Bagian Tiga : Panggilan

6 1 0
                                    

Jisoo, Jeonghan, dan Seungkwan berdiri di tepi lapangan. Hari itu lapangan dipakai tim sekolah untuk persiapan pertandingan sepak bola antar sekolah. Sesekali Seungkwan mengomentari teknik bermain tim itu yang tidak pernah sempurna di matanya. Jeonghan yang duduk diantara kedua temannya itu berpura-pura tidak mendengarkan. Dan seperti biasa, Jisoo hanya diam.

"Jisoo-ya, mari kita mengerjakan tugas geografi nanti." Ujar Jeonghan sambil terus melihat ke depan. Jisoo yang duduk di sebelah kanannya tidak langsung menjawab. Jeonghan menepuk paha Jisoo, membuatnya berkedip kaget.

"Apa?" tanya Jisoo.

"Kau memang senang melamun, ya? Aku mengajakmu mengerjakan tugas geografi bersama. Aku ingin meminjam laptopmu juga setelah kau mengerjakan." Ulang Jeonghan. Jisoo mengangguk.

"Baiklah. Dimana kita akan mengerjakannya?" tanya Jisoo lagi.

"Ayahmu sudah memperbolehkan seseorang datang ke apartemenmu?" tanya Jeonghan. Jisoo menggeleng. "kalau begitu kita mengerjakan di tempat Jihoon saja."

"Mengapa kita tidak ke rumahmu?" kata Jisoo. Seungkwan menolah.

"Jisoo-ya! Maksudku, Hyung! Bahkan kami belum pernah ke rumah Jeonghan. Rumahnya bukan pilihan." Kata Seungkwan. Jeonghan melemparkan tatapan sinis.

"Aku hanya tidak nyaman. Ibuku sangat berlebihan ketika teman-temanku datang. Ia akan mengeluarkan semua makanan yang kami punya. Kalian tahu aku miskin, bukan?" kata Jeonghan. Meski nada bicaranya terdengar menyedihkan, Jeonghan hanya bermaksud untuk melucu. Jisoo mengerucutkan bibirnya. Seungkwan balik melihat kedepan.

"Baiklah, di tempat Jihoon saja." Kata Jisoo, mengakhiri perdebatan sebelum dimulai.

"Omong-omong, dimana Jihoon Hyung? Kita sudah setengah jam menunggu." Kata Seungkwan sambil menoleh ke jam tangannya. Jeonghan melihat gerakan Seungkwan.

"Jam tanganmu 'kan mati?" Seungkwan membalas dengan tatapan sinis.

"Jangan berkomentar jika kau tidak bisa memperbaikinya." Ujarnya ketus. Jeonghan lalu mengulurkan tangannya. Seungkwan tanpa berkata apapun langsung melepaskan jam tangannya dan memberinya pada Jeonghan. Jeonghan langsung menyimpan jam itu ke dalam tasnya. Beberapa saat kemudian, Jihoon datang dari belakang mereka.

"Teman-teman!" panggilnya. Seungkwan dan Jeonghan menoleh. Jeonghan tersenyum kecil, sedangkan Seungkwan sumringah melihat Jihoon. Namun ia sedikit bingung tidak melihat Seokmin bersamanya.

"Seokmin?" ujar Seungkwan. Jihoon kemudian mengambil tempat duduk di samping Seungkwan.

"Kata Seokmin, ia pergi kursus. Jisoo Hyung membayarnya." Mendengar perkataan Jihoon, Seungkwan dan Jeonghan menoleh ke Jisoo yang duduk di paling kanan. Jisoo yang merasa ditatap temannya, langsung membesarkan matanya.

"Ayahmu setuju membayar kursus Seokmin?" tanya Jeonghan. Jisoo menaikkan sudut bibirnya.

"Eung. Dengan beberapa syarat. Tapi itu tidak penting." Jawab Jisoo.

"Woah, ayahmu benar-benar hebat." Kata Seungkwan. "Kenapa aku tidak memintamu juga." Jihoon memukul kepala belakang Seungkwan. Seungkwan hanya membuka mulutnya tanpa bersuara.

"Kalau begitu, kita pergi?" ujar Jihoon. Keempat orang itu berdiri serempak.

***

Seungkwan berbaring di atas kasur Jihoon, sudah hampir tertidur. Jihoon duduk dilantai, bersandar ke kasurnya sambil dikelilingi buku. Jihoon sedang bersiap untuk seleksi lomba matematika sekolahnya. Tidak ada yang bisa menebak ketika melihat Jihoon pertama kali, tapi Jihoon memang seorang jenius matematika. Selera dan kepekaannya kepada musik juga sangat baik. Ia mengerti chord dasar dan tahu hampir semua instrument klasik dan pop. Ia paling menyukai genre funk dengan bass yang dominan. Jeonghan dan Jisoo duduk bersebelahan menatap layar laptop Jisoo. Mereka sedang berdiskusi tentang tugas geografi. Jeonghan dan Jisoo mendapat daerah yang sama untuk diteliti, karena itu Seungkwan memilih tidur.

PinwheelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang