"Gue maafiin!"

Air mata berhenti menetes. Dita langsung terdiam, dia tenang, dirinya menjadi tenang, dan akhirnya melepas dari diri Alden. Arah pandangnya tertuju pada suara itu. Dari celah-celah jendela Dita dapat melihat siapa di sana. Suara yang amat sangat ia kenali. Suara yang selama ini ia rindukan. Suara yang tidak pernah ia dengar semenjak kejadian itu. Dita merindukannya. Semua tentangnya amat Dita rindukan.

"Gue maafin. Tapi ada syaratnya--"

"Apa syaratnya?" Dita nyeletup tanpa mengindahkan ucapan yang belum selesai itu.

Dengan tampang cool Adit masuk ke UKS dengan dipapah Ziko. Dia berjalan tepat ke depan Dita. Uluran tangan kanan milik Adit menjulur dan terbuka, Dita yang oon soal asmara hanya bisa menatap ke sembarang arah mencari jawaban.

"Ubah sikap dan sifat lo. Gue nggak mau punya istri yang kurang ajar seenak diri main mutusin sesuatu tanpa dibicarakan" Adit berusaha menetralkan racun salting atas ucapannya barusan. Jantungnya benar-benar mulai gila saat berada di dekat Dita, apalagi setelah beberapa hari tidak saling berkomunikasi, dan tadi pagi malah putus. Dasar Dita aneh!

Degupan jantung Adit dan Dita sama tak karuan. Keduanya merasakan hal yang telah lama tidak dirasakan kembali hadir. Bahkan wajah Dita sudah mulai memerah.

"Ikut gue"

"Eh ehhh!" reflek Ziko panik ketika Adit melepas dari dirinya. Bukan hanya Ziko, tetapi juga dengan Kenzo dan Alde pun ikut panik dengan melihat kondisi tubuh Adit yang belum begitu aman.

Hap

Hampir saja tubuh rapuh itu jatuh ke lantai. Beruntung Dita berpartisipasi dengan cepat dan menangkapnya. "Lo sebenarnya amnesia apa gimana? Nggak ingat habis koma?! Sesekali mikir, Dit. Bahaya kalo nekat kayak gini!"

TENTANG MANTANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang