Seungkwan dan Jeonghan bernapas lambat. Angin perlahan masuk dari jendela yang dibuka Jeonghan beberapa saat lalu. Seungkwan baru saja menutup telepon dari Seokmin. Mereka berdua bertatapan.
"Aku tidak tahu harus lega atau khawatir." Ujar Seungkwan. Jeonghan mengangguk setuju.
"Benar. Syukurlah dia pulang menemui ayahnya, bukan diculik atau terluka." Imbuh Jeonghan.
"Tapi ayahnya, pusat dunianya, sedang ditahan. Aku tidak tahu bagaimana Jihoon bisa menemukan penghiburan." Seungkwan berbaring, meluruskan punggungnya, dan mengeluarkan satu dua bunyi diantara buku-buku jarinya. "Jeonghan-ah, berjanjilah untuk tidak pernah mabuk."
"Ayyy" Jeonghan menghela napas berat dan ikut berbaring. Posisinya paralel dengan seungkwan. "Aku tidak akan minum alkohol."
"Tapi aku tidak tahu ayah Jihoon peminum. Apalagi saat berkendara dengan keluarganya."
"Bayarannya mahal sekali." Jeonghan menutup matanya dengan lengan kanannya, karena bias cahaya matahari menyilaukan matanya.
"Bagaimana kita akan menghubungi Jihoon kalau ponselnya rusak?" Tanya Seungkwan.
"Kita tidak bisa. Kita hanya harus percaya padanya."
Kringg! Kali ini ponsel Jeonghan berbunyi. Dengan malas, ia meraih sakunya. Jeonghan terlonjak kaget saat ia melihat siapa yang menghubunginya : Jisoo.
"Ada apa?" Seungkwan ikut menegakkan badannya. Jeonghan mengarahkan layar ponselnya ke Seungkwan. "Jisoo? Ah sebaiknya kau angkat. Kita terlalu kejam padanya."
"T-tapi.. menelepon?"
Seungkwan memasang wajah bingung. "Kenapa memangnya?" Jeonghan baru sadar, Seungkwan tidak tahu kecurigaannya pada Jisoo.
Jeonghan menatap layar ponselnya sekali lagi. Dan menarik napas panjang. Ia mengangkatnya. Dia tidak mengatakan apapun.
"Biarkan aku masuk." Ujar Jisoo. Jeonghan menoleh ke arah pintu. Ia melihat bayangan di kaki pintu. Jeonghan sontak berdiri.
Ia menelan ludahnya. "Kau tidak bisa mendengarku, kan?"
Seungkwan mengernyitkan dahinya, menganggap perkataan Jeonghan sangat aneh dan sulit di artikan.
"Jawab aku." Jeonghan berkata. "Apa ibukota Thailand?"
Seungkwan kembali memasang wajah aneh. Wajahnya seperti berkata Apa yang kau bicarakan?? Tiba-tiba membuat quiz.
Sepersekian detik Jeonghan merasa mungkin kecurigaannya tidak berdasar. Mungkin ia hanya tidak menyukai Jisoo karena hal yang terjadi belakangan ini. Atau dia merasa tidak nyaman dengan orang asing yang tiba-tiba hadir di pertemanannya. Selama sepersekian detik itu, ia takut.
Setelah beberapa detik sunyi. Suara kembali muncul dari ujung telepon.
"Bangkok."
***
Mereka bertiga duduk di tengah ruangan. Seungkwan masih memandang Jisoo lekat. Sedangkan Jeonghan memainkan ujung celananya. Mereka tidak berbicara untuk beberapa saat.
"Jadi…" Seungkwan menunjuk ke arah Jisoo. Dan lalu ke telinganya. "Itu…"
Jisoo mengangguk. Di telinganya kini terpasang alat bantu dengar, menutupi lubang telinganya seperti sebuah earphone, dengan sambungan berbentuk kepingan setengah lingkaran yang menggantung di belakang telinganya. Sulit bagi Seungkwan untuk mengalihkan pandangannya dari alat itu.
"Kenapa kau tidak pernah memakai alat bantu dengar itu di dekat kami?" Jeonghan masih menunduk, tidak menatap ke Jisoo saat bertanya. "Ada yang kau tutupi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pinwheel
Fanfiction[TAMAT] Kehidupan empat orang sahabat berubah perlahan saat seorang lelaki dari keluarga terpandang pindah ke sekolah mereka. Jeonghan, Jihoon, Seokmin, dan Seungkwan menerima Jisoo ke dalam lingkar pertemanan mereka dengan tangan terbuka. Hingga pe...