20

1.6K 138 22
                                    

Boruto hanya diam, ia tak menyentuh sedikitpun makanan yang di sajikan oleh Hinata. Ia lapar, tapi ia tak berniat untuk makan.

"Makan saja Boruto, kami tak menaruh racun kok." Suruh Naruto diselingi kekehan pelan darinya.

Boruto tak menjawab, ia hanya menatap kosong pada piringnya. Ia berharap jika mungkin ia akan mengingat sesuatu lagi.

Boruto mengangkat tangannya dengan pelan dan menyendok nasi itu ke arah mulut nya. Ia baru saja mengunyah, tapi tiba-tiba saja telinganya kembali berdengung dan kepalanya terasa berputar dengan hebat.

Sendok yang berada di tangannya jatuh begitu saja ke piringnya hingga nasi di dalam piring itu sedikit tumpah.

"Eh, Boruto?!" Naruto dan Hinata langsung bangkit dari kursinya namun Boruto memberi isyarat untuk diam.

'Huh, jadi Tou-chan datang ya?'

'Dia itu!!'

'Jangan buat Kaa-chan dan Himawari sedih!'

'Biarkan saja yang tak mau makan masakan Kaa-chan ini.'

'Aku makan kok!"

'Kalian berdua, jangan makan dagingnya saja. Makan sayur juga.'

'Papa juga hanya makan daging saja.'

'Aku akan meminjamkan mu Hitai-ate milikku!'

Kreek!

Bola biru itu kembali mengalami retakan. Lingkaran kuning yang melindungi bola itu juga mengalami retakan yang lebih besar.

Boruto meremas rambutnya kasar. Kilasan-kilasan memori yang memasuki kepalanya itu benar benar membuatnya ingin pingsan sekarang juga.

"Kau baik-baik sa-

Boruto langsung berdiri dari duduknya ketika ia merasa ingin muntah. Ia menutup mulutnya dan berlari menuju toilet dengan segera. Ia memuntahkan semua isi perutnya di wastafel, padahal ia belum makan sedikitpun hari ini.

Hinata membantu Boruto mengeluarkan isi perutnya dengan mengurut pungung Boruto dengan pelan. Ia juga menghidupkan keran agar muntahan Boruto bisa keluar lewat saluran air.

Nafas Boruto terengah-engah, ia duduk di lantai dengan lengan kirinya memegang dadanya yang terasa sangat sesak. Pandangannya menjadi kabur karena air mata yang mulai menggenang di pelupuk matanya. Sungguh, Boruto malu untuk menangis sekarang.

Ia sudah 16 tahun dan menangis seperti anak kecil. Benar benar memalukan. Kalau diingat-ingat, terakhir kali ia menangis itu ketika ia berumur 14 tahun. Saat itu, Code mencoret-coret seprai kasurnya yang baru saja ia cuci.

Ia berusaha untuk tidak pingsan, tapi badannya tak mau di ajak kompromi. Pandangannya seketika menjadi buram dan dirinya jatuh.



















"Eungh...."

Boruto terbangun di tempat yang tak ia kenal. Sepertinya ia berada di sebuah kamar. Cahaya oranye memasuki kamar itu dan menyilaukan mata Boruto. Ia menghalangi cahaya oranye yang mengganggunya itu dengan tangan kanan.

Ia tersadar, sudah berapa lama ia tertidur?! Ini sudah sore lagi. Ia hendak bangkit tapi tiba-tiba saja ada yang mengganggu hidungnya.

"Hachuu!!" Boruto bersin karena debu yang masuk ke hidungnya. Ia menggosok-nggosok hidungnya dengan kasar.

Pintu kamar Boruto terbuka dan seseorang muncul di sana. Kawaki, ia sedang memakan taiyaki rasa coklat disana. Matanya menatap bingung pada Boruto yang baru saja bersin.

Truth [Boruto : Naruto Next Generation]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang