"Itu syarat yang bagus!" Madam Jackson langsung berdiri ketika mendengar penyampaianku, nyaris menjatuhkan kursinya ke belakang. "Sejak awal memang itulah yang kita inginkan: pergi ke pulau naga yang dimaksud untuk menggali lebih banyak informasi."
"Mereka ingin saya yang pergi," aku segera menambahkan. "Keduanya menyatakan bahwa saya harus bicara kepada pemimpin mereka dan menjelaskan lebih banyak hal mengenai kehidupan manusia di Andarmensia, terutama para penunggang dan penyihir. Juga, kelihatannya naga-naga asli dari Dracaelum tidak memahami konsep ikatan naga dan penunggang sehingga mengira kita memperbudak para naga."
"Betapa konyolnya prasangka itu!" Madam Jackson berdecih, dahinya mengernyit dalam. "Tentu, Cassie, kau harus ke sana dan beri mereka penjelasan."
"Mereka juga ingin penyihir ikut serta dan menjelaskan bahwa tidak ada lagi keburukan yang dilakukan terhadap naga," ujarku.
"Itu perkara yang bisa diatasi. Aku akan menyiapkan tim bagimu. Apakah mereka keberatan kalau kau pergi bersama penunggang lain?"
"Saya rasa tidak, Madam. Selagi saya turut ikut dan jumlah anggotanya masih masuk akal. Saya telah mengajak Benedictus Salvatore untuk ikut serta, mengingat dia merupakan penunggang sekaligus penyihir."
"Kalau begitu aku akan memilihkan penunggang serta penyihir lagi untukmu. Kapan kalian akan berangkat?"
"Besok pagi, Madam, segera setelah matahari terbit."
"Pulang dan beristirahatlah. Siapkan semua keperluan kalian." Madan Jackson kembali ke balik mejanya. "Kurasa aku sudah menemukan kandidat yang tepat."
***
"Kedua iltas itu tidak bisa dipercaya," Beast berpendapat setelah kami kembali ke rumah keluarga Salvatore. "Bagaimana bisa kau memegang ucapan naga yang telah membunuh penyihir sesuka hati?"
"Kau benar, tapi ini satu-satunya kesempatan kita untuk mencari tahu soal Dracaelum." Aku menaruh kedua tangan di pinggang. "Yah, walau ide ini sangat berisiko."
"Ada banyak yang perlu kita pikirkan, Cassie. Kita belum tahu sekuat apa naga-naga di sana, ataupun rencana mereka yang sesungguhnya sampai berniat membawa kita ke pulau yang telah dirahasiakan entah untuk berapa lama. Aku yakin kau bisa merasakannya dari tatapan mencurigakan kedua iltas itu."
Aku menganggukkan kepala. "Aku tahu."
"Baguslah kalau kau sadar," Beast membalas tak sabaran. "Lalu apa?"
"Kalau kita tidak pergi, mereka akan terus datang dan berulah."
Beast menghantam ekornya ke pasir. "Aku akan membawamu pergi dari sini dan menjauhkanmu dari semua masalah itu. Kau tinggal meminta, Cassie; aku tak akan berhenti terbang sampai kita menemukan pulau baru."
Aku bungkam, diam-diam memikirkan tawarannya. Jujur saja, semua itu kedengaran amat menggoda. Sejak masih menjalani hidup di New Orleans, aku membayangkan diri sebagai penunggang naga yang hanya bertugas menjelajahi dunia baru bersama nagaku. Bersama-sama, kami akan menjalani kehidupan epik tanpa beban dan menghadapi setiap bahaya dengan kekuatan sihir mahadahsyat yang kami miliki; tidak ada yang perlu kami takuti.
Kalau diingat-ingat, bayangan itu amat menyenangkan. Aku bertanya-tanya apakah Beast juga pernah memikirkan hal yang sama.
"Kemarilah." Aku mengibaskan tangan. Beast mendekatkan kepala yang ukurannya sudah mencapai dua per tiga dari tubuhku. Kusandarkan dagu ke moncongnya. Iris ungu dari mata Beast terlihat indah ketika berpadu dengan sisik gelapnya.
"Kau harus tahu beban seperti apa yang akan kita tanggung kalau melarikan diri dari masalah," aku berbisik. "Itu akan menghantui kita selamanya, Beast. Meskipun kau tidak merasakannya, aku akan memikirkannya setiap saat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Iltas 2: Dragons of Dracaelum
FantasyMenjadi Penunggang Naga adalah hal paling menyenangkan! Begitulah dugaan Cassidy pada awalnya. | • | Setelah sekian lama tinggal di New Orleans sebagai remaja biasa, akhirnya Cassidy bisa menjalani hidup sejatinya sebagai Penunggang Naga di Andarmen...