Jeonghan dan Jisoo berbicara sejenak sebelum Jihoon, Seokmin, dan Seungkwan mendekat. Mereka bertiga merasa tidak nyaman karena Jisoo datang lebih cepat dari yang mereka bayangkan. Hal itu menimbulkan kesan ngeri di benak ketiga sahabat itu. dari tempat ketiga orang itu berdiri, mereka melihat Jisoo melepas jaket yang ia kenakan. Jaket abu-abu tua itu ia lepaskan perlahan. Jeonghan mengambil jaket itu dan melipatnya dengan sembarang, lalu meletakkannya di sebelah kakinya. Ia kemudian berbalik, menatap ke arah tiga sahabatnya.
"Jisoo ingin bermain bersama. Lepaskan jaket kalian!" kata Jeonghan. Jihoon, Seokmin, dan Seungkwan mendekat sambil melepaskan jaket mereka dan melipatnya asal, lalu menumpuknya di atas jaket Jisoo.
"Kita ada lima orang, bagaimana membaginya?" tanya Seokmin.
"Tim Jisoo tiga orang, satu tim lagi dua sisanya. Bagaimana?" usul Jeonghan. Tidak ada yang menolak ide itu.
"Aku kapten tim dua orang." Jihoon mengangkat tangannya.
"Aku ingin satu tim dengan Jihoon." Ujar Seungkwan. "Aku dan Jihoon bisa menghadapi kalian bertiga." Lanjutnya.
"Jeonghan, maaf." Seokmin meminta maaf bahkan sebelum permainan dilakukan. Jeonghan tertawa kecil dan menepuk bahu Seokmin.
"Aku kan jago, sepertinya Jisoo juga. Kita bisa menang, Seokmin-ah."
Dengan begitu, kelima lelaki itu mulai bermain bola. Angin semilir seakan ikut bermain bersama mereka. Tidak terlihat permainan yang telak dari kedua tim. Meski tim Jihoon termasuk profesional dalam bermain sepak bola, tim Jisoo memiliki Jeonghan, yang hebat dalam semua olahraga. Mereka bermain sampai warna langit semakin jingga. Ketika semilir angin terasa semakin dingin, meniup tubuh mereka yang basah karena keringat, mereka pun memutuskan untuk berhenti. Tim Jihoon unggul satu poin dari tim Jisoo. Jeonghan, Jihoon, dan Seungkwan langsung menjatuhkan tubuh mereka di atas lapangan rumput, menatap langit luas. Seokmin yang tidak terlalu lelah memilih untuk duduk saja di dekat yang lainnya. Jisoo juga menyusul duduk di sebelah Seokmin.
"Permainan yang bagus, Jisoo-ya." Puji Seokmin.
"Seperti kau bermain saja, Seokmin." Celetuk Seungkwan yang berbaring jauh dari Seokmin.
"Andai kau disampingku, sudah kuinjak perutmu, Seungkwan-ssi."
Mereka berlima menatap langit yang semakin menyala dengan sinar matahari terbenam. Angin pun berhembus semakin dingin dari sebelumnya. Pemandangan dari tempat mereka duduk dan terbaring sangat sempurna. Tidak ada gedung, atau apapun yang menghalangi pandangan mereka. Kelima wajah itu mengembangkan senyum kecil.
"Jisoo-ya. Kau menemui siapa di rumah abu?" tanya Jihoon. Jisoo menoleh dengan tatapan datar. Jihoon yang merasa telah menyinggung, langsung membenarkan kalimatnya. "Maafkan aku, jika aku terlalu lancang. Hanya—aku kira tidak ada keluargamu sebelum pindah kemari."
"Itu kakakku." Kata Jisoo. Keempat mata lain kini tertuju pada Jisoo.
"Bagaimana itu bisa terjadi?" tanya Seokmin. Ketiga temannya yang lain mengernyitkan dahi dan menghela napas, menyesalkan Seokmin sudah melontarkan pertanyaan yang sensitif.
"Ah, kalian tidak perlu merasa tidak enak. Tidak ada yang pernah ingin tahu tentang itu." Jihoon, Jeonghan, dan Seungkwan mengambil posisi duduk. Mereka mencoba mendengarkan Jisoo dengan baik. "Ada kecelakaan konstruksi. Itu terjadi begitu saja. Hari itu aku sedang berada di luar kota. Aku bahkan tidak sempat melihatnya dikremasi." Jisoo terhenti. Seokmin disampingnya menepuk-nepuk punggung Jisoo.
"Ma—maafkan aku." kata Seokmin. "Itu sangat—"
"Tidak, tidak masalah. Kejadiannya sudah beberapa tahun lalu. Bukannya aku melupakannya, aku hanya perlu melanjutkan hidupku, kan?" kata Jisoo. Keempat teman barunya mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pinwheel
Fanfiction[TAMAT] Kehidupan empat orang sahabat berubah perlahan saat seorang lelaki dari keluarga terpandang pindah ke sekolah mereka. Jeonghan, Jihoon, Seokmin, dan Seungkwan menerima Jisoo ke dalam lingkar pertemanan mereka dengan tangan terbuka. Hingga pe...