04. Kencan Buta

4.4K 135 0
                                    

"Kenapa kau tidak datang kemarin?" tanya Saron, bibirnya sudah tertekuk ke bawah.

Ia kesal karena Deon mengabaikan pesannya. Bahkan saat Saron menghubungi Deon untuk mengabari dirinya yang mengalami kecelakaan kecil, Deon tidak merespon.

"Ponselku tertinggal di kelas."

"Tapi, kau bisa menjawab panggilan Mamamu."

Deon meringis. "Itu karena aku mengambilnya malam-malam ke kampus. Kau tidak percaya padaku, sayang?"

Saron menggeleng. "Aku percaya padamu, sepenuhnya."

Deon mengusap pipi Saron lembut. "Itu baru anak pintar."

"Deon," panggil Saron sambil merengek. Jika Deon tidak pernah mau ambil pusing dengan situasi, mungkin dia akan segera mengumpat karena geli dengan rengekan yang setiap hari dia dengan.

Tapi, karena dia harus menjaga etika agar Mama dan Papa Saron tidak marah padanya. Dia harus menahannya.

"Apa?"

"Temani aku sampai aku tertidur, ya."

Deon melirik jam tangan di pergelangan tangannya dengan gusar. Padahal niatnya setelah ini ingin menemui Brill di apartemen wanita itu.

"Aku ada acara dengan teman-teman."

"Kemarin kau mengabaikanku, Deon. Sekarang aku hanya ingin kau menemaniku saja, tidak bisa." Saron semakin mengeratkan tangannya pada lengan Deon.

"Deon, tinggalkan dulu urusan berkumpul dengan teman-temanmu itu. Kasihan Saron, kemarin mencarimu sampai kecelakaan," ucapan lembut dari Mama Saron membuat Deon berdeham, tidak enak.

Ia akhirnya menurut, meski sebenarnya ingin segera pergi dari kandang macan ini. Pikirannya justru terpusat pada Brill, sedang apa dia sekarang, apakah dia baik-baik saja? Sejak dua hari yang lalu, Brill tidak menghubunginya.

***

"Ini, Brill."

Anette tersenyum sumringah saat memperkenalkan Brill dengan teman kampusnya. Mereka tampak serasi dengan setelan warna pakaian yang hampir sama.

"Revan, aku ada urusan jadi tidak bisa menemani kalian," ucap Anette. "Aku pergi dulu ya," Pamitnya.

Brill melambaikan tangan pada Anette yang berjalan menjauh. Sebelum benar-benar jauh, Anette mengacungkan kedua jempolnya, memberi semangat pada Brill dan mengisyaratkan untuk jangan sampai lolos.

"Brill, aku Revan."

Brill menjabat tangan Revan yang terasa begitu dingin. Parfum maskulin milik Revan tercium, begitu membuat Brill menyukainya.

"Kau mau jalan-jalan ke mana?"

"Terserah padamu saja Revan," kata Brill malu-malu.

Revan menggandeng tangan Brill, lalu mengajaknya untuk menuju parkiran. Tidak tahu Revan akan membawanya ke mana, yang terpenting Brill menyukai lelaki ini, lelaki yang punya sopan santun dan manis terhadap perempuan. Terlihat dari cara Revan membukakan pintu mobil untuk Brill dan tidak terlalu memaksakan apa pun kemauannya saat Brill mengatakan tidak suka.

Mereka makan di salah satu restoran yang terkenal dengan menu makanan untuk couple remaja. Mereka menikmati musik jazz dan berdansa pula mengikuti beberapa pengunjung lain.

Seru sekali, jika saja sebuah insiden tidak terjadi.

Di mana tiba-tiba, dari arah belakang, seseorang memukul kepala Revan menggunakan botol minuman keras hingga berdarah. Lelaki itu tersungkur di lantai dengan lelehan darah dari kepala belakangnya.

Forbidden RelationShit!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang