🍀 WIU : Melbourne 🔥

128 15 2
                                    

"Hei, Angga, mau pindah kota malam ini?" Tanya Nabiel. Angga menatapnya sejenak, "Apakah kamu sudah mendapatkan tiket ke Jerman? Kamu buru-buru banget ya," Nabiel tersenyum pahit. Benar. Angga sudah benar menebak. "Maaf," Nabiel memeluk erat Angga, meletakkan kepalanya di cekungan pundak dan leher Angga.

"Tidak apa-apa," Angga menarik Nabiel menjauh, "Ayo, keburu siang,"

Nabiel bisa melihatnya, Angga tidak ingin melepaskannya. Tapi, kali ini, dirinya yang merasa bersalah. Karena terlalu mengejar Angga sebelumnya. Karena ia mengejar Angga, Angga jadi jatuh cinta juga padanya. Ya... Benar, itu kesalahannya.

"Maaf, ini kesalahanku,"

-WIU-

Mobil hitam Nabiel melesat, Angga tidak terlihat ceria hari itu, ia tidak lagi memperdulikan lautan di sekitar jalan yang mereka lalui. Nabiel juga tidak bisa melakukan apapun. "Ngga, kalau aku pergi, apakah kamu akan menunggu?" Angga menatap Nabiel sejenak, "Tidak usah bertanya padaku," Ucap Angga sebelum memalingkan pandangan matanya.

"Lalu aku bertanya pada siapa lagi?" Tanya Nabiel lagi. "Istrimu. Kau akan menikah Nab. Sepulang dari Jerman. Untuk apa aku menunggumu!?" Angga menyentaknya, sukses membuat Nabiel terkejut. Ekspresi datar Nabiel sukses membuat Angga merasa Nabiel tidak peduli pada kalimatnya. "Lupakan Nab. Lupakan aku dan kenangannya, kami tidak penting,"

-WIU-

Nabiel membelokkan mobilnya menuju lokasi parkir tempat wisata yang ia tuju. "Kita sudah sampai," Nabiel menyodorkan tangannya, membantu Angga turun dari mobil. Angga hanya diam. Sepanjang 3 jam perjalanan, hanya ada lagu yang menghiasi kesunyiaan mereka. Nabiel bahkan sudah kelu dan tidak bisa berkata apapun.

"Ini... Bukankah tiket disini sangat mahal?" Angga menatap Nabiel, serius. "Aku... Aku hanya ingin uangku habis dengan tidak sia-sia," Angga menatapnya bingung. "Sia-sia? Bukankah lebih sia-sia seperti ini? Kau tidak akan bersama denganku lagi setelah liburan ini," Nabiel menggeleng. "Biarkan dunia yang melihat kita ketika kita tidak bisa melihat dunia,"

Nabiel menggandeng Angga, menariknya masuk ke dalam kerumunan dan membeli tiket masuk menuju Melbourne Aquarium. Angga hanya menurut, mengikuti kemana Nabiel pergi. "Nab. Kenapa kau melakukan ini?" Angga kini menariknya dengan kuat, membuat Nabiel berhenti seketika.

"Aku sudah mengatakannya Angga. Aku mencintaimu, Angga," Kalimat penuh penekanan itu membuat Angga semakin sebal. "Tapi kau akan meninggalkanku dalam waktu dekat!" Bentaknya. "TAPI ORANG YANG AKU CINTAI ITU DIRIMU!"

Seakan dunia ikut berhenti, keramaian Melbourne Aquarium tidak bisa mengusik betapa marahnya Angga dan betapa sedihnya Nabiel. Meskipun tidak ada yang memperhatikan mereka, tetap saja, semau seakan berhenti hanya karena keduanya.

"Tidak perlu Nab. Aku bukan siapa-siapamu," Angga mengepalkan tangannya kuat-kuat, menunduk dalam-dalam. Ini pertama kalinya, ia tidak bisa melepaskan seseorang yang dekat dengannya. "Aku tidak bisa memilih siapa yang akan aku cintai Angga,"

"Dunia ini mengatur semuanya, bukan aku,"

-WIU-

Nabiel meninggalkan Angga. Berjalan menjauh dari Angga. Entah kemana. Yang jelas, sosok tinggi itu menghilang di tengah kerumunan. Menyatu dengan orang-orang Australia yang tidak kalah tinggi. Sementara Angga hanya bisa menangis. Duduk dalam diam di bangku taman di dekat tubuhnya. 

Angga tahu, saat marah, Nabiel akan terus mendiamkan siapapun yang membuatnya marah. Dan Angga tahu, sekarang, Nabiel marah padanya. Tapi ia tidak ingin kecewa. Ia tak ingin hatinya tersakiti nantinya.

"Huh? Apa ini...?"

-WIU-

Nabiel menghela nafas, menyandarkan tubuhnya pada tembok. Posture tingginya yang menarik perhatian kini ia pendekkan. Ia lelah. Ia lelah dengan keadaan itu. "Seharusnya tidak aku beritahu dia!" BUGH! Di tinju-nya kuat-kuat tembok di sampingnya. Tidak membuat tembok itu bersuara, yang ada justru tangannya lah yang mengeluarkan darah.

Tembok itu tidak datar, hiasan bak batu bata itulah yang melukai tangan Nabiel. "Ck. Sial," Nabiel segera melepas kemeja yang ia gunakan dan menggulungnya di tangan. Membiarkan dirinya hanya menggunakan kaos hitamnya. Nyeri di tangannya tak kunjung reda, tapi emosi di dalam dirinya masih belum menghilang. Ia tidak bisa pergi dengan emosi.

Ia khawatir akan membunuh orang tanpa disengaja karena emosinya yang tidak stabil.

-WIU-

Angga teringat box dari kardus yang Nabiel titipkan padanya. Dibukanya pita yang mengikatnya. "Ini...?" Beberapa foto Angga. Semenjak keduanya duduk di bangku sekolah dasar sampai liburna beberapa hari ini. Dan ketika ia selesai membuka fotonya, sebuah cincin platinum dan berlian terlihat di ujung terbawah kardus itu.

I'll marry you. Ketika aku kembali, aku akan menikahimu. Karena cintaku hanya untuk satu orang yang saat ini membacanya, Angga Deansyah.

I'll always for you. And... You're mine. Aku adalah milikmu, dan kamu, milikku.

-xo. Nab

Air mata Angga kembali terjatuh. Kini perasaan putus asa muncul di dalam hatinya. Dirinya segera menutup kotak itu, berdiri dan berlari. Berusaha menemukan Nabiel.

"Nab... Maafkan aku..."

-WIU-

"Sial, kenapa tidak segera kering sih!?" Nabiel segera berjalan keluar dari tempat persembunyiaan-nya. Luka di tangannya tidak segera kering dan justru semakin nyeri ketika Nabiel memaksakan untuk melepas kemeja yang menutupnya. Mata Nabiel beredar, mencari toko atau apotek yang mungkin menyediakan perban untuk tangan malangnya.

"Ah, itu," Nabiel segera berjalan usai mengikat kuat kemejanya di tangan. Memastikan bahwa tangannya akan baik-baik saja meski ia harus berdesakan nantinya. "Huft... Susah sekali sampai ke sini," Nabiel menegakkan tubuhnya, segera masuk ke toko serba ada yang sejak tadi ia incar. "Excuse me... Sir? Can I have bandage?"

Sang penjual mengangguk, mencarikan perban gulung untuk Nabiel. "Here," Nabiel segera mengeluarkan dompetnya. "How much?" Tanyanya, "$20, AUD," Nabiel segera mengeluarkan uangnya dan mengambil bandage yang disodorkan padanya. "Thanks sir," Sang penjual mengangguk, membiarkan Nabiel pergi.

"Hah... Fine... Sekarang, kita harus memakainya. Haish, susah juga ya," Gumamnya, menatap sejenak bandage itu. Dirinya harus memaksa otaknya yang tengah panas untuk berpikir demi tagannya yang terluka. Setidaknya ia tidak ingin tangannya mengalami iritasi atau infeksi.

Tangannya yang terbebas berusaha membuka bandage-nya dan mengaplikasikannya di tangan yang terluka. Dirinya hanya bisa berusaha kuat melepasnya dengan lima jari yang ada di tangan lainnya.

"ASTAGA! INI SUSAH SEKALI SIH!?"

-WIU-

"Itu... Nabiel?" Mata Angga menyipit, berusaha fokus. Nabiel dengan tangan yang di tutupi kemeja dan pergi ke toko serba ada. Dirinya segera berlari, tidak peduli telah menabrak banyak orang yang ia bahkan tidak kenal. "Excuse me!" Dan dirinya sukses mencapai ruang bebas dimana Nabiel masih kesusahan dengan perban-nya.

Dirinya melangkah perlahan, mendekat. Takut. Angga sejujurnya masih takut untuk mendekati Nabiel. Tapi ia melihat Nabiel kesusahan dengan apa yang akan ia lakukan. Bagaimanapun itu, Angga ada di tempat itu karena Nabiel. Dan karena Nabiel, dirinya bisa memiliki banyak kenangan yang tercipta bersamanya.

"Nab... Maafkan aku,"

Keduanya saling tatap dalam diam.

Nabiel yang terkejut, Angga yang masih dipenuhi sesal.

Sekali lagi, dunia seakan berhenti dan menatap keduanya.

-WIU-

Who Is U? [Season 1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang