16.] I Don't Care!

23 14 0
                                    

07:35 WIB

Gendhis tengah duduk di kursi, tepatnya di depan cermin riasnya. Gendhis menatap dirinya di depan cermin. Mini dress warna putih yang ia kenakan makin menambah keanggunannya, ditambah lagi riasan wajah dengan make up tipis dan rambutnya yang dibiarkan tergerai. Ada yang beda, Gendhis mencukur rambutnya yang semula sepinggang, kini menjadi sebahu.

Tok! tok! tok!..
"Ndukk...kita jadi pergi kan? kamu sudah siap?, " suara itu berasal dari luar pintu kamarnya.

Ceklek!
"Iya Mbok, ayo berangkat..Gendhis sudah siap, " ucap Gendhis sembari mengembangkan senyum manisnya.

"Duhh cah ayu...kamu tambah luwes kalo dandan kaya gini, " ucap simboknya.

"Anaknya siapa dulu dong?..Mbok Endah kan simbokku yang paling ayu, " Gendhis meringis, nampak jelas gingsulnya yang makin membuatnya terlihat manis, benar-benar manis.

...

"Semangat Ndhis, kamu harus terlihat bahagia di hari istimewa bapak..jangan nangis! ini sudah takdir, kamu harus ikhlas menerima dan menjalaninya tanpa harus menyalahkan siapapun. " batin Gendhis, menyemangati dirinya sendiri.

"Ayo nduk kita masuk, " Mbok Endah menggandeng tangan gadisnya, mereka memasuki tenda pernikahan berdekorasi mewah itu.

Selang 20 menit setelah acara dimulai, terlihat beberapa tamu undangan yang mulai ramai berdatangan. Gendhis melihat sosok itu, ayahnya. Kini ayahnya sudah duduk di kursi pelaminan bersama istri barunya dan satu anak gadisnya. Tunggu, sepertinya Gendhis mengenali gadis seumurannya yang tengah duduk di samping mempelai wanita. Siapa dia?.

"Ra-Rania... " lirihnya, ketika menyadari sosok gadis itu adalah Rania, mahasiswi bermulut pedas yang kini sudah sah menjadi saudari tirinya.

"Mengapa harus Rania?, akan jadi serunyam apa hidupku setelah hari ini? " batin Gendhis dalam lamunannya.

"Nduk...kamu kok melamun? kenapa? " suara Mbok Endah menyadarkan lamunannya.

"Ehhmm..nggg-ngga, gapapa kok Mbok, kita langsung pulang aja yok Mbok, " ucap Gendhis, beranjak dari kursi yang ia duduki.

"Sebelum pulang, kita kasih selamat dulu buat bapakmu ya nduk..kita kesana dulu, "

"Harus banget ya Mbok? " lagi lagi Gendhis berkata dalam hatinya.

"Ndukk...ayo, "

"Iya Mbok..simbok aja yang jalan di depan yaa, " Gendhis berjalan membuntuti simboknya.

Nampak ekspresi wajah sumringah kedua mempelai, begitupun anak gadis itu.

Rania menyadari siapa yang berjalan mendekatinya, Gendhis.

"Ndukk, alhamdulillah kamu datang di hari istimewa ini..bapak senang sekali, " pria itu memeluk Gendhis. Ini pelukan pertama seorang ayah dengan anak gadisnya yang telah lama ia tinggalkan.

"Ck, istimewa bagi bapak. Tidak bagiku. Andai saja bapak tau, pelukan ini...pelukan hangat seorang ayah kepada anaknya, pelukan sayang bapak untuk Gendhis, akhirnya pak..setelah beberapa tahun lamanya, " batinnya, lagi. Sebisa mungkin Gendhis menahan air matanya agar tak jatuh di sembarang tempat.

PAMIT [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang