Bagian Tujuh : Sekotak Kenangan

8 0 0
                                    

Seungkwan menunggu dengan cemas di depan ruang guru. Jeonghan sedang berbicara dengan wali kelas Jihoon di dalam. Sedari kelas dimulai sampai pelajaran ketiga, Jihoon tidak berada di kelas. Seungkwan sudah menanyai beberapa orang sesaat yang lalu, tidak ada yang merasa dititipkan pesan oleh Jihoon tentang ketidakhadirannya hari ini. Mata Seungkwan sudah tidak bisa disipitkan lagi. Ia berusaha melihat melalui celah di pintu ruang guru yang tidak tertutup sempurna.

Jeonghan membuka pintu dan membuat Seungkwan kaget. Wajah Jeonghan lesu, membuat Seungkwan takut untuk bertanya. 

“Jadi?” 

Jeonghan menghela napas panjang. “Dia tidak izin ke guru.” Bahu kaku Seungkwan kini melemas. “Kurasa kita harus memeriksa ke apartemen.”

“Izin sakit setelah ini?” Seungkwan menawarkan sebuah solusi klise untuk murid yang ingin membolos. Jeonghan mengangguk.

Mereka berdua berbarengan masuk ke dalam ruang guru. Seungkwan menceritakan sebagian tentang kejadian malam tadi, dan mengarang sisanya. 

“Rumahmu dirampok?!” Bu Choi setengah berteriak. 

“Kami akan pergi ke kantor polisi untuk membuat laporan, Bu.” Tambah Seungkwan.

“Saya juga menyaksikan rumah Seungkwan dalam kondisi berantakan, Bu. Saya juga akan memberikan keterangan.” Jeonghan dengan sempurna memberi dukungan pada argumen Seungkwan.

“Ibu rasa kalian harus didampingi.” Bu Choi hampir saja menggagalkan rencana mereka.

“Karena itu, saya akan melapor bersama kakak saya, Bu Choi. Dia sudah dewasa.” Seungkwan sigap menghalau rencana Bu Choi. “Kami akan baik-baik saja, Bu.”

“Oh—ya, baiklah kalau begitu. Hubungi Ibu jika ada sesuatu.” Jeonghan dan Seungkwan berpamitan dan membungkuk hormat. Jeonghan menepuk bangga pundak Seungkwan sepanjang langkah keluar dari ruang guru. Setelah tiba di lorong, Seungkwan berbalik.

“Haruskah kita mengajak Jisoo?”

“Tidak.” Jawab Jeonghan cepat. Ia merengkuh kedua bahu Seungkwan. “Seungkwan, tanamkan ini dalam pikiranmu mulai sekarang : semua ini bisa jadi bermula dari kedatangan Jisoo kedalam hidup kita.”

Seungkwan menatap aneh wajah Jeonghan yang serius dengan perkatannya. “Apa?!”

“Nanti akan kujelaskan.”

Mereka berdua lanjut melangkah cepat menuju kelas. Seungkwan berjarak dua langkah di belakang Jeonghan. Saat mereka melewati kelas Jihoon dan Seokmin, Seungkwan berhenti. Ia melihat ke arah dua bangku kosong yang tertata bersebelahan di barisan paling belakang. Mejanya disinari cahaya hangat matahari. Jika Jihoon dan Seokmin duduk disana, pasti mereka akan tertidur sampai pelajaran terakhir. Cuaca yang indah hari ini, tapi Seungkwan tahu ada kenyataan yang tidak indah menunggunya. Ia menyadarkan dirinya sendiri, dan menyusul Jeonghan. Dari pintu, Seungkwan melihat Jisoo sudah menghampiri Jeonghan yang bergerak cepat merapikan barang-barangnya. Punggung Jisoo terlihat gelisah, seperti raut wajahnya sekarang.

“Kami tidak ada waktu untuk menjelaskannya.” Ujar Jeonghan saat Seungkwan tiba di dekat dirinya dan Jisoo. “Seungkwan, ayo cepat!”

“Baik, Hyung.” Seungkwan lanjut memasukkan semua buku, pena, dan catatan ke dalam ranselnya.

“Seungkwan-ah, apa yang terjadi?” Jisoo kini mencoba membuat Seungkwan berbicara. Seungkwan yang sedikit goyah, menatap mata Jisoo dengan ragu.

“Aku sedang tidak enak badan. Jeonghan Hyung akan menemaniku.” Jawab Seungkwan. Dan tentu Jisoo tidak percaya.

“Kalau begitu, aku juga ikut.” Jisoo dengan gerakan cepat berbalik menuju tempat duduknya. Jeonghan dengan kesal langsung menahan lengan Jisoo, membuat Seungkwan dan beberapa murid di kelas terkejut.

PinwheelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang