CHAPTER LANDO: Melebur Jadi Satu 0.1

18.2K 412 28
                                    


LINGGA terjaga karena merasakan sesuatu yang mendesak ingin segera dikeluarkan. Perlahan matanya membuka, sedikit menyipit karena cahaya lampu kamar yang begitu menyilaukan mata.

Setelah pandangannya mulai beradaptasi, Lingga melirik pada sesuatu yang menimpa dadanya. Ditemukannya kepala Pak Lando bersandar di situ. Sementara lengan pria itu melingkar di perutnya. Kulit wajah Pak Lando yang lembut terasa bersentuhan dengan permukaan tubuhnya yang kasar, bahkan dia bisa merasakan tekstur bibir yang kenyal ikut menjamah kulit dadanya, selaras dengan hembusan napas yang menerpa bulu-bulu yang tumbuh jarang di situ. Dia masih telanjang, tanpa selembar kain pun menutupi. Dia merasa risih dipeluk dalam keadaan seperti ini, apalagi yang memeluknya seorang pria yang juga telanjang, meski tak sepenuhnya telanjang karena selangkangannya masih tertutup oleh celana dalam yang super ketat.

Lingga berusaha mengingat. Tadi, setelah melepas ciuman panasnya, Pak Lando langsung mendaratkan kepala di dadanya. Alih-alih menjelaskan kalimat yang dia lontarkan sebelumnya, Pak Lando malah mendengkur pelan sambil memeluk tubuhnya. Lingga tak ingat jelas bagaimana akhirnya dia pun ikut terlelap.

Lingga sudah tak tahan. Dengan hati-hati, Lingga berusaha menggeser tubuh Pak Lando dari dadanya. Pria itu terbangun, mendumel dan malah semakin mempererat pelukannya. “Ehmm ... aku suka hangat dan bau tubuhmu,” gumamnya dengan mata masih terpejam.

Lingga menghela napas panjang. “Saya mau kencing, Pak,” ucapnya jujur, “udah nggak tahan nih.”

Dengan berdecak kesal Lando melepaskan pelukannya. Membalik tubuhnya lalu meraih guling dan memeluknya. “Jangan lama-lama! kalau lama, aku yang nyusul,” sahutnya dengan suara serak karena baru terjaga.

Lingga yang ingin menurunkan kakinya langsung tercenung sebentar medengar perintah Pak Lando barusan. Dia masih saja tak habis pikir dengan tingkah dan mau pria kaya ini.

* * *

Lando membuka matanya, dia sama sekali tak merasakan keberadaan Lingga di dekatnya. Benar saja, matanya tak menemukan lelaki itu di tempat tidur. Dia bangkit dan melirik jam digital di atas nakas. Kurang tiga belas menit menuju jam satu dini hari.

Lando menguap sambil meregangkan kedua tangannya. Dia lalu beranjak dari tempat tidur dan berjalan dengan gontai menuju kamar mandi. Kantuk masih mengelayut di kelopak matanya.

Lelaki yang dicarinya nampak asik berendam di dalam bathtub. Kepalanya dia sandarkan di tepi bathtub-yang bergaya ergonomics, sementara kedua matanya terpejam. Entah dia tertidur atau mencoba menikmati pijatan air hangat.

“Kamu mandi kok nggak bilang-bilang sih. Aku nunggu kamu, tau?!”

Perkataan Lando itu sukses membuat mata Lingga terbuka dan membuatnya langsung berdiri seketika. Penis yang menjuntai indah menyapa penglihatan Lando. Matanya mendadak segar, kantuk yang sempat melanda, mendadak sirna entah kemana. Ditambah tubuh yang terpahat sempurna tersaji di depan mata, berbalut air yang membasahi kulit eksotisnya. Lando meneguk ludahnya dengan susah payah, padahal ini bukan kali pertama dia melihat ketelanjangan Lingga, namun tetap saja keindahan tubuh itu selalu saja menghipnotis matanya.

“Maaf, Pak! Saya lancang. Soalnya saya gerah banget, apalagi seharian kan saya belum mandi,” Lingga memasang wajah tak enaknya sambil menggaruk-garuk leher belakangnya. Tak sadar ketelanjangannya membuat leher Lando tercekat.

Bukan Lando namanya, jika tidak bisa menguasai dan membalikkan keadaan. Dia kemudian menuju tepi bathtub, mengambil pemantik untuk menyalakan lilin aromaterapi. “Aku akan marah padamu kalau kamu terus memanggilku dengan sebutan Pak, seolah aku ini lebih tua darimu,” Lando berujar sambil menuangkan bath salt ke dalam bathtub yang berisi air hangat.

L I N G G A - Kuli Jadi GigoloTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang