Selalu ada cerita baru yang selalu dinantikan.
.
"Sejujurnya, gue nggak ingat kapan terakhir kali ngelakuin sesi interview sama pihak calon perusahaan. Entah emang ingatan gue nggak bagus, atau emang dari sekian berkas lamaran yang gue daftarin nggak ada yang benar-benar tembus. Gue nggak terlalu sedih tentang itu, tapi jatuhnya gue kayak orang gila deh rasanya. Atau, sebenarnya, gue udah mati rasa sekarang? Tapi, dari dulu pun gue udah mati rasa deh. Yang bikin heran, gue tetap gugup ketemu orang baru, apalagi sesi wawancara. Aneh banget."
Rara menggaruk kepalanya yang tak gatal sambil bermonolog setelah berhasil mengamburkan dirinya pada sofa. Masa bodoh dengan pakaian formalnya yang belum ia lepas, ia baru saja menyelesaikan perjalanan panjang setelah menghadiri proses wawancara kerja dengan sebuah perusahaan yang—sejatinya sudah lama—ia daftarkan. Oh, begitulah, perusahaan zaman sekarang memang terkadang berbuat seperti itu.
Gadis itu memejamkan mata setelah berkata begitu sambil menggeleng. "Nggak. Gugup pas sesi wawancara itu wajar, semua orang juga pasti ngalamin itu walau nggak sering. Kenapa sih, Nararya tuh selalu mengkhawatirkan dan menjustifikasi hal yang sebenarnya nggak perlu dan nggak penting? Ya, emang kenapa kalau gugup pas wawancara? Nggak apa-apa kok gugup, asal bisa dikendaliin."
Hening sejenak, lantaran selanjutnya Rara menarik napas panjang lalu menelungkupkan wajahnya ke dalam sofa. "Masalahnya, tadi gue malu-maluin, bodoh."
Rasanya Rara seperti sedang menghadapi dan berbicara pada dirinya sendiri dengan kepribadian yang berlainan. Entahlah, mungkin ini adalah masa yang dicemaskan oleh semua orang kala mencapai usia pertengahan dua puluh tahunan, sehingga perubahan signifikan dalam diri mudah saja terjadi. Satu hal yang pasti, perasaannya menjadi suram dan mungkin Rara akan kesulitan menghadapi ini.
Diperiksa sekali lagi ponsel yang sejak tadi ia pegang. Tadi Rara mendapat pesan dari Dhanu kalau laki-laki itu ingin mampir ke rumahnya sepulangnya dari bekerja. Ada berita membahagiakan yang telah membuat Rara ikut melompat senang waktu itu, Dhanu sudah resmi menjadi karyawan baru di perusahaan ternama di Jakarta. Waktu itu Dhanu yang tiba-tiba menelepon memberitahu Rara, jadi ini adalah pertemuan pertama laki-laki itu sebagai karyawan baru. Ah, senangnya.
Namun, karena Rara mendapati jam masih menunjukkan pukul dua siang, maka masih lama untuk menunggu Dhanu datang. Ya, sudah deh, akhirnya Rara membetulkan posisi duduknya agar lebih leluasa untuk memejamkan mata sejenak. Lebih baik ia beristirahat dahulu setelah menyelesaikan perjalanan panjang sepulang dari wawancara kerja.
.
"Nara?"
Terdengar suara samar yang membuat Rara tersentak sejenak. Pandangannya masih buram, namun suara samar itu masih terdengar meski begitu jauh. Sepertinya itu suara ibunya untuk membangunkan dirinya yang tertidur pulas. Rara belum mengganti pakaiannya omong-omong, jadi ia dapat melihat pakaian formalnya masih tersemat rapi di tubuhnya. Gadis itu mulai menguap lagi sambil menggaruk kepalanya. Sudah jam berapa ini?
Niat hati ia ingin kembali tidur lagi, namun Rara mendapati bahunya terasa berat dan tangan kirinya tak bisa bergerak. Tunggu, apa ia sedang kesemutan akibat tidur sembarangan?
Begitu Rara menoleh ke sebelah kirinya, mendadak rasa kantuk menghilang begitu saja. Seketika sepasang matanya membesar hebat saat melihat ada sosok lain di sampingnya.
"Mas D―"
Buru-buru Rara membekap mulutnya sendiri setelah menggumam cukup keras. Mendapati cowok yang sudah berjanji untuk datang, kini berada di sampingnya sambil tertidur pulas. Kepalanya tak bersandar di bahu Rara secara langsung, hanya menempelkan keningnya di balik bahunya. Sementara tangan Dhanu diselipkan di tangan Rara yang kosong dan memegang jari-jari kurus gadis itu.
Rara harus apa, ya?
Sejak kapan Dhanu di sini?
Kapan dia sampai?
Hari ini hari terakhir masuk kerja, 'kan?
Boleh tidak tangan kirinya bergerak?
Kalau begini, kira-kira kapan ia akan mandi?
Pertanyaan itu secara otomatis berputar-putar di otak Rara yang masih tampak dalam mode memuat. Namun, gadis itu akhirnya memilih tetap diam, membiarkan jari tangan kirinya tak bergerak saat digenggam oleh Dhanu dan bahunya tetap pada posisinya. Sesekali ia melirik ke arah Dhanu yang belum ada niatan untuk bangun dari tidurnya.
Ya sudah lah, mungkin dia capek.
[]
Backsound: Finding Hope – More & More
.
Ditulis pada dini hari yang antara ngantuk, gabut, dan paling parah adalah luwah pikir. Semoga kalian yang membaca ini sedikit diberi ruang untuk membaca yang gemas-gemas (walau gatau ini gemas apa tidak huft). Jangan lupa bahagia ya! Semoga sehat selalu! Terima kasih sudah membaca! Sampai ketemu lagi!
-Ai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepucuk Surat
Short Story[LENGKAP] Buku Kedua: Serendipity: Undercover Fate Kumpulan kata yang tersurat dari Dhanurendra Akasha dan Nararya Anindita dalam tiap sepucuk surat. Lewat sepucuk surat ini, mereka akan menemukan banyak sisi lain dalam diri masing-masing dan belaja...