Tak butuh alasan tersulit untuk menjelaskan.
.
"Lo nggak balik? Nggak dicariin?"
Dhanu menoleh saat sedang sibuk menyesap air mineral yang ia beli sebelum siaran di stasiun radio nasional. Kebetulan ia baru saja menyelesaikan jadwal siarannya hari ini di pengujung pekan, membuatnya seketika bernapas lega saat mengingatnya. Kembali ke topik awal, dengan Johnny yang tahu-tahu berada duduk di sampingnya kini menjadi lawan bicaranya.
Cowok itu akhirnya menggeleng. "Nggak. Nararya udah tahu jadwal gue siaran. Kalau pun ada agenda yang berubah hari ini, biasanya gue yang ngasih tahu duluan."
"Wah, inisiatif juga lo. Dia nggak nanya apa-apa?"
"Nanya sih, tapi yang biasa aja. Kadang dia juga suka ngabarin duluan kalau dia mau pergi ke mana. Dia lebih sering manggil gue di chat, habis itu hilang."
"Hahaha! Kacau banget emang Rara kalau urusan chatting!"
"Emang gitu orangnya! Hahaha!"
Omong-omong, saat itu cuaca sedang cerah-cerahnya dengan langit sore yang begitu dominan. Memberi petunjuk bahwa kini sudah di pengujung hari. Dhanu sengaja beristirahat sejenak saat ini, mengingat Rara hari ini memberitahunya kalau ia sedang menghabiskan waktu bersama teman-temannya untuk menonton bioskop. Mungkin saat ini mereka sudah lelah dan akan bersiap pulang, karena Rara akan menghubunginya lagi nanti setelah Dhanu mengatakan untuk menjemputnya.
"You look so happy right now."
Seketika Dhanu menoleh ke arah Johnny yang tahu-tahu menyeletuk dengan alisnya yang terangkat. "Hah?"
Johnny hanya mengangguk-angguk. "Padahal gue nggak lihat ada perbedaan di rutinitas lo antara punya pacar sama nggak."
"Wah, makasih udah jadi perhatian ke gue," balas Dhanu.
Dibilang begitu, Johnny seketika berlakon pura-pura muntah.
"Tapi, serius, lo beneran pacaran sama Rara 'kan?" tanya Johnny memastikan. Lalu ia cepat-cepat berbicara lagi sebelum Dhanu menyela untuk protes. "Maksud gue, kayaknya sekarang lo kalau pacaran nggak seribet waktu lo masih sama mantan lo itu. Makanya, gue nanya begini."
Mendengar itu, Dhanu hanya mengulas senyum kecil. Ia belum berani menjawab, sengaja membiarkannya sejenak untuk membuatnya berpikir lebih tenang.
"Lo sadar juga ya, kalau dulu kayaknya Rena terlalu mendominasi hidup gue?" sahut Dhanu. "Gue juga sadar banget kok soal itu. Gue sebenarnya nggak mau ngebandingin sih, tapi ya jujur aja, sekarang gue bareng Nararya juga agak kaget."
Johnny terkekeh. "Anak itu emang jomlo dari lahir, jadinya gitu."
"Tapi, gue terbantu banget sama Nararya," ujar Dhanu. "Dulu gue jadi gampang khawatir karena Rena selalu minta dikabarin, dan pas satu waktu dia hilang kabar rasanya gue panik banget. Polanya selalu sama dan begonya gue nggak pernah belajar, selalu khawatir dan jadi stres sendiri. Rena tipe yang nggak gampang dikekang dan nggak suka dibatasin, sementara gue selalu mencoba beradaptasi dengan semuanya. Kalau dipikir, gue sama Rena terjebak dalam hubungan toksik karena gue selalu memaklumi dengan segala sikap Rena."
"Yah, gue nggak akan lupa gimana pusingnya lo ngehadapin Rena setiap harinya. Lo emang bahagia juga sama dia di waktu itu, tapi gue juga nggak bisa pura-pura nggak lihat lo yang jadi serba lebay dan Rena yang makin seenaknya," jelas Johnny. "Jangan lupa juga, lo sekacau apa waktu kabar lo putus sama Rena belum kesebar. Meski waktu itu lo belum bilang dengan jelas, tapi gue udah ngerasa aneh waktu lo selalu menghindari pertanyaan tentang Rena."
"Rasanya kalau ingat lagi, jadi ngerasa lucu nggak sih, Bang?" tanya Dhanu sambil menyeringai. "Gue cuma berharap sekarang dia bahagia dengan jalannya sendiri."
"Dia akan secepatnya bahagia. Gue yakin soal itu, karena dia udah mulai belajar lagi," sahut Johnny. "Terus, menurut lo, Rara gimana?"
"Nararya baik," ungkap Dhanu pendek. "Dia bukan tipe yang selalu minta ini-itu, gue pribadi nggak keberatan kalau dia minta sesuatu, tapi kayaknya dia nggak mau. Tipe yang selalu mendengarkan dan pengen didengar, jadi gue juga belajar gimana nyikapinnya. Bahkan cuma duduk diam berdua doang rasanya udah tenang banget. Yah, yang kayak gitu sebenarnya pelan-pelan bikin gue mulai beradaptasi lagi, dan perasaan gue jadi lebih baik. Minusnya, dia nggak enakan. Bikin pusing gue, karena jadi harus ngasih tahu kalau semuanya nggak harus kita sendiri yang nanggung."
"Glad to hear that," timpal Johnny. "Dia dasarnya emang canggung karena nggak terlalu pintar bersosialisasi, tapi dia nggak pemilih. Kalau Rara sanggup, dia kayaknya bakalan lakuin semua yang diminta deh, Dhan. Kayaknya sih kalau gini lo lebih tahu dari gue deh."
Dhanu mengangguk paham. "Makanya, gue nggak akan bikin dia terbebani dengan adanya gue sekarang."
"Dia nggak akan terbebani karena lo, justru dia butuh lo, Dhan," pungkas Johnny. "Dan, lo juga butuh dia."
Tanpa ragu, Dhanu menyetujuinya. Karena memang begitu adanya.
"Yeah," gumam Dhanu. "She's so precious to me."
Alasannya memang sesederhana itu.
[]
Backsound: YOASOBI – Comet
.
Ditulis karena aku kangen Dhanu Rara (alasan klasik) haha! Semoga aku nggak malas untuk melanjutkan cerita yang menggantung ini. Hehehe! Apa kabar? Semoga kalian selalu sehat, bahagia, dan selalu berada dalam lindungan Tuhan. Jaga kesehatan ya! Kalau merasa capek, istirahat dulu. Kalau merasa dunia nyebelin, abaikan aja dulu. Setidaknya, jangan sampai harapan kita untuk impian-impian yang belum terwujud jadi pupus gitu aja di saat ini. Semangat! Terima kasih sudah membaca cerita ini. Sampai ketemu lagi!
p.s. kemarin aku baru aja ganti cover di work Serendipity! Semoga pada merhatiin yaa haha!
-Ai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepucuk Surat
Short Story[LENGKAP] Buku Kedua: Serendipity: Undercover Fate Kumpulan kata yang tersurat dari Dhanurendra Akasha dan Nararya Anindita dalam tiap sepucuk surat. Lewat sepucuk surat ini, mereka akan menemukan banyak sisi lain dalam diri masing-masing dan belaja...