~ happy reading ~
Hal-hal paling Caca benci di dunia adalah, ketika dia ditaruh di posisi membingungkan, ketika dia di tipu oleh penampilan awal, ketika dia diremehkan, juga ketika dia menangis di depan banyak orang.
Caca paling menghindari hal terakhir, dia tidak mau dipandang aneh, remeh atau yang lainnya. Apalagi nangis tanpa penjelasan yang jelas seperti kejadian barusan.
Sekarang semuanya sudah terkontrol. Caca berada di taman belakang, sudah melewati pembelajaran pertama juga kedua.
Sedangkan Gavin dan Xelio, keduanya lolos dari amukan BK. Tidak ada yang tahu kalau mereka bertengkar, karena keributan itu segera mereda setelah beberapa menit berlangsung.
Tapi efeknya lumayan walau mereka cuman bertengkar sebentar, Gavin yang paling bersih dari luka. Jelas, karena menurut Caca pun, Gavin yang kekuatannya lebih besar daripada Xelio.
Tapi pertengkaran singkat tadi mampu membuat Caca terguncang hebat. Sedari tadi gadis itu cuman bisa melamun, memikirkan hal-hal aneh yang berujung membuat dada sesak.
Suka katanya? Caca mungkin sedikit senang mendengar cowok itu bilang begitu. Tapi rasanya, itu juga terlalu menyebalkan apalagi kalau sehabis ini dia bilang itu becanda lagi seperti yang sudah-sudah. Caca mungkin tidak akan bicara dengannya untuk beberapa hari ke depan.
Lalu, serangan Gavin. Jujur sedikit mewakili kekesalan Caca, awalnya ia lega. Tapi melihat Xelio disakiti juga ia tidak bisa, hatinya juga sakit jika mengingat kejadian itu lagi. Dan berakhir membenci Gavin.
Caca menatap langit biru di atas, dengan helaan napas yang bersamaan dengan kedatangan seseorang. "Caca," panggilnya.
Caca memilih bungkam. Bahkan ketika cowok itu sudah duduk di sampingnya. "Kenapa nangis tadi?"
Caca kembali diam. Cowok itu tersenyum sebentar, lalu meraih puncak kepala Caca yang ia usap lembut. "Gue suka lo. Belum cinta. Kalau lo tanya, gue berarti bisa cinta lo? Gue jawab iya."
Caca tidak menyahuti ucapan itu lagi. "Iya, gue tahu gue brengsek. Karena dateng di saat lo harusnya move on. Tapi gue ga bisa ngebiarin gue dicekik rasa kangen juga Ca."
"Udah diobatin lukanya?" tanya Caca yang berakhir membuka suaranya.
Cowok itu - Xelio - mengangguk. "Udah," jawabnya.
"Oke, bagus."
Setelah itu hening. "Ga nyamperin Gavin?" tanya Xelio.
Caca tidak menyahuti ucapan Xelio, yang membuatnya hening lagi kemudian.
"Kalau mau nangis, nangis aja," ucap cowok itu lagi.
Caca tertawa hambar. "Sejak kapan gue mau nangis?" tanya Caca.
"Gue tahu lo ga sekuat itu Ca."
"Konyol. Nangis di depan yang nyakitin. Lo ga sadar apa emang amnesia?" sarkas Caca.
Xelio bungkam mendengar ucapan Caca. Sedangkan satu nama yang ada di kepalanya, Gavin. Caca ingin bercerita banyak dengan cowok itu. Karena cuman Gavin, yang bisa mendengarkan ceritanya dengan baik. Tapi di lain sisi dia juga sedang marah dengan cowok itu, jadi Caca memilih diam.
Xelio berdiri dari duduknya. "Sorry ganggu lo. Kalau acara Sabtu nanti mau dibatalin gapapa. Lo pergi sama Gavin aja. Gue duluan," ucap Xelio lalu pergi.
Kalau Gavin, ia tidak akan berhenti berbicara hingga Caca memaafkannya ataupun mengikuti maunya. Tapi Xelio, dia bahkan seperti tidak benar-benar ingin mencitai Caca.
KAMU SEDANG MEMBACA
gavinca: Puppy Love
Fiksi Remaja-Ketika sapaan itu menjelma kebiasaan yang menjadikannya sebuah kerinduan.- Gavin, manusia yang entah asal muasalnya tiba-tiba datang, menyapa tanpa henti, tanpa letih, tanpa lelah gadis cantik yang terjebak di hujan. Katanya, ia mau jadi hujan, ti...