DUA PULUH ENAM

23 16 3
                                    

I'm coming!!
Happy reading ygy
.
.
.
.
.
.

Jum'at hari menyambut kehidupan. Meskipun besok ialah hari Sabtu yang di mana sekolah libur, Dita memutuskan untuk tidak kembali membolos dengan alasan ada acara keluarga.

Gadis itu masih berada di kasurnya. Dia masih terbaring sambil memikirkan apa yang akan terjadi setelah ini.

Tidak lama setelah itu, handphonenya memberikan notifikasi dari sebuah aplikasi chat.

Ziko
Lo di mana?
Kok ga ada yg nyaut
Gue di depan pintu

Dita
Di rmh

Ziko
Sejak kapan?
Kok g ngabarin

Dita
Kmrn sore
Mls

Ziko
Otw
Tunggu di teras

Dita
Iya Zikk

Dita mengakhiri pembicaraan itu dengan tidak selera, sama sekali tidak selera. Ia bingung apakah keputusan untuk bertahan satu sekolah dengan Adit adalah keputusan yang tepat? Dia bingung sekaligus bimbang.

Adit mungkin bisa saja membuatnya jatuh cinta, lalu bagaimana dengan dirinya? Akankah seorang Adhitya Rafa Nadal akan serius? Ah, rasanya tidak mungkin. Apalagi setelah Dita muak dengan sifat buruknya itu.

Tok tok tok

Ceklek

Tanpa permisi, Rania membuka pintu yang tidak dikunci dengan begitu santai.

"Ck, dia lagi" batin Dita bersuara.

"Pagi, kak" sapa Rania dengan seragam sekolah lengkap.

"Hmm"

"Yuk"

"Hah? Apaan?!"

Rania mendekat.

Gadis itu mendekat bukan untuk duduk di sebelah Dita ataupun menarik paksa kakaknya. Tetapi, melainkan singgah di depan cermin yang berada di kamar tersebut.

"Lo nggak sekolah?" beo Rania mulai memperjelas pertanyaan.

"Sekolah lah! Ya kali nggak"

"Trus ngapain masih di sini?!"

Kehadiran Rania benar-benar memperkeruh keadaan. Padahal pagi ini Dita ingin mengubah keadaan yang selama ini dianggapnya sangat buruk. Namun karena adiknya ini moodnya menjadi sangat turun dan tidak memiliki semangat untuk tersenyum.

Dita tidak menanggapi. Dia turun dari kasurnya. Kemudian bangkit lalu berjalan menuju tas nya tergeletak.

Sampai akhirnya tas didapatkan, Dita langsung menggendongnya. Kemudian dia keluar dari kamar itu dan meninggalkan Rania seorang diri.

"Elahh tuh anak! Nggak tau mood gue lagi kacau apa?! Rese banget"

Dita turun dari lantai atas. Dia menuruni anak tangga dengan emosi mendidih. Untunglah ubin tangga terbuat dari keramik, andai saja dari kayu, mungkin hentakan kaki milik gadis itu dapat didengar dengan begitu keras dan kelihatan sedang emosional.

TENTANG MANTANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang