Hari itu sangat panas. Ramalan cuaca berkata bahwa suhu hari itu merupakan salah satu suhu tertinggi yang pernah dialami kota Seoul dalam beberapa bulan belakangan. Semua orang membuka jendela dan menyalakan pendingin di rumahnya. Tidak terkecuali lelaki itu. di ruang apartemennya yang tidak besar, ia membuka semua jendela dan menyalakan kipas angin. Ia dan keempat temannya duduk rapi di depan laptop milik salah satunya. Mereka menonton salah satu film yang baru keluar di bioskop, namun hadir dalam versi bajakan di dunia maya. Semuanya fokus dalam menonton, sampai si tuan rumah, Jihoon, membuka suaranya.
"Kalian kenapa bersikeras menonton di kamarku yang sempit, hash—" keluh Jihoon. Yang lain tidak merasa terganggu dengan keluhan itu. "Udaranya panas sekali."
"Hyung mau es?" si menggemaskan Seokmin mengeluarkan suara lembutnya sambil menyodorkan segelas es batu tanpa melihat Jihoon di sebelah kanannya.
"Hyung? Anak ini—aku bukan hyung mu."
"Dia keren sekali saat memanggil pria itu dengan sebutan 'Hyung'. Aku iri." Jawab Seokmin, mengacu pada tokoh utama di film yang sedang mereka tonton.
"Kita semua seumuran, kau tidak bisa memanggil siapapun dengan 'hyung'. Diamlah dan menonton." Suara itu datang dari pria yang terlihat kasar diluar, tapi di dalamnya ia meyayangi semua temannya dengan sepenuh hati. Yoon Jeonghan.
"Kalau ada seseorang yang cocok dipanggil 'hyung', Jeonghan-lah orangnya." Imbuh Seokmin lagi.
"Kalau kau memanggilku 'hyung', kau harus siap bersikap hormat padaku." Tambah Jeonghan. Seokmin menoleh ke arah Jeonghan yang duduk di paling kiri diantara mereka.
"Lupakan. Kau akan memperbudakku." Celetuk Seokmin. Jeonghan hanya tersenyum kecil setengah mencibir.
"Kurasa itu menyenangkan. Kita bisa belajar saling menghormati yang tua, dan mengayomi yang kecil." Ujar seorang lelaki di kanan Jeonghan.
"Ya- Seungkwan-ah. Kau bisa melihat sisi baiknya, ya?" ujar Jihoon yang tadinya hanya menyimak percakapan Seokmin dan Jeonghan.
"Jadi?" kata Seungkwan. Semua orang melihat satu sama lain. Untuk beberapa detik, fokus mereka terlepas dari film yang mereka tonton. Wajah mereka terlihat lucu, mempertimbangkan sebuah saran yang terdengar aneh tapi asik untuk dicoba.
"Baiklah." Ujar Jeonghan. "Aku mau jadi anak pertama."
"Aku anak tengah, tidak mau tahu." Jihoon dengan cepat menyerobot antrian berpendapat. Seungkwan mengerucutkan bibirnya.
"AH! Aku ingin jadi maknae. Tapi jika kakak tertuanya adalah Yoon Jeonghan, aku tidak ingin." Jeonghan langsung melingkarkan tangannya pada Seungkwan.
"Kau takut aku kerjai, Seungkwan-ah?" Seungkwan dengan risih melepaskan tangan Jeonghan.
"Kalau begitu, jika Jeonghan bertindak semena-mena, kita butuh seseorang yang bijak dan netral." Kata Seokmin. Serempak, semua orang menoleh pada lelaki yang duduk di tengah. Yang sedari tadi tidak mengeluarkan perkataan apapun.
"Aku? Kalian mau aku jadi anak kedua?"
"kurasa Jisoo cocok menjadi anak kedua. Jika Jeonghan adalah api, Jisoo adalah airnya." Jelas Jihoon. Lelaki bernama Jisoo itu tersenyum.
"Ya! Aku tetap tidak akan menang melawan Jeonghan." Ujarnya. Jeonghan tertawa kecil. Seungkwan dengan suara keras berpendapat.
"Kami akan memberimu wewenang yang lebih besar. Semua perkataanmu akan menjadi benar di mata kami."
"Ya! Adik terkecil! Kalau begitu apa gunanya aku sebagai kakak tertua?" Jeonghan membuat suaranya seperti tidak menerima.
"Baiklah, baiklah. Aku akan menjadi penengah antara kalian dan Jeonghan." Ujar Jisoo sambil memberi pandangan nakal ke arah Jeonghan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pinwheel
Fanfiction[TAMAT] Kehidupan empat orang sahabat berubah perlahan saat seorang lelaki dari keluarga terpandang pindah ke sekolah mereka. Jeonghan, Jihoon, Seokmin, dan Seungkwan menerima Jisoo ke dalam lingkar pertemanan mereka dengan tangan terbuka. Hingga pe...