LIMA BELAS

30 12 0
                                    

Hai kalian!! Apa kabar???
Aku udah kembali gaess!
.

.

Hari silih berganti, beranjak dari Ahad menuju ke Senin. Pagi yang indah nan cerah disambut buruk oleh semua orang (anak sekolah). Seburuk-buruk hari yang pernah ada, bagi mereka hari Senin adalah hari terburuk, apalagi kalau upacara. Beeuhhhh pasti dapat materi ceramah dari pembina upacara. Kadang pun teriknya matahari pagi sering membuat haus, panas, sakit tenggorokan, dan panas dalam, hmm.

Setelah beberapa hari menetap di rumah sakit, akhirnya Dita bisa kembali ke rumahnya dengan tenang. Gadis itu mengawali pagi Senin dengan terburu-buru.

"Dita ke sekolah dulu, ya. Assalamualaikum" izinnya dengan menyalim tangan Ibunya lantas kemudian berangkat ke sekolah.

Berbeda dengan Arka dan Anin. Selepas Adit dinyatakan sembuh dan boleh pulang, keduanya bersikap layaknya orang penting. Arka sibuk dengan bisnis yang ia pegang, sementara Anin sibuk dengan pekerjaan barunya.

Anin datang menghampiri Mika. Dia celingak-celinguk mencari seseorang, tetapi tetap saja tidak menemukannya.

"Tan, eh salah. Mi, itu si Dita udah berangkat ke sekolah ya?" Mika menyaut iya.

"Sama Rania?" tanya Anin kembali.

"Iya, dianterin sama supir" Anin manggut-manggut paham. Ia kemudian setelah itu juga berpamitan untuk izin pergi ke tempat kerjanya.

Tak ada yang bisa memahami diri selain diri sendiri. Mungkin, angin bisa saja menerbangkan sebuah daun dengan begitu mudah. Mungkin, harapan bisa saja hilang ketika kepastian tak kunjung datang. Tetapi, apakah perasaan yang sudah hancur dapat kembali diperbaiki?

Tuhan menciptakan diri bukan semata-mata untuk kesenangan. Tuhan menciptakan kita untuk mengabdi kepada-Nya. Jika seseorang selalu mendengarkan perkataan pacarnya, bagaimana dengan Tuhan-Nya? Apa dia selalu mengikuti perintah dan larangan-Nya?

Sesampainya di sekolah, Dita dilanda berbagai pemikiran. Ingatan, harapan, dan kepercayaan, serta masalah hidup bertumpuk menjadi satu. Dia tak sanggup menahan semua itu berlama-lama. Tanpa sadar, setitik air mata tumpah begitu saja.

"Lo kenapa, Dit? Kok nangis?" Dita benar-benar terkejut, tanpa ia sendiri sadari ternyata dirinya telah tiba di kelas.

Semua mata tertuju padanya dan kabar baiknya, Adit justru masuk sekolah. Orang aneh itu malah justru sekolah, padahal ia baru saja melewati masa-masa tak baiknya.

Adit menghampiri, Dita menunduk lugu. "Lo ada masalah? Cerita ke gue, Dit" katanya sambil menahan rasa sakit yang tengah ia alami.

"Gue mau kita udahan, Dit" ungkap Dita dengan nada datar.

Sontak semua orang berkata "Hah?!" Tak ada yang bisa mempercayai ucapan Dita, termasuk Adit, orang yang selama ini menaruh kepercayaan yang penuh padanya, "Lo ngomong apaan sih, Dit? Ngaco deh" kata Adit dengan suara sedikit ngelawak.

"Mulai hari ini kita putus ya, Dit" Dita menyuarakan pendapatnya dengan begitu ramah tapi tenang. Entahlah mengapa, Dita justru merasa lebih nyaman sendiri. Tak ada rasa bersalah ataupun perasaan yang hancur berkeping-keping di sana. Dita netral.

Tanpa permisi, Dita berlalu melewati Adit. Dia duduk di bangkunya dan mengeluarkan sebuah buku tugas. Gadis itu sibuk mengerjakan pr daripada memikirkan cinta. Entah apa yang telah terjadi, tetapi Dita merasa ini yang terbaik bagi dirinya dan orang lain.

"Permisi semuanya" suara dari bu Waka membuka kebisingan orang-orang yang membicarakan hubungan Adit dan Dita..

Dita mengabaikan tugas yang ia kerjakan. Cewek itu melepas pena di jarinya, kemudian bersiap bangun dari sana dan mengira akan ada titipin tugas dari guru tersebut.

TENTANG MANTANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang