CHAPTER LANDO: Menyentuh Batas

25.3K 539 23
                                    


SUARA kecipak-kecipok terdengar dari mulut Pak Lando, seperti suara ciuman basah. Bukan ciuman mulut dengan mulut, tapi ciuman mulut dengan anus. Pak Lando begitu beringas mencumbu bibir anal Lingga, seolah menikmati hidangan appetizers yang harus dengan cepat dihabisi sebelum hidangan utama.

Lingga benar-benar tak pernah merasakan senikmat ini. Dia tak pernah diperlakukan seistimewa ini dalam bercinta dengan istrinya. Biasanya dialah yang bekerja ekstra memberikan kepuasan pada istrinya, sekarang justru sebaliknya. Pak Lando telah berhasil memancing libidonya dengan perlakuan-perlakuan yang dinilai orang awam menjijikan dan aneh. Bagian tubuhnya yang dianggap jorok justru begitu digilai dan dinikmati oleh seorang pria yang rupawan dan berkelas. Nalar aneh itu justru membuatnya terangsang. Membuatnya tak malu untuk mengerang dan meracau untuk menunjukkan kepuasannya.

“Pak Lando, jilat bool saya pak, jilat terus Pak, jangan berhenti ... occch ....”

Lidah Pak Lando menusuk-nusuk berusaha menerobos lubang anus Lingga yang masih rapat. Terkadang dia menyedotinya. Ludahnya yang menyatu dengan cairan di anus menempel pada bulu-bulu di sekitar anus itu yang kemudian disedot kembali dengan rakus.

Lingga kembali meracau nikmat sambil mengejangkan perutnya, “Asshhh ... ahhhh ... sedot lagi Pak, sedot yang kuat lubang tai saya Pak ... ohh enak banget ....”

Pak Lando mengabulkan permintaan Lingga, membeceki analnya sebelum menyedotnya dengan kuat. Sambil menjilati dan menyedot lubang dubur lelaki itu, Pak Lando meraih batang penisnya yang mengacung. Mengelusinya dengan sesekali mengocok-ngocoknya. Dalam posisinya yang mengangkang, Lingga menahan kakinya agar mulut binal Pak Lando bisa lebih leluasa memberikan kenikmatan pada lubang duburnya. Lingga terus menerus merintih dan mendesah seperti orang kepedasan. Lubang kotorannya dijilat dan disedot oleh atasannya sungguh memberikan kepuasan sensasional baginya.

Sekarang lidah Pak Lando mendarat di skrotum berkerut yang ditumbuhi bulu-bulu kasar yang jarang. Lidahnya menari-nari di atas permukaannya. Setelah lidahnya menjelajahi setiap sisi kantong berbiji itu, Pak Lando kemudian memasukkan kedua biji pelir itu ke dalam mulut secara bersamaan dan langsung mengenyotnya.

Lingga mangaduh sambil mengeleng-gelengkan kepalanya. Kakinya ia turunkan. Kini penisnya mengacung tegak, keras dan kaku seolah menantang bumi. Batangnya penuh dilingkari urat-urat dan kepalanya yang bagai jamur tampak mengkilat akibat precum yang membanjir. Pak Lando tak ingin membuang-buang rezeki itu. Lidahnya dengan rakus mengecapinya, sementara tangan kanannya mengelus naik turun batang penis yang menjulang tinggi. Kemudian, lidahnya meratai batang itu dari pangkal, tengah hingga ujung kepalanya. Setelah mengulik lubang kencingnya, dia menyedot-nyedot kepalnya yang bagai jamur itu.

“ARKKKKHH ...,” Lingga mengerang nyaring. Matanya membeliak. Kali ini dia menjambak rambut Pak Lando dengan kedua tangannya. Pria itu tak marah, justru dia tersenyum bangga.

Melihat reaksi Pak Lando yang seperti itu, Lingga tak segan lagi untuk mendekatkan penisnya ke arah mulut pria yang seharusnya dia hormati, dengan cara menjambak rambutnya. Lingga ingin batang penisnya segera dioral oleh mulut bosnya itu. Tak ada lagi keraguan bahwa Pak Lando adalah seorang lelaki yang tak pantas bercinta dengannya yang sesama lelaki. Tak ada lagi pemikiran bahwa semua ini adalah keterpaksaan sebagai bentuk tanggung jawab sebagai seorang kepala rumah tangga. Saat ini, yang ada hanya libido yang terpancing, hasrat yang ingin segera dituntaskan, syahwat yang diundang tanpa nalar ... yang ingin segera dikeluarkan tanpa hambatan.

Namun, saat bibir Pak Lando menyentuh kepala penisnya, pria itu hanya mengecup lubangnya yang masih mengeluarkan precum, lalu beranjak turun dari tempat tidurnya.

Lingga menatap takjub akan aksi yang baru dilakukan Pak Lando, tak mengacuhkan penisnya yang sudah mengeras luar biasa; mengabaikan libidonya begitu saja. Dia benar-benar kesal sama pria ini. Lingga pun memperbaiki posisinya, duduk dengan kaki tetap mengangkang. Matanya terus mengawasi pergerakan Pak Lando yang baru disadarinya sekarang hanya memakai celana dalam yang super ketat. Pak Lando sedang berjalan menuju sudut ruangan yang berjejer botol minuman yang masih belum dia tahu ruangan apa namanya. Dilihatnya Pak Lando mengambil sebotol minuman di rak terbawah, membuka tutupnya, kemudian menuangkan isinya pada gelas yang diambilnya di atas meja panjang. Sebongkah es batu di ambilnya dalam wadah kecil berbentuk bulat, kemudian dicelupkan ke dalam gelas yang tadi. Setelah meneguk minumannya, Pak Lando berjalan ke arah tempat tidur.

L I N G G A - Kuli Jadi GigoloTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang