Chapter 27

1.8K 242 11
                                    

"Cebol! Bangun!" Ilsa memanggil Sagara yang bisa-bisanya tertidur pulas tanpa pertahanan begitu lelaki itu memasuki taksi yang Ilsa pesan untuk mengantar mereka pulang.

"Cebol! Bangun! Kau tinggal di lantai berapa?" Ilsa berusaha membangunkan Sagara namun sepertinya itu malah membuat Sagara semakin pulas.

Ilsa menghela napas panjang, tak ada gunanya membangunkan Sagara. Ini sudah tiga kalinya ia membangunkan Sagara, namun tak mendapat respon yang diinginkan.

"Mohon maaf, bisakah kita langsung menuju alamat berikutnya saja?" Ilsa memutuskan untuk membawa Sagara pulang ke apartemennya.

Supir taksi itu mengangguk paham lalu langsung menggerakkan mobilnya menuju alamat apartemen Ilsa sebagai tujuan keduanya. Selama perjalanan menuju apartemen Ilsa, Ilsa benar-benar tidak bisa habis pikir, bisa-bisanya Sagara menyuruhnya meninggalkan dirinya seorang diri jika mabuk, padahal dia tipe orang yang kalau mabuk itu langsung pules dan sungguh mengundang peluang para wanita lain yang memiliki niat aneh-aneh dengan Sagara.

"Kenapa rasanya seperti kebalik?" Gumam Ilsa, namun sedetik kemudian ia tersenyum tipis. "Tidak ada yang kebalik Ilsa. He's human, just like you."

💌💌💌

"Benar-benar tipe yang mudah diserang dalam keadaan mabuk," komentar Ilsa ketika melihat betapa pulasnya Sagara yang Ilsa tidurkan di sofanya. Sebagai teman dan tuan rumah yang baik, Ilsa sudah memberikan bantal berupa boneka dugong dan sebuah selimut untuk membuat Sagara tetap nyaman dan hangat selama tidur.

Ilsa spontan jongkok agar ia lebih dekat melihat wajah pulas Sagara dengan lebih seksama. Wajah Sagara memang terlihat pulas, tapi kalau diamati lebih baik lagi wajah Sagara tidak menutup fakta bahwa Sagara tengah mengalami stress.

"Pasti berat ya jadi kamu, Cebol?" Monolog Ilsa dalam bahasa ibunya. "Tiap hari memantau perkembangan pasien dan menjadi orang pertama yang mengetahui kondisi terburuk pasiennya lalu harus menyampaikan ke wali pasien. Harus tetap profesional, meski hatimu bergejolak."

Ilsa mengelus wajah Sagara dan memijit lembut pelipis Sagara dengan harapan bisa membantu meringankan stress si cebol. "Terima kasih telah menjadi dokter yang baik dan peduli dengan dirimu sendiri."

Monolog Ilsa diakhiri dengan kecupan lembut yang Ilsa berikan di dahi Sagara. Ini adalah salah satu kebiasaannya yang menurun dari gen bapaknya, of course. Mencium kening orang yang ia kasihi entah untuk menenangkan ataupun menunjukkan sayangnya.

"Selamat malam, Cebol."

Ilsa bangkit dari posisi jongkoknya lalu kembali ke kamarnya untuk beristirahat.

💌💌💌

"Kau benar-benar tidak bisa hidup tanpa susu," komentar Sagara begitu melihat minuman yang Ilsa siapkan untuk dirinya sendiri. Susu murni.

"Susu enak dan sehat." Ilsa menjawab dengan santai dan menegak susunya dalam berapa kali tegakan.

Setelah Sagara terbangun dari tidur pulasnya yang panjang, Sagara menyadari bahwa ia bermalam di tempat Ilsa dan merepotkan wanita itu dari malam hingga pagi. Ilsa meminjamkan kamar mandinya untuk ia membersihkan diri bahkan menyediakan sarapan untuknya.

"Tidak perlu merasa kerepotan, Sagara," ujar Ilsa seolah-olah tahu apa yang ada dipikiran Sagara. "Aku melakukan ini semua karena kau adalah temanku."

Ilsa meletakkan gelas kosongnya lalu menatap Sagara dalam-dalam. "Kau itu ternyata tipe yang mudah diserang kalau mabuk. Tipe yang mudah tidur di mana saja dan jeleknya tidak mudah dibangunkan."

Sagara tidak mau menyangkal apa yang Ilsa katakan itu karena memang adanya begitu. "Lalu kau dengan pedenya menyuruhku meninggalkanmu kalau kau mabuk. Kau mau diserang atau apa sih?"

Not so RomanticTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang