Pengakuan

1.9K 381 96
                                    

Kapten's

Jangan lupa vote dan ikuti akun ini untuk rekonstruksi kapal yang lebih baik.

Intip jalur pelayaran yang lainnya juga.



Seharusnya Renjun bahagia karena dirinya sudah memiliki Jeno dan tidak membiarkan Jaemin bersedih karena dirinya, tetapi entah mengapa kehadiran perempuan bernama Heejin cukup mengganggunya. Bolehkah Renjun egois?

Ya, kalian benar. Renjun menyukai Jaemin, sudah sejak lama saat laki-laki dengan senyum menawan itu menyatakan secara terang-terangan untuk mendekatinya. Sayangnya dia mudah bosan dengan orang yang bergerak sangat lambat tanpa kemajuan.

Tidak salah juga jika kalian berfikir bahwa dirinya mulai bosan dengan kehadiran Jeno yang berstatus sebagai kekasihnya untuk saat ini. Kalian bisa memasang harapan di bawah bantal dengan secarik kertas yang berisi doa tentang putusnya Jeno dan Renjun, jika kapten berpihak pada kalian, dia akan segera memutuskan hubungan keduanya.

Renjun berada di toko hoodie tempat dimana dirinya pernah berkunjung bersama Jaemin, saat hari senin. Bedanya kini ia bersama Jeno, mengantar kekasihnya membeli hoodie. Renjun berjalan mengitari rak hoodie dan baju, ia berhenti didepan hoodie hijau mint. Mengingatkannya pada seseorang yang cocok memakai hoodie ini.

"Sayang?" panggil Jeno sembari menunjukkan hoodie dengan sablon no friends.

Renjun tersenyum, "Tampan."

"Yeah, we're not friend but a couple." Goda Jeno dengan usapan genit di dagu kekasihnya.

Setelah Jeno kembali ke dalam ruang pas, ia melanjutkan diri mengitari rak baju. Di satu rak, ada sebuah kaus yang membuatnya tertarik. Kaus itu bertuliskan 'Richardson Magazine', benar-benar elit seperti Jaemin.

Ia mengambil kaus itu dan segera membayarnya ke kasir, berharap Jeno tidak melihatnya. Setelah selesai transaksi, dirinya bergegas memasukkan kaus itu ke dalam tas dan berlari mendekati Jeno yang sibuk memilih beberapa baju lain.

Jeno orang kaya, apa pun bisa dirinya beli. Dirinya pun berencana membelikan semua hal yang diinginkan kekasih cantiknya ini. tentu saja. Orang kaya selalu berada di atas, akan menang melawan siapa pun. Apalagi melawan motor butut berwarna merah.

Keduanya keluar menuju bioskop, Jeno mengajaknya untuk menonton serial film terbaru favoritnya.

"Ayo nonton itu!"

Renjun menoleh ke sumber suara yang dirasa familiar baginya, netranya menatap sepasang kekasih yang sibuk memilih film didepan poster bioskop. Lagi-lagi dirinya merasa nyeri saat melihat laki-laki itu membenarkan letak poni kekasihnya.

"Iya, ayo nonton itu. Semuanya kita tonton asal berdua."

Renjun menyesal.

Ia merindukan senyum manis itu.

Senyum yang hampir menjadi miliknya jika saja ia bersabar lebih lama.

Pandangan keduanya bertemu sebentar, sebelum akhirnya Jaemin menarik Heejin untuk memasukki ruangan. Sakit hati, hanya sedikit. Denial sekali si Renjun.

Renjun senang menonton film dan baru kali ini dirinya menyesal pergi ke bioskop, bukan film yang membuat dirinya berekspresi terkejut. Tetapi bayangan sepasang kekasih yang duduk tidak jauh didepannya, sedang sibuk menyesap bibir satu sama lain. Jaemin dan kekasihnya.

"Perutku sakit, bisa pulang sekarang?" bisiknya pada Jeno.

"Tapi filmnya?" Jeno bukan tidak peduli pada kekasihnya, tetapi film yang sudah dirinya tunggu sejak lama baru saja diluncurkan secara perdana.

Renjun terpaksa meninggalkan Jeno sendiri untuk pergi keluar bioskop, dirinya bergegas untuk pulang dengan taksi. Sudah tidak memperdulikan lagi kekasihnya yang lebih asik dan memilih film dari pada dia. Air matanya sudah bercucuran sejak dirinya melewati pintu keluar bioskop, terisaknya ia simpan saat berada dirumah nantinya.

Sangat sakit.

Merasa bodoh karena baru menyadari perasaan ini pada Jaemin.

Memang bodoh karena baru menoleh ke belakang, bahwa ada Jaemin yang sedia mengejarnya.

Terlalu bodoh karena tidak mencoba bersabar sedikit lagi.

Hilang.

"Anak papa kenapa menangis?" Jaehyun mengusap rambut anaknya yang sedang tengkurap sembari terisak dalam dekapan bantal.

"Papah." Renjun memeluk papanya dan kembali terisak dalam dada pria paruh baya itu.

Dirinya belum berani bercerita pada papanya, mengingat orang tua satu-satunya itu lebih menyukai Jaemin yang pekerja keras daripada Jeno yang memiliki segalanya. Ia hanya terisak sembari berusaha menenangkan diri dalam dekapan sang ayah hingga terlelap.

Renjun menangis semalaman dan hari ini dirinya tetap harus berangkat ke sekolah, disimpannya kaus Richardson Magazine pada paper bag dan memasukkannya ke dalam tas. Dirinya sengaja berangkat lebih awal guna menghindari Jeno yang akan menjemputnya.

Tidak ada yang spesial dengan hari ini.

Sepertinya.

Hanya menjalani kegiatannya sebagai seorang murid dari kelas IPS dan rapat anggota bersama ekstrakulikuler broadcaster.

Rapat sudah selesai sedari tadi, hanya menyisakan beberapa anggota yang masih betah berada didalam ruangan ber-ac ini. Termasuk Jaemin dan Renjun. Terlihat Jaemin yang sedang mengurus beberapa dokumen dengan laptop sekretarisnya, sedangkan Renjun sibuk mencuri pandang dan pikiran tentang ketua ekstra broadcaster kita yang tampan.

"Jaemin!" Renjun sengaja menunggu semua orang pulang dengan dalih menemani Jaemin dengan laporan berkedok wakil ketua. Ia berjalan Jaemin yang berhenti disamping rak buku dan menyerahkan paper bagnya, "Buat kamu."

Jaemin memandangi paper bag itu cukup lama sebelum tersenyum, "Maaf, kekasihku melarang diriku menerima hadiah dari siapa saja." dan berlalu meninggalkan Renjun yang mematung.

BRAK!!

Paper bagnya terjatuh, menyisakan Renjun yang mendorong Jaemin ke lemari. Membiarkan penjaga cctv menjadi saksi tentang Renjun yang melumat bibir Jaemin, kaki kecilnya berjinjit untuk menyamakan tinggi.

Ciuman diakhiri dengan benang saliva yang cukup panjang, "Maaf." Ujar Renjun sembari menunduk namun tetap meremas kemeja bagian dada milik Jaemin.

Jaemin menepuk kedua bahu Renjun dan mengusapnya, berusaha menenangkan si wakil mungil ini walau tidak tahu bagaimana caranya, "Tidak masalah, karena bab sebelumnya berjudul bukan pendaftaran." Dirinya mengambil paper bag milik Renjun yang terjatuh, "Yang artinya, penyesalan selalu datang diakhir, karena jika datang diawal namanya pendaftaran."

Renjun melihat Jaemin yang sibuk menjejalkan paper bagnya ke dalam tas, sedikit senang karena kausnya diterima.

"Aku suka kamu."

Jaemin menatap Renjun sekilas dengan senyuman, "Aku tau." Sebelum pergi meninggalkannya sendirian untuk pulang.

"Terlambat, ya?" cicit Renjun seorang diri.

Ayo, berdoa. Semoga kapten menutup buku ini agar Renjun tidak semakin sakit melihat Jaemin dan kekasihnya.

MASA SMA - JAEMRENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang