Terlalu klise, tetapi tetap tak bisa menampik kalau menahan rindu itu melelahkan.
.
"Hari ini siarannya seru banget. Aku nerima telepon dari anak SMA yang confess ke gebetannya lewat radio loh."
"Keren banget, dia berani kayak gitu! Diterima nggak?"
"Katanya jawabannya lewat pribadi, terus kalau berhasil mau cerita lagi ke radio."
"Lucunyaa! Sayang banget aku nggak dengerin segmen itu dari awal...."
Rara bereaksi begitu selama Dhanu bercerita, membuat cowok yang berdiri di depannya cepat-cepat menoleh diikuti kedua sudut bibirnya otomatis terangkat, mengulas senyum. "Aku baru tahu kalau kamu juga suka dengerin siaran aku."
"Oh ya?" Rara memandang Dhanu tak percaya. "Aku emang nggak rutin sih dengerin siaran Mas, tapi walau cuma semenit-dua menit aku pasti sempat dengerin."
Rara hanya menggeleng seraya terkekeh setelah berkata begitu, lalu melangkahkan kakinya mendahului Dhanu berniat untuk melanjutkan tur pameran lukisnya. "Aneh," gumam Rara.
"Aku dengar loh," sahut Dhanu tak mau kalah.
Kemudian mereka saling meledek selama perjalanan menyusuri lorong gedung pameran seni lukis, sesekali mereka berhenti di salah satu lukisan lalu melemparkan komentar seakan mereka profesional. Kebetulan mereka pergi di hari biasa, sehingga pengunjungnya tak seramai di akhir pekan dan mereka bisa lebih leluasa untuk bercengkrama.
Omong-omong, ini adalah tujuan yang direncanakan Rara karena ia sedang merasa penat dengan keadaan di rumahnya. Sebenarnya sih Rara pergi sendiri—ini sudah niat, tetapi kebetulannya adalah Dhanu yang mendengar hal itu seketika memilih untuk membuntuti cewek itu seperti anak ayam. Untungnya itu tak membuat Rara keberatan sama sekali, karena ketika Dhanu menemuinya pertama kali di pameran seni itu tampak air mukanya amat senang.
"Ngerasa baikan?" tanya Dhanu saat mendapati Rara yang kini termangu sejenak memandangi lukisan yang lain.
Rara menoleh ke arah Dhanu, lalu seulas senyum kecil dipamerkan olehnya. "Saya oke aja tuh dari tadi."
"Bagi kamu, tapi saya lihatnya nggak gitu," balas Dhanu sambil bersedekap. "Kenapa?"
"Nggak apa-apa," tekan Rara pelan. "Cuma lagi mikirin hal yang nggak penting banget kok."
"Nggak penting, tapi dipikirin," sahut Dhanu. "Ada sesuatu di rumah?"
Rara menggeleng. "Sebenarnya yang saya pikirin wajar sih, tapi ini dibikin ribet aja. Manusia 'kan suka gitu, Mas Dhanu juga pasti pernah kayak gitu."
Akhirnya Dhanu mengangguk pelan, memilih menyerah untuk sesaat. Ia tak akan mencecar Rara sekarang, mengingat gadis itu masih menikmati lukisan-lukisan cantik. Jadi, ia memutuskan untuk membiarkannya, mungkin Rara akan mengatakannya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepucuk Surat
Short Story[LENGKAP] Buku Kedua: Serendipity: Undercover Fate Kumpulan kata yang tersurat dari Dhanurendra Akasha dan Nararya Anindita dalam tiap sepucuk surat. Lewat sepucuk surat ini, mereka akan menemukan banyak sisi lain dalam diri masing-masing dan belaja...