Surat [14]: Cerita Masa Depan

580 130 26
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Masa depan memang tak ada tahu, tapi apa salahnya berencana?

.

"Habis sakit, tenaganya udah kekumpul semua, ya?"

"Oh, iya dong. Buktinya sekarang aku nerima jadwal fitting buat gaun bridesmaid di nikahan teman. Hehehehe!"

Rara melirik sejenak ke arah Dhanu yang kini mendesah kasar di sampingnya saat langkah mereka memasuki ke sebuah butik yang tak terlalu ramai. Tahu betul kalau cowok itu merasa kesal karena rasa khawatirnya yang berlebihan. Membuat Rara berinisiatif menepuk dan mengusap lengan Dhanu berkali-kali, bermaksud menenangkannya.

"Aku udah sehat tahu, Mas Dhanu! Lihat deh!"

Tepat Dhanu menutup pintu masuk butik, ia melihat Rara sibuk berputar-putar di hadapannya. Padahal hari ini cewek itu tidak memakai rok panjang—hanya kaus jingga berlengan panjang dipadu celana bahan hitam, tapi bertingkah seperti tuan putri yang sedang memakai gaun. Jadi, Dhanu hanya menggelengkan kepalanya heran.

"Udah tahu, jadi stop. Selain malu dilihatin orang, kamu nanti bisa jatuh, Raya," suruh Dhanu sambil memegangi bahu Rara. "Teman kamu orang kaya ya, harus banget fitting gaunnya di butik?"

"Nggak tahu," jawab Rara. "Teman kerjaku yang mau nikah dan kayaknya well-prepared. Aku aja heran sampai dapat gaun bridesmaid dari dia dan disuruh datang ke sini buat fitting."

Dhanu manggut-manggut paham saat dijelaskan begitu. Beberapa waktu belakangan ia juga sering dimintai tolong oleh Jani pergi ke butik untuk dijahitkan gaun seragam bridesmaid mengingat umur mereka kini sudah memasuki masa paling matang. Tapi, ia baru tahu kalau ada juga yang seperti dijelaskan Rara.

Cowok itu berdiri di belakang Rara saat cewek itu menghampiri salah satu pelayan wanita butik di sana dan berbincang sebentar.

"Mbak Nararya, ya? Oh iya, tadi udah dipesan. Silakan ke sini, Mbak."

Rara mengangguk lalu menoleh sebentar ke Dhanu yang langsung bereaksi untuk mengikuti langkah gadis itu lagi.

Kalau begini, tugas Dhanu sebagai seorang kekasih tidak akan banyak dan mungkin akan terasa membosankan. Ia akan duduk di sofa, menunggu, atau sambil memerhatikan Rara yang mulai merentangkan badannya. Tampak pelayan wanita itu juga sudah menyiapkan meteran jahit dan mulai sibuk merentangkannya di sekeliling tubuh Rara.

Kalau begini juga, rasa-rasanya Dhanu seperti menemani Rara untuk melakukan fitting pakaian pernikahan, dengan ia yang sebagai calon mempelai pria. Agak konyol memang, tapi saat membayangkannya Dhanu otomatis sibuk menahan senyum. Walau rencana itu masih cukup jauh dan di sisi lain umur mereka sudah cukup matang, tapi Dhanu belum berani untuk merencanakannya cepat-cepat.

Dhanu tahu, baik dirinya dan Rara masih sama-sama sedang 'menapak' dengan masa depan. Semua realisasi rencana pribadi belum ada yang 'terbangun' dengan benar, sehingga untuk membicarakan mengenai masa depan mereka berdua belum ada bayangan sama sekali. Meski begitu, melihat Rara sudah merasa lebih baik dengan dirinya sendiri saja sudah membuat Dhanu merasa ikut tenang.

Sepucuk SuratTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang