Chapter 02

5.2K 572 43
                                    

"Sensei!" panggil seorang anak kecil dengan suara cempreng yang membuat laki-laki dewasa bersneli putih itu menoleh. (Sensei = panggilan untuk dokter atau guru tergantung konteks)

"Ohayou, Himari," sapa dokter itu sembari menyamakan tingginya dengan anak kecil itu. "Ada yang bisa aku bantu?" tanyanya dengan ramah membuat anak kecil yang dipanggil 'Himari' itu tersenyum malu-malu. (Ohayou = selamat pagi)

"Happy birthday, Sagara-sensei! Ini hadiah dariku!" ucap Himari dengan semangat sembari menyerahkan secarik kertas yang ia gambari.

Sagara menerima gambar Himari dengan senang hati. Matanya berbinar ketika melihat dirinya menggandeng Himari di dalam gambar bocah lima tahun itu, sekalipun gambar itu masih agak abstrak, tapi dengan pengalamannya bersama anak-anak dia bisa mengira gambar mereka.

"Arigatou, Himari. Gambarmu bagus sekali," puji Sagara lalu mengusap kepala Himari lembut.

Pemandangan satu ini harus dihadapi dengan iman yang tebal. Terlalu loveable dan manis! Sagara dan anak kecil adalah kombinasi terbaik untuk mencuri hati para wanita. Lihat saja dari wajah para perawat yang berkeliaran mendadak ingin jadi Himari.

Pipi bulat Himari bagai buah plum itu memerah. Himari menundukkan kepalanya lalu terkekeh pelan yang membuat Sagara tersenyum bingung.

"Ada apa?" tanya Sagara ramah membuat Himari semakin malu-malu.

"Sensei, sini aku bisikan sesuatu," kata Himari sok misterius dan Sagara cuman bisa mengikuti permainan Himari.

Sagara mencondongkan badannya ke arah Himari , tanpa aba-aba Himari mencium pipi Sagara dan Sagara melengo di tempat. Jika Sagara melengo, apalagi yang melihat.

"Kata Papa, ciuman dari Himari bisa bikin umur Papa dan Mama panjang umur! Aku mau Sagara-sensei panjang umur seperti Papa dan Mama!" Himari menyengir lebar dengan pipi yang berwarna merah matang.

Sagara masih bengong di tempat, kaget dengan apa yang terjadi. Sedetik kemudian Sagara tersadarkan dan dirinya cuman bisa geleng-geleng.

"Terima kasih untuk doanya. Tapi Himari, kau tidak boleh mencium orang sembarang," nasehat Sagara sembari menyentuh bahu kecil Himari.

Himari memajukan bibirnya tanda tak terima. "Sensei bukan orang sembarangan," katanya dengan wajah cemberut yang membuat Sagara tertawa.

"Tetap tidak boleh. Nee, Himari dengar perkataan Sensei. Himari cuman boleh mencium papa mama'nya Himari dan suami Himari kelak. Himari tidak boleh sembarangan mencium orang." Sagara kembali menasehati Himari. "Soalnya ciuman Himari itu berharga, jadi tidak boleh sembarang orang menerimanya."

Sagara berbicara demikian itu karena ia melihat wajah syok ayah Himari yang berada tepat di belakang Himari. Sagara yakin jantung ayah Himari itu mau copot, saat melihat tindakan anaknya barusan.

"Oh ya, apa Himari sudah sarapan?" tanya Sagara untuk mengalihkan perhatian Himari. Perhatian anak ini harus dialihkan supaya ia tidak perlu menjelaskan lebih detil tentang ciuman.

Himari mengangguk dengan semangat dan mata yang berbinar-binar."Sudah!"

"Himari habiskan tidak?"

"Habiskan!"

"Wah! Himari pintar sekali!" Sagara mengusap sekali lagi kepala Himari dengan lembut yang membuat Himari menyengir.

"Baiklah, kalau begitu, Sensei pamit dulu ya. Sensei mau menolong orang-orang yang bernasib sama dengan Himari. Nanti siang, Sensei akan temui Himari, ok?" pamit Sagara yang diangguki oleh Himari.

Not so RomanticTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang