21

239 69 16
                                    

Keesokan harinya, sembari menanti hasil pertemuan penunggang lain dengan Naga Agung, kuputuskan untuk mengelilingi Dracaelum lagi bersama Beast. Immy bersikeras berjelajah sendiri sekaligus mengumpulkan informasi sedikit demi sedikit.

"Bersikaplah sewajarnya," aku mengingatkan. "Bukannya tidak mempercayaimu, tapi di pulau ini ada naga raksasa yang amat sensitif pada pengunjung."

"Kurasa para naga sulit menganggapku serius dalam pakaian ini." Dia menunjuk mode busana ala pelangi-aneh kesayangannya. Hari ini dia mengenakan tunik setengah lengan berwarna kuning terang dengan bawahan berupa celana ungu tua bermotif polkadot hitam—aku tahu dia mengecat sendiri polkadot itu. Sepatunya berupa bot berwarna merah dengan gambar bunga matahari—lagi-lagi hasil karyanya. 

Meski sudah tiga hari berlalu, aku masih harus membiasakan diri dengan pemandangan di Dracaelum. Kehidupan dan atmosfer di sini benar-benar bagaikan dunia yang berbeda dari Andarmensia, membuat tempat asal kami terkesan membosankan. Ke mana pun aku dan Beast terbang, terdengar suara para naga alih-alih manusia. Tak jarang kami berpapasan dengan naga Dracaelum walau tak ada pertukaran sapaan. Lirikan mereka bagaikan tusukan jarum samar di kulitku, membuatku ragu ingin memulai percakapan.

Di tengah perjalananku dan Beast yang tanpa tujuan, Lily dan temannya, Dawn, terbang menuju kami.

"Cassie!" Lily menyapa semangat. "Halo juga, Beast. Aku yakin kalian belum berkenalan dengan Dawn. Waktu pertama kali tiba, kalian cuma sekadar mengetahui namanya."

"Senang bertemu denganmu, Dawn," kataku. "Aku suka warna sisikmu."

"Oh, terima kasih," Dawn menjawab senang sekaligus terdengar tersipu. Memuji sisik naga sama seperti memuji penampilan mereka.

"Sisikmu juga bagus, Lily. Lebih mengkilap dari milik nagaku," aku menepuk Beast. "Kau tahulah para pejantan, selalu kotor lagi setelah dibersihkan."

Kedua naga betina itu saling pandang dengan sorot geli, namun menahan tawa.

"Air di Dracaelum memang lebih baik untuk kebersihan naga. Itulah sebabnya kami punya sisik yang bagus," balas Lily.

"Kami juga punya racikan khusus untuk membersihkan noda di sisik," Dawn segera menimpali. "Tapi itu rahasiaku dan Lily saja. Naga lain tidak boleh tahu. Bisa bahaya kalau semua naga bersisik bagus. Omong-omong, ke mana teman kalian yang lain? Juga gadis penyihir itu?"

Aku lega percakapan soal sisik ini berakhir. "Immy lebih suka berjelajah sendiri. Perjalanan panjang menuju Dracaelum membuatnya tidak mau menunggangi naga lagi dalam waktu dekat," aku beralasan.

"Sayang sekali. Padahal dia kelihatan menarik," ujar Dawn dengan suara agak pelan seolah dia merenungkan ketidakhadiran temanku. "Bagaimana kalau aku dan Lily membawa kalian berdua jalan-jalan? Daripada hanya terbang tanpa tentu arah."

"Apakah ini melibatkan pertemuan dengan naga lain?" tanya Beast, mengantisipasi terlebih dahulu. Mungkin pertemuan dengan naga iltas yang lalu tidak membuatnya terkesan. Aku pun sudah tidak mau menjelaskan berbagai kata baru kepada para naga.

"Tidak, hanya kita berempat." Dawn memimpin jalan kami. Lily terbang di samping atas kami supaya sayapnya dan Beast tidak saling bertabrakan.

"Bagaimana pertemuan kalian dengan Naga Agung?" tanya Lily.

Beast mendengus keras, tidak repot-repot menutupi kekesalan. "Apa semua naga selalu tahu kegiatan kami di sini?"

"Ya, maksudku, sejak kedatangan kalian, para naga yang bersantai di gua naga Famhaire selalu menyebarkan informasi terbaru. Banyak iltas yang tertarik pada kalian juga sejak pertemuan terakhir," aku Lily. "Mereka ingin Cassie datang lagi."

Beast menoleh cepat ke arah Lily, seakan baru saja mendengar berita yang sulit diproses dalam benaknya. "Hanya Cassie?"

"Kenapa Beast? Kau cemburu?" Aku terkekeh sembari menggodanya.

"Hmph! Untuk apa aku cemburu?Iltas lain cuma bisa bicara padamu selama dua minggu ke depan. Aku akan bersamamu seumur hidup," Beast mengingatkan.

"Jangan tersinggung, Beast, tapi kehadiran iltas baru memang tidak memberi reaksi heboh. Justru manusiamu yang membuat kami tertarik," jelas Lily. "Kebetulan, sejauh ini penunggang yang bisa kami dekati hanyalah Cassie."

Beast memalingkan wajah, kembali menatap ke depan. "Sayangnya aku tidak suka naga lain dekat-dekat dengan manusiaku, mengingat dua dari mereka pernah berusaha membunuhnya."

Lily melirik kami sekilas. "Olga dan Ergo cerita mengenai pertarungan itu. Mereka pikir Beast bisa menang dalam Firtea Samrat."

Entah kegiatan apa itu, yang jelas aku tidak yakin mau membiarkan nagaku mengikutinya. "Kedengaran serius," aku memberi komentar dan reaksi netral. Siapa tahu naga-naga di sini amat menghormati kegiatan tersebut.

"Itu tradisi di Dracaelum ketika para naga jantan bertarung untuk menemukan yang terbaik di antara rasnya. Sejak dulu, naga Dracaelum dapat memilih siapa pun sebagai lawan, dengan syarat bahwa naga yang dipilih juga telah disetujui oleh naga-naga lain."

"Jadi, kalau Beast dipilih, maka naga-naga lain harus setuju dulu?" tanyaku.

"Benar. Tujuannya supaya tidak ada yang asal memilih lawan terlemah," jelas Lily. "Sejak naga Andarmensia datang ke sini, pertarungan juga dilakukan untuk setiap ras secara terpisah. Maka dari itu, iltas hanya bisa melawan sesamanya, begitu pula naga lain. Kebetulan, Firtea Samrat akan dilaksanakan tiga hari lagi."

Bagus. Setelah mencoba membunuh kami, dua iltas itu juga menyarankan agar nagaku ikut dalam pertarungan. Luar biasa. "Apa yang terjadi kalau naga yang dipilih oleh menolak?"

Lily menggeleng. "Tidak ada. Paling-paling dia akan dianggap lemah, juga mempersulitnya mencari pasangan. Namun tidak ada hukuman atau kutukan yang akan membayanginya."

Menilai dari risikonya, aku ragu ada naga yang mau menolak. "Pernahkah ada naga yang tewas?"

Lily menggeleng. "Setahuku tidak. Ketika seekor naga sudah dianggap kalah, pertarungan segera dihentikan. Naga Agung akan menyembuhkan semua naga. Selain itu, naga yang kalah masih dianggap tangguh karena berani melawan."

"Kalau begitu pada hari pertarungan, aku dan Cassie tinggal menghilang dari pandangan semua orang," jawab Beast. "Pertarungan itu kedengaran amat serius. Aku tidak yakin mau membuat Cassie cemas setengah mati untuk kedua kalinya, terlebih semenjak peristiwa lima tahun lalu."

Pernyataan barusan malah membuat Lily tambah penasaran. "Memangnya kau pernah terlibat dalam pertarungan yang berbahaya?"

Beast menggeleng. "Bukannya bertarung, tapi aku pernah mati suri."

Aku melotot ke arah Beast, berharap bisa segera menghentikannya. Lily sudah duluan terkesiap, begitu pula Dawn yang sejak tadi diam saja—ternyata naga jingga itu turut menguping.

"Mati?!" ulang Dawn.

"Suri," Beast menambahkan dengan kalem. "Cassidy melalui banyak rintangan dalam menyelamatkanku."

"Kau harus menceritakan lebih banyak," desak Dawn, sembari menunjuk ke bawah. "Kita sudah sampai."

Iltas 2: Dragons of DracaelumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang