Jihoon duduk sendirian di dalam apartemennya. Ia memegang ponselnya erat. Matanya mengarah pada jendela di tengah ruangannya. Hari itu hari minggu. Ia meminta teman-temannya untuk tidak datang ke apartemennya, karena ia sedang fokus belajar untuk perlombaannya. Tapi sejak matahari naik, ia tidak menyentuh buku pelajarannya sama sekali.
Sesaat sebelumnya, Seokmin menghubunginya. Ia ingin bermain ditempat Jihoon dan sedang tidak ingin berangkat kursus. Namun Jihoon memarahinya dan berkata bahwa Seokmin butuh pergi kursus karena ujian sudah dekat. Namun yang membuat Jihoon hanya terduduk di atas kasurnya dan terdiam adalah panggilan sebelumnya. Itu dari ibu tirinya. Ayah Jihoon ditangkap polisi.
***
Disaat yang sama, Jeonghan menghabiskan akhir pekan bersama ibunya. Sebuah potret yang menenangkan hati. Mereka hanya berada dirumah dan memasak bersama. Jeonghan yang selama ini seringkali tidak ingin merasa dirumah, kini teringat. Bahwa yang membuatnya tidak ingin berada dirumah adalah karena ibunya tidak ada disana. Ibunya selalu bekerja keras. Bahkan ketika bulan sudah naik ke langit, ibunya masih belum pulang. Bahkan ketika ibunya pulang lebih awal, Jeonghan merasa yang pulang bukanlah ibunya, melainkan seorang wanita yang kelelahan dan langsung terbaring di tempat tidurnya. Jeonghan rindu dengan saat-saat seperti ini. Sebelum ayahnya pergi, ibunya tidak pernah bekerja sekeras itu. Jeonghan hanya ingin waktu bersama ibunya.
“Bu, aku lupa kapan terakhir kali kita bisa bersama seperti ini.” Kata Jeonghan. Ibunya tersenyum kecut.
“Maafkan ibu karena terlalu sibuk, Jeonghan.” Kata sang ibu.
“Aku akan lulus dengan baik dan mendapat pekerjaan sehingga ibu tidak perlu bekerja lagi.”
“Aigoo.. Ibu ingin kau kuliah, dan menjadi jaksa atau semacamnya. Jangan hanya selesai sekolah menengah saja.”
“Kuliah mahal bu.” Jeonghan menurunkan suaranya. Ia terus mengaduk Kimchijjigae di hadapannya. Sang ibu tersenyum kecil.
“Kalau kau mengusahakannya, akan ada jalan untukmu. Ibu sudah terbantu denganmu mendapat beasiswa di sekolah. Ibu hanya mengeluarkan uang untuk makan sehari-hari kita, uang jajan, dan uang bukumu. Kita dikelilingi orang baik, Jeonghan. Dan kau juga anak yang baik. Ibu tidak bisa lebih merasa bersyukur.”
Jeonghan tersenyum. Ibunya benar. Jeonghan terlalu banyak berpikir betapa ibunya kesulitan karenanya. Ia tidak berpikir bahwa di sisi lain, ibunya tidak akan memiliki anak yang lebih baik dari dirinya.
***
Jisoo dan Seungkwan pergi bersama ke lapangan dekat sekolah. Seungkwan secara rahasia meminta Jisoo mengajarkannya mengemudi, tanpa diketahui teman-temannya yang lain. Sebentar lagi, sudah waktunya mereka mendapatkan kartu ID dan SIM. Seungkwan tidak ingin menyia-nyiakan waktu. Keterampilan mengemudi akan membuatnya lebih mudah mencari pekerjaan.
Di lapangan itu ada Ji Young, supir Jisoo, juga. Ia yang mengajarkan Seungkwan. Mereka menggunakan mobil pribadi Ji Young yang sudah tua. Karena hari itu mereka berlatih, Seokmin memutuskan untuk pergi kursus sendiri. Lagipula Seokmin sudah merasa familiar dengan jalannya. Ia juga sudah merasa nyaman dengan para staff disana. Dan ia tidak ingin merepotkan Ji Young terlalu lama.
“Injak gasnya perlahan, dan lepaskan koplingnya perlahan. Jangan terlalu tiba tiba. Jaga tetap seimbang.” Ujar Ji Young mengarahkan. Seungkwan menunjukkan usahanya dengan wajahnya. Ia berusaha menjalankan instruksi Ji Young. “Benar, begitu, terus. Jangan panik.”
Seraya mobil berjalan, Seungkwan mengeluarkan teriakan-teriakan. “Woah! Woah! Bagaimana!”
“Saat koplingnya habis, dan mesinnya menderu, injak kopling lagi, dan masukkan ke gigi berikutnya. Dan begitu seterusnya.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Pinwheel
Fanfiction[TAMAT] Kehidupan empat orang sahabat berubah perlahan saat seorang lelaki dari keluarga terpandang pindah ke sekolah mereka. Jeonghan, Jihoon, Seokmin, dan Seungkwan menerima Jisoo ke dalam lingkar pertemanan mereka dengan tangan terbuka. Hingga pe...