ENAM BELAS

30 12 1
                                    

Gue doain yg berbaik hati ngasih bintang (vote) hari-harinya bakal have fun!
Yang nggak, bismillah semoga hari-hari kalian Senin mulu yaaa!!

.
.

Kisah itu telah usai, kini saatnya minggat dan mungkin berlabuh di pelabuhan yang baru. Mungkin akan ada yang menertawai dan atau bahkan akan ada yang menangisi.

Sudah cukup! Kini saatnya keluar dari zona itu. Arah tujuan saatnya kembali diubah. Ruas kehidupan pun mungkin akan berpindah. Cara kita menghargai seseorang ada berbagai macam versi. Sulit tidak sulit memang harus dijalani. Kini... Saatnya untuk merubah segalanya.

Alden masih celingukan ragu untuk keluar dari kelas. Ia masih dihantui rasa malas untuk keluar. Dipikirannya masih menyimpan sejuta memori akan sekolah lamanya. Mungkin, Alden membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa mengenal sekolah barunya, dan kemudian menggantikan posisi sekolah lamanya.

Brukkk!

Suara tubrukan meja dan tubuh yang berasal dari Alden membuat Dita terbangun. Gadis itu membuka matanya dan memeriksa apa yang terjadi.

Bulu mata lentik nan hitam itu berkedip-kedip membiarkan cahaya masuk. Mulanya masih terasa buram, namun setelah beberapa saat Dita dapat melihat dengan jelas siapa di sana.

Aldenara Faaz. Anak baru di kelasnya yang berasal dari SMA Globe 1 berdiri kokoh beberapa meter dari Dita. Rasa tak enak menggeruguti diri Alden. Dia merasa tak enak hati telah membuat Dita terbangun.

"Gue berisik, ya? Sorry, ya?" ucap Alden langsung meminta maaf.

Dita masih terdiam. Nyawanya belum seutuhnya kembali. Butuh beberapa saat untuk Dita bisa merespons Alden.

Di jarak beberapa meter itu, Alden melambaikan tangannya tepat di tempat mata Dita melirik. Namun, Dita tak merespons.

Bukk!

Dita tak sadarkan diri. Alden menghampiri gadis itu dan semakin khawatir akan dia, "Eh lo kenapa? Bangun! Bangun woy!"

Alden masih ragu untuk menepuk pipi Dita. Tetapi tak ada pilihan lain, akhirnya dia pun menepuk beberapa kali pipi itu, dan yaa tetap tak ada jawaban. "Elahh dia pingsan"

Di kelas hanya ada beberapa orang, itu pun cewek. Mana tega Alden menyuruh mereka untuk menggotong tubuh Dita ke UKS. Aturan nafas tenang sedang Alden atur, lalu kemudian dia membuka kedua telapak tangannya dan.. dia menggendong Dita.

"Berat juga nih anak. Badan kecil tapi berat. Berat dosa kali ya, hmm"

Di saat yang bersamaan, Adit datang dengan sekujur tubuh yang masih sakit. Es teh yang ia rebut dari Ziko saat di kantin tadi terjatuh mubazir dengan begitu saja. "Ditaa?!" Alden masih berada di tempat dan membiarkan Adit menghampirinya.

"Eh lo, kan, anak baru? Lo apain Dita, hah?!" cakap Adit asal menuduh Alden.

Tak terima dengan tuduhan itu, Alden tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya dan berucap, "Ini anak pingsan. Ya mana gue tau dia kenapa. And dengar-dengar lo cowoknya ya? Nih bawa! Gue nggak sanggup, dia berat banget soalnya"

"Ppfffttt" Alde berusaha membungkam mulutnya agar tak bersuara. Dirinya terkekeh tak sanggup mendengar ucapan Alden kepada Adit.

"Boro-boro ngengotong Dita, gendong tas aja dia nggak sanggup!"

"Upss!" kata Ziko dan Kenzo yang baru saja memasuki ruang kelas 12 IPS 7.

Adit terdiam, begitupun dengan Alden. Keduanya sama-sama tak ingin berdebat. Tanpa berbasa-basi lagi, Alden cabut dari sana. Dengan sigap dan cepat Alden berjalan membawa tubuh Dita ke UKS.

TENTANG MANTANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang