Mentari pagi menyapa tiga sekawan yang menginap di rumah sakit. Mereka semua tanpa sadar tertidur saking lelahnya menjaga Adit seharian ini. Tak pandang tempat, lantai pun jadilah untuk merebahkan diri.
Sedang enaknya tertidur, eh malah terganggu dengan Ziko yang mengigau. Entahlah ada apa dengan cowok satu ini, dia terus saja mengeluarkan suaranya bahkan berteriak disembarang tempat.
"Hah?! Congek?!"
"Hahaha! Iya, Lo emang aneh, Al"
"Buktinya aja lo ditolak sama dia, kan? Haha! Nggak kayak gue"Alde yang sudah terbangun dari jauh-jauh hari sempat menaruh kekesalan dengan perkataan Ziko. Ia benar-benar memperhatikan bagaimana Ziko mulai berbicara mengenai dirinya. Bahkan dari awal Ziko mengigau Alde melihat dan mendengarkannya. Benar saja cowok seperti Alde dibilang congek oleh Ziko, bahkan lebih dari itu.
Dari kejauhan, terlihat keluarga Adit tengah berjalan menuju ke arahnya. Tanpa perlu berbasa-basi, segera Alde membangunkan orang-orang disekitarnya, "Woy, woy! Keluarganya Adit datang tuh! Buru bangun!"
"Zik, bangun! Ngingo mulu lo! Udah kayak punya banyak beban hidup aja"
"Woy, Ken! Bangun! Iler lo itu! Eww!"
Tanpa ada pengulangan dari Alde, Kenzo dan Ziko segera bangun dan mengubah posisi masing-masing agar tak dilirik sebelah mata oleh keluarga Adit. Kenzo yang tertidur dengan iler dimana-mana membawa dirinya ke toilet. Sementara Ziko yang selalu mengigau berusaha memulihkan kesadarannya.
"Selamat pagi, Alde dan Ziko" Laura menyapa keduanya dengan penuh kehangatan dan senyum yang berseri-seri.
"Pagi juga, Tante" balas Alde dan Ziko tak kalah hangatnya dengan Laura.
Laura tersenyum dengan tampilan berbeda. Ziko berusaha memberikan kode kepada Alde, tetapi entah mengapa Alde malah konslet. Ziko bilang A, Alde malah mengartikan B. Haduhh Alde..., Aldeee... Kebanyakan bolos nih kayaknya!
"Pasti pada belum makan, kan? Nih Tante bawain sarapan" Laura memberikan sekantung plastik yang isinya makanan kepada Ziko. Cowok itu menerimanya dengan mengucapkan terima kasih, dan meminta izin untuk memakannya.
Kali ini Laura datang dengan raut wajah sangat gembira. Entahlah apa yang terjadi, tetapi yang jelas wanita itu terus menyebarkan aura positifnya.
"Bener hari ini, kan, Ma?" Anin membuka pembicaraan.
"Iya, kita lihat aja nanti" jawab Laura tenang.
Disisi lain, Dita masih tertidur di tepi brangkas. Gadis itu semalam benar-benar nekat untuk bernegosiasi kepada tim medis. Tetapi lihatlah, usaha memang tak mengkhianati hasil. Atas izin kepala rumah sakit, Dita bisa berada di samping Adit. Gadis itu sangat-sangat bersyukur dapat berkomunikasi dengan Adit, meski sejatinya ia tak mendapat respons dari lawan bicara.
"Bangun, Dit. Mau sampe kapan tidur?"
"Sampe lo sadar." jawab Dita asal.
Entah sedang bermimpi atau apa, Dita tanpa sengaja mendengar suara Adit dan lantas menjawabnya. Tetapi begitulah, si cewek cuek ini malah mencueki keadaan.
"Buka mata lo" suruhnya. Dita mengikuti perkataannya dan melihat ke sekeliling ruangan, namun tak ada orang di sana. Kecuali dia dan Adit.
Bulu kuduk milik Dita berdiri tanpa permisi. Sesekali dirinya merinding tak jelas, tetapi sesekali juga dirinya dilanda penasaran. Dita bangkit dari duduknya dan mengamati segala hal disekelilingnya.
"Mau kemana lo?"
"Pergi!"
"Yakin?"
Dita berdecak malas dan membalikkan badannya, "Ck, yak--inlah"
"Dit! Lo?! Dokter! Dok! Adit udah sadar nih, Dok! Dok! Buruan ke sini!"
Dita berlari menghampiri Adit. Dia menatap wajah Adit yang terlihat ini seperti mimpi, "Dit, lo udah sadar, kan? Ini bukan halusinasi gue, kan?"
Adit tersenyum, lantas menggeleng.
Pintu terbuka, terlihat dokter yang menangani Adit menghampiri mereka, lalu dibuntuti oleh ibu, ayah, kakak, dan para sahabatnya.
"Adit baik-baik aja, kan, Dok?" tanya Laura khawatir.
"Setelah dua hari kami amati perkembangan Adit, saya rasa Anda semua tidak perlu lagi khawatir--"
"Maksud dokter?" Ziko menyela.
"Adit sudah bisa dipindahkan ke ruang rawat inap. Dan kalau perkembangannya nanti memberikan respon yang sangat bagus, saya pastikan Adit dapat izin untuk rawat jalan"
Semua penghuni di ruangan Adit spontan mengucapkan rasa syukur atas kabar baik yang mereka dengar. Dan tak perlu berbasa-basi lagi Anin mendekat kepada Adit. Genangan air mata membanjiri wajahnya. Akhirnya setelah beberapa hari tak bisa berkomunikasi, Anin dapat kembali mendengar bahkan mungkin akan saling mengejek satu sama lain.
"Lo bener-bener nakal, Dit! Bisa-bisanya bikin semua orang khawatir dengan keadaan lo yang cetar-cetir nggak karuan"
Adit tertawa tak bersuara. Cowok itu kemudian menyimpulkan senyum manisnya. Semua orang tampak bahagia akan kabar baik itu, tetapi tidak dengan Adit. Ekspresi wajahnya sulit untuk didefinisikan, seperti orang setengah kebingungan dan setengah merasa takut akan terjadi sesuatu. Dan Dita mengawasinya dari jarak dekat.
Dita mendekat, lalu berbisik, "Lo nggak lagi nyembunyiin sesuatu, kan?" sontak Adit membulatkan matanya tak percaya. Bagaimana bisa Dita mengetahui isi hatinya?
"E-enggak kok. Gue lagi nggak menyembunyikan sesuatu, Dit. Percaya deh sama gue" tutur Adit mencoba meyakinkan gadis disebelahnya.
Dita mengangguk mengiyakan ucapan itu. Gadis ini kemudian beranjak mengambil beberapa barangnya di meja, lantas berjalan menuju pintu keluar. Tak ada yang menyadari kepergian Dita saat ini, kecuali Ziko, "Dit, lo--" Dita memberi isyarat agar Ziko tetap tenang, dan dia mengangguk mengerti.
Langkah kaki Dita yang keluar dari ruangan Adit kala itu diikuti oleh Ziko dari belakang. Tidak secara diam-diam sebenarnya, hanya tanpa sengaja.
Di lorong rumah sakit yang lurus, Dita terus berjalan tanpa berhenti. Jika dibayangkan, mungkin agak sedikit merinding berjalan sendiri di lorong tersebut pada waktu malam hari, tetapi untunglah saat ini Dita berjalan pada saat pagi hari.
Mata jernih milik Dita terus bergerak tak bisa diam. Bergerak ke kanan dan ke kiri seperti sedang mengawasi sesuatu. Telinganya pun bergerak seperti sedang mendengarkan hal aneh disekelilingnya. Tak lama setelah itu dia berhenti.
"Ayo sini keluar kalo berani!"
Deg
Ziko menelan ludah dengan begitu susah. Gerak tubuhnya pun ikut mematung. Meski ia telah menyembunyikan dirinya dibalik dinding, tetapi itu hal yang sia-sia, Dita masih bisa merasakan akan kehadiran dirinya.
Dilubuk hatinya, Ziko terus berharap cewek itu tidak menyadari kehadirannya. Menurut pandangnya, segalak-galaknya Dita masih bisa dipadamkan dengan lelucon, tetapi aksi bela diri yang jika tiba-tiba cewek itu menghajar yang tidak bisa ia hindari. Badan boleh kecil, tetapi gerak gesitnya lincah nauzubillah!
"Keluar sini kalo lo berani!" Suara lantang itu kembali terdengar.
Ziko menjawab tak bersuara dengan membatin, "Gue nggak berani, Dit! Makanya gue nggak mau keluar!!"
-
-
Makasih udah mampir!
Votenya dongg hehee 🌟
-
-
- Happy weekend bro n sist!!!
-
-
Instagram : @rsnamelinda
Sekian, terima kasih
-
-
KAMU SEDANG MEMBACA
TENTANG MANTAN
Teen FictionMantan harus di buang jauh-jauh, bahkan bila perlu buang dia ke tong sampah. Tapi jangan sampai dia bau di dalam sana. Lah kenapa?! Karena gue takut dia diambil oleh orang lain karena aroma khasnya itu. Adhitya Rafa Nadal sad boy kelas kakap yang ma...