Sekedar Ucap:
Terima kasih buat semua perhatian yang kalian berikan padaku dan juga pada tulisanku. Baik lewat comments maupun lewat DM. Meskipun ada saja yang masih berpikiran negatif tanpa tau duduk persoalannya.
I'm not being dramatic. Aku hanya belum bisa mengendalikan OCD yang aku alami. Keadaan yg sebelumnya aku pikir bisa aku atasi. Namun ketika satu moment kehidupan lahir di hidupku, kegelisahan itu kembali mengusik pola pikirku dengan kecemasan yg membabi buta.
Beberapa pembacaku mengatakan, “menulis adalah jiwamu, lantas bagaimana bisa kamu mengakhirinya?” Aku setuju! Bahkan menulis adalah salah satu cara untuk mengurung kecemasan maupun naluri liarku. Terbekatiliah kamu yang memberi comment seperti itu. Aku tak berniat untuk berhenti menulis, aku hanya merasa belakangan ini begitu sulit melanjutkan untuk menulis. Tapi aku janjijkan aku akan terus menulis. Mungkin mentalku saja yg sedang tidak baik2 saat ini. Buat kalian yg mengalami OCD, pasti mengerti apa yg kumaksud.
Btw, aku harus jujur, comments kalian yang positif sedikit banyak menjadi mood booster buatku. Sekarang aku paham kenapa banyak penulis yg meminta pembacanya untuk membubuhkan komentar pada setiap karya mereka. Ternyata itu adalah feedback yg tak ternilai harganya. Untuk itu terima kasih buat kalian yg sudah meluangkan waktu memberi komentar dan pesan yang menyemangatiku untuk terus menulis. I love u all.
Ok, sekarang kita lanjut ke cerita ya! Sebenarnya chapter ini sudah jauh hari aku membuatnya, hanya saja part terakhirnya belum rampung sehingga belum layak aku publish. Hingga berbulan2 lamanya akhirnya aku publish juga.
——————————————————
Sebelum membaca pastikan kalian tidak akan terpengaruh sepenuhnya oleh isi cerita!
Cerita ini fiktif.
Segala hal yang tertulis hanya untuk memenuhi fantasi semata. Bukan untuk ditiru dan dipraktekkan! Dan seperti biasa, adegan eksplisit akan tertuang secara vulgar. Oleh karena itu dibutuhkan kedewasaan saat menyikapi apa yang dibaca. Sekali lagi, ini hanya fiksi! Bukan sebuah manual book atau buku pedoman tentang kehidupan.
Terima kasih.
IQD
——————————————————
TERKADANG memilih keputusan terbaik sekalipun akan selalu ada risiko yang didapat. Bahkan tak jarang, penyesalan menjadi harga mati yang mengiringi. Namun jika tak memilih, seolah melewatkan kesempatan berharga berlalu begitu saja. Itulah yang dirasakan Lando saat pertama kali seorang polisi tampan dan teramat jantan menawarkan kemesraan padanya. Bukan semata hubungan panas di atas ranjang, tapi hubungan percintaan yang saling terikat satu sama lain. Bagaimana dia bisa menolak aura dominasi yang penuh karisma yang ditawarkan pria itu, meski dia harus menerima konsekuensi dengan kebebasan yang dipertaruhkan. Awalnya, dia tak masalah agenda kehidupannya menjadi tersusun berdasarkan kehidupan orang lain, karena pada akhirnya semua terbayar dengan seks yang dahsyat yang selalu berhasil diberikan pria itu. Namun, lambat laun, Lando merasa geraknya mulai tak leluasa karena diusik oleh pria itu. Seperti hari ini, bagaimana pria itu sudah berada di dalam apartemennya saat dia baru saja pulang dari rutinitas pekerjaannya. Dia butuh me time. Dia tipikal penyendiri, yang lebih leluasa dan nyaman melakukan segala sesuatunya sendiri; termasuk beristirahat. Saat ini dia membutuhkan beristirahat dari pikiran yang tumpah ruah di kepalanya. Keputusan memberikannya kunci apartemen waktu itu sepertinya merupakan keputusan yang amat salah.
“Shit!” Lando mengumpat tertahan menyaksikan kekasihnya itu berada di dapur dengan hanya menggunakan celana dalam merah menyala yang super ketat. Bokongnya yang kencang tercetak begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
L I N G G A - Kuli Jadi Gigolo
Random⚠️ Warning: 21+ content. Apa jadinya jika seorang kuli bangunan yang straight terpaksa menjadi seorang gigolo bagi para pria penyuka sesama jenis demi memenuhi tanggung jawabnya sebagai kepala rumah tangga? Lantas pria-pria seperti apa saja yang aka...