"Siapa sangka pemenang Firtea Samrat dari kaum iltas bergaul dengan naga ur?" ejek Ergo. Tak hanya naga itu, Olga serta beberapa naga iltas lain ikut memakan tempat di pulau sampai aku dan Ben harus menyingkir sebelum mereka mendarat sembarangan dan menginjak kami.
"Manusia yang punya banyak cerita!" Seekor iltas muda menghalangi jalanku. "Ayo, cerita lagi!"
"Ya, ayo cerita lagi!" Temannya menyusul di sebelah.
Aku dan Ben berjalan memutar, menghindari tubuh-tubuh raksasa di sekitar kami. "Nanti dulu, ya. Eh, kapan-kapan saja."
"'Kapan-kapan' itu kapan?" Mereka berdua terus menumpahkan pertanyaan dan berbagai ajakan yang tak lagi aku dengar. Suara-suara berdegung di sekitarku bagaikan lebah.
"Lihatlah naga ini, kecil sekali," Olga memicingkan mata ke arah Kaia. "Kenapa kau di sini? Apa urusanmu?"
"Hei!" Beast menghardik. "Tidak ada yang boleh mengganggunya selain aku. Lalu, kenapa pula kalian semua ke sini? Enyahlah!" Beast meraung kesal. Beberapa ekor iltas bergerak mundur sedikit, tapi mereka tidak pergi.
"Santai saja, Beast. Tidak ada salahnya kalau kami mau menghabiskan waktu denganmu," Ergo beralasan. "Pertarunganmu dan Syd kemarin benar-benar mengagumkan. Kau harus berbagi rahasia supaya bisa setangguh itu!"
Beast memandang naga itu dengan jengkel. Aku dan Ben akhirnya berhasil mendekati Kaia. Kali ini, naga ur itu pun benar-benar berharap bisa keluar dari sini, tetapi suasana yang terlalu sesak menyulitkannya untuk membuka sayap.
"Manusia!" Olga menyapaku riang. "Apa kau punya cerita lagi?"
"Tidak ada cerita," tolakku. "Bisa-bisanya kalian semua mengajukan nama nagaku untuk mengikuti Firtea Samrat. Aku bersyukur karena dia masih selamat, tapi——"
"Jangan terlalu memanjakan nagamu," sela Ergo. "Buktinya dia bisa melawan. Selain itu, aku sudah lelah melawan Syd. Iltas jantan lain juga. Bahkan Syd sendiri sudah lelah mengikuti Firtea Samrat tiap tahun, dan syukurlah ini tahun terakhirnya. Benar kan, Syd?"
"Ya, benar," jawab iltas di sebelah Ergo. "Aku sudah lelah menjadi tumbal kalian dalam mengikuti tradisi semacam itu."
"Ayolah, tapi kau melawan dengan ganas semalam," hibur seekor iltas betina, sambil sedikit main mata.
Seolah tersipu, Syd memalingkan wajah dan berdeham beberapa kali. "Ya, aku tetap harus mempertahankan keselamatan diri, kan?"
Beast mengerang sambil berdecih jengkel. "Mempertahankan keselamatan diri dengan menghajarku berkali-kali. Yang benar saja."
"Sudahlah, tidak usah cengeng seperti itu," tepis Syd. "Yang kau alami masih lebih baik dari Ergo. Aku mematahkan rahangnya dua tahun lalu."
Ergo meringis kala mengingat kejadian tak menyenangkan itu. "Kupikir aku benar-benar akan mati, lalu simsalabim, rahangku kembali seperti semula." Dia merendahkan suaranya seraya memastikan tak ada yang mendengar. "Baguslah ini pertarungan terakhir untuk iltas. Elrick, anak-anakmu akan jadi tumbal berikutnya. Dan kalau kita tidak mendapatkan anak iltas lagi, berarti mereka akan melawan satu sama lain."
"Pertarungan saudara sesungguhnya," Syd menimpali, dan semua naga tergelak. Bahkan aku pun berdeham, berusaha menyembunyikan keinginan untuk tertawa.
Elrick segera mendelik mendengar kata-kata itu, sementara kedua anaknya cuma memandangi sang ayah dengan heran dan merecokinya dengan segudang pertanyaan.
Percakapan yang berlangsung membuat kami nyaris tidak menyadari kehadiran Saar. Tahu-tahu, naga ekatza itu telah berada di atas kami.
"Ramai sekali di sini!" Naga itu berseru. "Sedang merayakan kemenangan, eh?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Iltas 2: Dragons of Dracaelum
FantasyMenjadi Penunggang Naga adalah hal paling menyenangkan! Begitulah dugaan Cassidy pada awalnya. | • | Setelah sekian lama tinggal di New Orleans sebagai remaja biasa, akhirnya Cassidy bisa menjalani hidup sejatinya sebagai Penunggang Naga di Andarmen...