Cerita 16

3 1 0
                                    

Arumi melihat Mark yang sedang menggandeng Sara dengan tulus, mengusap kepala Sara mencoba menenangkan gadis itu. Rasa kecewa, marah semua jadi satu karna inilah, Mark sama sekali tidak mengabarinya dan membatalkan janji dengan sepihak.

Saat melihat Mark dan Sara ingin sekali Arumi menghampirinya, mengeluarkan semua emosinya karna sudah membuat dirinya menunggu seorang diri di cafe selama dua jam setengah. Namun, ia urungkan karna ia tidak ingin berprasangka buruk terhadap lelakinya itu.

"Ngelamun terus". Ucap Clara membuat Arumi menoleh

"Udah 3 hari ini gue galiat lo bareng Mark, berantem?". Tanya Clara

"Hah? Engga, gue sama dia baik-baik aja emang lagi gamau nyari masalah aja sama papah". Bohong Arumi

Karna faktanya, selama 3 hari ini gadis itu sedikit menjauh dari Mark. Masih belum bisa menerima semua alasan yang akan diberikan Mark untuknya, walau Arumi sama sekali tidak mau mendengarkan penjelasan dari Mark.

"Bohong, lo lagi berantemkan sama dia".

"Engga Clara fitnah mulu dah lu".

"Iyah deh iyah gue percaya, eh lo mau pesen apa dah?".

"Jus aja, males makan gue".

"Oke, tunggu ya".

Clara pergi meninggalkan Arumi yang sibuk dengan ponselnya, tiba-tiba seseorsng duduk dihadapannya namun Arumi masih tidak peduli. Karna dia orang yang sudah 3 hari ini ia hindari.

"Jangan ngehindar lagi, gue jelasin semuanya". Ucapnya membuat Arumi tertunduk

Ia sama sekali tidak berani melihat mata Mark, ia hanya takut melihat Mark yang seperti ini. Tak lama Clara datang membawa satu nampan makanan dan minuman, namun seperti tau Clara hanya menyimpan satu gelas jusnya lalu ia pergi menuju meja Jaemin dan yang lainnya.

"Liat gue Rum".

Arumi menghembuskan nafasnya lalu menoleh ke arah Mark, ia sedikit terkejut melihat luka yang ada di wajah Mark masih terbilang baru ingin sekali Arumi bertanya namun lagi-lagi egonya berkata jangan.

"Gue bener-bener minta maaf, ada hal mendesak bikin gue gajadi dateng ke cafe. Dan gue bener-bener lupa bawa hape karna panik". Jelas Mark

Arumi tersenyum, senyum yang sama sekali tidak bisa diartikan oleh Mark.

Kenapa sih gabisa jujur Mark
Kenapa kamu nolongin Sara sampe kamu batalin janji kita
Kenapa kamu gacoba jelasin dari awal setelah kamu pulang anterin Sara

"Gapapa". Hanya kata itu yang akhirnya keluar dari mulut Arumi setelah banyak pertanyaan didalam pikirannya

"Rum, lo boleh marah sama gue".

"Buat apa Mark? Kalo aku marah kamu bakal jujur sama aku? Enggakan, kamu tetep bilang ada urusan tanpa ngasih tau aku urusan kamu itu apa".

Mark terdiam.

"Mark, aku juga manusia aku juga bisa capek. Aku capek terus ngertiin kamu, terus berfikir kalo emang semua urusan kamu itu ga macem-macem. Apa aku pernah ngelarang kamu pergi kalo kamu ada urusan ngedadak? Apa pernah aku tuntut kamu untuk cerita apa urusan kamu? Pernah ga Mark?". Tanya Arumi yang sudah menahan air matanya dengan susah payah

"Rum.."

"Aku cuma butuh kamu jujur Mark, berbagi semua rasa sakit kamu ke aku, berbagi keluh kesah kamu ke aku. Sesusah itu ya Mark? Sesusah itu kamu jadiin aku itu dunia kamu? Sesusah itu kamu jadiin aku itu rumah kamu?". Arumi sudah menangis persetan dengan tatapan siswa dan siswi yang sudah memperhatikan mereka berdua

"Arumi maafin gue".

Arumi menghapus air matanya kasar ia menatap Mark sebentar, "let's break up Mark".

Tidak dipungkiri hati Mark saat ini sakit, mendengar Arumi yang memintanya untuk berhenti. Walau hanya berhenti untuk sementara menurut Mark itu adalah salah satu jalan untuk saling melupakan. Mark tidak akan pernah bisa, karna dunianya adalah Arumi.

"Rum lo ngomong apaan sih?".

"Let's break up Mark, aku pengen kita saling intropeksi". Ucap Arumi

"Rum, gue bener-bener minta maaf soal tempo hari. Tapi gue gamau, gue gamau break". Mohon Mark

Arumi tersenyum, "kamu gaboleh egois Mark, ayok kita intropeksi masing-masing dengan cara break".

"Rum.."

"Kita butuh ruang sendiri Mark, kamu atau aku sama-sama butuh ruang sendiri". Jawab Arumi

Gadis itu berdiri dengan senyum yang sulit diartikan oleh Mark, sedangkan lelaki itu hanya bisa menatap kepergian Arumi. Masih tidak bisa berfikir dengan omongan Arumi tadi, ini memang salahnya yang selalu berbohong hanya karna khawatir akan menambah beban Arumi.

Namun sepertinya sikapnya salah, itu hanya membuat Arumi sakit hati dan merasa tidak dihargai. Mark memukul meja kantin cukup keras lalu pergi ke rooftop untuk merokok.

"Cewe lo marah?". Tanya seseorang lalu duduk disebelah Mark

"Ngapain disini?".

"Gapapa gue males belajar".

"Balik kelas Sara, jangan bolos".

"Biar gue yang jelasin ke Arumi semuanya".

"Gaperlu, gue gamau dia makin salah paham tentang kita".

"Terus lo mau diem aja kaya gini?".

Mark hanya terdiam, rasanya percuma jika dirinya menjelaskan semuanya karna mungkin Arumi tidak akan mendengarkannya. Untuk kali ini Mark benar-benar membuat gadisnya marah.

Sementara itu, Arumi masih berdiam diri di perpustakaan. Dia hanya membuka lembar demi lembar buku yang ada dimeja tanpa berniat membacanya. Ia masih memikirkan perkataannya sendiri pada Mark tadi. Ada sedikit rasa penyesalan namun ia juga kecewa pada Mark yang masih saja menutupi semuanya sendiri.

"Yeu dicariin taunya ada disini, ngapain?".

"Lo galiat?".

"Yang gue liat cuma buka buku tapi ngelamun, napa sih? Mark lagi?".

"Gue salah ga sih minta break ke Mark? Maksud gue tuh biar kita sama-sama intropeksi, gue cape tau Clay ngertiin dia mulu".

Clara menggelengkan kepalanya, "gaada yang salah sih, yang salah itu lo terlalu cepat mengambil keputusan padahal masih bisa dibicarain baik".

Arumi terdiam, dia memikirkan bagaimana caranya ia mau mendengar semua penjelasan Mark. Apa dia terlalu egois dan hanya memikirkan dirinya sendiri?

"Lo sama Mark itu bukan anak kecil Rumi, lo harus bisa nyelesain masalah pake kepala dingin kalo lo egois ya gini jadinya".

"Tapikan Clay, gue harus percaya kaya gimana lagi sama dia? Disaat gue mikir semua itu cuma kebetulan, disaat itu juga Tuhan nunjukin kalo Mark itu bohong sama gue Clay".

"Yaudah itu terserah lo, gue cuma gamau gara-gara ini pikiran lo keganggu. Padahal masih bisa diperbaiki, jangan sampe nyesel akhirnya".

Arumi kembali terdiam, perkataan Clara ada benarnya juga. Harusnya dia tidak gegabah dalam mengambil keputusan.

***

"Makan dulu Rumi". Ucap Jeno yang sudah 20 menit mengajak adiknya itu untuk makan malam

"Lo aja sih bang, lagi males makan gue".

"Kalo galau jangan nyiksa diri sendiri napa".

"Engga anjrit, suhudzon mulu".

"Yaudah makanya makan, daripada papah yang keatas".

Arumi dengan malas bangun dan pergi menuju meja makan dibawah, namun sebelum itu ia dimintai tolong ambil berkas oleh sang papah diruang kerjanya. Gadis itu memasuki ruang kerja sang papah, dan mengambil sebuah berkas lalu pergi menuju meja makan.






























Jangan lupa vote dan comment, terimakasih♥️

Tentang Rasa [Mark Lee] - CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang