12. Pergi

4.6K 146 2
                                    

Terjadi ketegangan di depan ruang rawat inap Brill. Deon tetap bersikukuh membawa wanita itu pergi, meski kedua orang tua Brill tidak mengizinkannya. Papa Brill tampak begitu kesal, lelaki paruh baya itu berusaha untuk tidak menghantam rahang Deon lagi.

"Bagaimana kami bisa percaya jika kau akan merawatnya dengan baik, sementara keluargamu bangkrut?" Papa Brill menunjukkan senyum mengejek.

"Aku sudah punya pekerjaan tetap di salah satu perusahaan mebel. Aku memegang jabatan cukup tinggi, manager keuangan."

"Aku bisa merawat Brill dan anakku."

Kalah telak, Papa Brill terdiam. Giliran Mama Brill yang berdiri dari duduknya, ia menatap Deon dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Aku setuju, Brill bersama Deon."

Dua pasang mata yang ada di tempat itu menatap Mama Brill. Papa Brill begitu tidak percaya dengan keputusan istrinya, dia sangat keberatan.

"Kenapa kau menyetujuinya?" tanya Papa Brill, menggeram rendah.

"Karena dia hidup lebih terjamin bersama Deon, kau akui saja kita tidak memiliki apa-apa lagi. Bahkan rumah yang kau sebut istana sudah jadi milik orang lain!"

"Kau yang terlebih dahulu bangkrut, keluarga Deon bahkan masih bisa mengelola perusahaannya."

Papa Brill berdiri, hendak menampar istrinya jika saja Deon tidak menggapai tangan itu duluan dan menghempaskannya seperti tanpa perasaan. "Berhentilah kasar pada seorang wanita, Tuan."

"Aku sudah muak dengan dia, Deon. Aku akan pergi ke rumah orang tuaku di Korea, dan aku lega kau bisa menjaga Brill di sini."

"Kau akan meninggalkanku?" tanya Papa Brill tidak mengerti lagi.

"Untuk apa aku terus bertahan dengan lelaki yang tidak tahu diri sepertimu!" kesal Mama Brill, sudah cukup dia diam selama ini.

Ia tidak mau Brill mendapatkan perlakuan seperti dirinya. Kejadian beberapa jam yang lalu sudah cukup membuat Mama Brill kehabisan kesabaran, Papa Brill rupanya tidak punya belas kasihan pada putrinya sendiri.

Mama Brill memang kecewa pada putrinya dan Deon yang melanjutkan hubungan terlarang ini sampai Brill hamil tanpa ikatan apa pun. Namun, tidak seperti ini caranya agar membuat mereka jera. Jika sudah jadi seperti ini, tidak ada yang bisa dilakukan lagi.

Pada akhirnya, Mama Brill memutuskan pergi ke Korea meninggalkan Papa Brill sendirian.

***

Brill mengalami kontraksi dini dan pendarahan ringan, yang menyebabkan pasokan oksigen untuk janin di dalam perutnya berkurang. Detak jantung janin mereka melemah, tapi beruntungnya janin itu sudah memasuki usia lima bulan.

Dokter dan beberapa perawat sudah melakukan tindakan penanganan untuk rasa sakitnya. Ia harus dipantau selama beberapa jam untuk mengetahui bagaimana keadaan janin yang ada di dalam perutnya.

Brill diposisikan miring ke kiri dengan dua alat CTG yang ditempel pada perut atas dan bawah. Lalu masker oksigen untuk memudahkannya bernapas. Sedari tadi, dia tidak bisa tidur karena mendengar suara detak jantung bayinya yang terdengar berbeda dari biasanya.

Pintu ruang rawat inapnya terbuka, sosok Deon berjalan menuju Brill yang hanya diam sambil menatap nyalang pada monitor detak jantung janin mereka.

"Masih sakit?" Deon merunduk, mengecup puncak kepala Brill.

"Kenapa diam saja. Katakan Brill, mana yang sakit?"

Tangan Deon bergerak mengusap pipi Brill lembut. Bukannya menjawab, Brill justru menitikkan air mata.

Forbidden RelationShit!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang