DELAPAN

59 23 6
                                    

Hujan turun derasnya bukan main. Hawa yang dingin dengan suksesnya membuat jiwa kejombloan Adit menjerit-jerit. Semua orang berpasangan, bahkan kakak tertuanya sudah memiliki anak. Yang satunya lagi malah akan menikah. Sedangkan ia, baru ingin menjalin hubungan dengan seorang wanita.

Brak

Sorot mata keluarga besar Nadal seketika beralih padanya. Pria itu tiba-tiba datang dan menggeprak meja tanpa ada alasan yang jelas.

"Ad— eekhh Alhamdulillah..." Tidak sah memang jika sehabis makan tidak bersendawa.

"Jorok banget sih, Yah!" koreksi Arka sambil menutup hidungnya karena dia tahu pasti akan muncul bau tak sedap setelah itu.

"Kenapa sih, Dit?" Laura mengambil alih lalu berjalan ke arah wastafel.

Semua orang mendongakkan kepalanya ke arah Adit. Tak ada satupun dari mereka yang memiliki niat untuk beralih dari sana.

Wajah-wajah penasaran muncul kala itu. Terutama Anin—kakak perempuan Adit. Mahasiswa hukum statusnya, tetapi dapat membaca raut wajah orang adalah kelebihannya.

Anin menatap Adit dengan begitu intens. Tak ada satupun indera yang Adit miliki tertinggal. Semuanya tersapu bersih oleh penglihatan Anin.

"Dit—" Pandangan beralih pada Anin.

"Kamu udah punya pacar, kan?" tanya Anin dengan senyum miring.

Usut punya usut, sebelumnya Anin tak sengaja melihat isi ponsel milik Adit sewaktu mengantarkan beberapa helai pakaian kemarin sore. Benar saja Anin lama-kelamaan menjadi candu untuk mengobrak-abrik isi ponsel Adit, alhasil dia tahu semua yang tengah Adit kerjakan melalui ponsel itu.

Heboh. Suasana seketika menjadi heboh. Senyum melengkung terlukis di setiap insan yang berada di tempat itu. Laura yang tadinya mencuci piring tiba-tiba hatinya tersentuh. Setitik air mata menetes di pelukan matanya.

Adit menghampirinya, "Kenapa nangis sih, Bun? Jangan nangis dong. Nanti Adit bawa pacar Adit ke sini, ya?"

Benar saja Adit berkata seperti itu malah membuat batin Laura menangis menjadi-jadi. Belum pernah rasanya anak itu berbicara dengan begitu lembut. Bahkan saat berpacaran dengan mantannya, Adit malah membuat Laura menangis karena kelakuannya yang kurang di ajar.

Lagi dan lagi, Laura tak henti-hentinya meneteskan air mata. Hatinya teramat tersentuh mendengar ucapan Adit. Akhirnya setelah lima tahun, Adit memberanikan diri untuk membukakan hatinya.

"Udah gue duga" ucap Arka terkekeh sambil merangkul bahu Anin dengan begitu romantis.

Anin tersenyum. Kedua pasangan itu saling menatap satu sama lain hingga tak ada jarak untuk memisahkan kedekatan keduanya.

Setelah Laura berhasil ditenangkannya, Adit kembali ke kamarnya. Sontak hal itu membuat anggota keluarganya bertanya-tanta ada apa dengan diri Adit.

Tingnung

"Ck. Ganggu aja sih!" kesal Arka yang masih bermesraan dengan kekasihnya.

Rama menggelidik bahunya acuh. Pria itu bangkit dari kursinya dan berjalan menuju pintu utama untuk melihat siapa yang berkunjung di kala hujan turun seperti ini.

"Ettssss"

Adit turun dari persembunyiannya. Kagetnya bukan main. Tiga menit yang lalu cowok itu terlihat gusar, tetapi sekarang justru terlihat teramat segar.

Entah datang dari mana ide itu, Adit kini sudah berpakaian dengan begitu mantap. Cowok satu ini mengganti pakaiannya yang biasa menjadi luar biasa. Jas hitam lengkap dengan tisu dan bunga mawar di sakunya terpampang jelas di sana.

TENTANG MANTANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang